Mobil hitam milik Brian berhenti tepat di depan pagar rumah Asha, akhir-akhir ini ia memang lebih sering pulang ke rumah daripada ke asrama karena Maya juga pulang ke rumahnya, gadis itu tidak berani apabila harus tinggal sendirian di asrama.
“Jam 7 jemput gue ya, tepat waktu berarti telat!” ucap Asha kepada Brian sembari mengacungkan jari telunjuknya tepat di muka si pria.
Brian hanya tersenyum kemudian mengangguk lalu membiarkan Asha turun dari mobil. Hari ini mereka akan menghadiri pesta ulang tahun Yeremias yang diadakan di rumahnya. Sebenarnya Yeremias tidak berniat mengundang para adik tingkat, namun mengingat Asha, Brian dan Maya dekat dengan teman-temannya yang lain, akhirnya Yeremias memutuskan untuk mengundang mereka bertiga. Ini juga salah satu permainan Mahesa.
Setelah membuka gerbang, Asha langsung berlari ke atas. Ia hanya memiliki waktu 4 jam untuk mempersiapkan semuanya. Yeremias bilang, ia mengusung tema black glamour untuk pesta ulang tahunnya sehingga dress code yang akan mereka gunakan harus berwarna gelap tetapi tetap terlihat mewah dan indah tentunya.
Asha mengeluarkan semua gaun yang berada di dalam lemari khusus, ia mengacak rambutnya frustasi saat melihat warna dress yang ia punya hanya seputar warna-warna pastel yang cerah. Agaknya gadis itu lupa bahwa sang bunda adalah seorang pemilik butik.
“Wah siapa yang mau beresin nih nanti,” ucap bunda yang entah sejak kapan sudah berdiri di depan pintu kamar Asha. Ah, gadis itu lupa mengunci pintunya.
“Bunda, Asha mau ke pesta ulangtahun nanti jam 7. Temanya black glamour, tapi warna baju Asha manis-manis semua gini,” keluh Asha yang hanya mendapat senyuman dari bunda.
“Kamu nggak lupa kan kalau bunda kamu ini punya butik? Baju seperti itu nanti bunda suruh asisten bawakan kesini biar kamu yang pilih sendiri, oke?” ya, sepertinya Asha memang benar-benar lupa, gadis itu akhirnya mengangguk penuh semangat lalu memeluk bundanya dengan erat.
Asha sangat dan memang patut bersyukur bisa terlahir dari rahim seorang wanita kuat pemilik butik yang ternama, bisa menjadi teman dari anak pemilik perusahaan elektronik terbesar dan tentunya ia akan sangat-sangat bersyukur apabila bisa menjadi kekasih dari si pria tampan, Mahesa.
***
Pukul 6 sore. Percayalah, ini sudah lebih dari tiga puluh menit Asha berkutat dengan jepitan bulu mata di tangan kanannya. Tubuhnya beberapa kali sengaja sedikit ia majukan agar bisa menatap cermin lebih jelas, namun beberapa kali juga gadis itu mengurungkan niatnya lalu merengek frustasi.
“Astaga takut banget, nanti kalau bulu mata gue copot semua gimana? Aduh amit-amit deh, tapi masa nanti bulu mata gue kalah panjang sama punya Brian sih!" Asha menggerutu dengan dirinya sendiri di depan cermin sambil memasang air muka yang masam.
Dihadapannya sudah ada laptop yang berulang kali menayangkan video tutorial memakai penjepit bulu mata, tangannya sudah pegal, ia sendiri tidak mau memakai bulu mata palsu karena menurutnya itu sangat berlebihan.
Jika sekali lagi Asha tidak bisa, sudahlah ia akan pasrah saja. Dengan perlahan, gadis itu kembali meletakkan bagian lubang dan bantalan penjepit diantara bulu mata lalu memastikan bahwa sudah masuk semua dan mulai menjepit sembari berdoa dalam hati agar bulu matanya tidak berakhir mengenaskan,
“Akhirnya bisa, makasih Tuhan!!" Asha bersorak riang saat akhirnya bisa memakai penjepit itu lalu kembali mencoba di matanya yang sebelah dan langsung berhasil. Ia menepuk dadanya pelan sambil terus menatap dirinya sendiri di depan cermin, satu masalah selesai.
Setelah selesai dengan urusan bulu mata, Asha kemudian berlari mengambil sebuah dress berwarna hitam yang dipilihkan oleh bundanya tadi. Asha bukan tipe gadis yang pilih-pilih untuk masalah baju, kalau menurut sang bunda bagus, maka ia dengan senang hati akan memakainya.
Ting!!
Ponsel pintar milik gadis itu berbunyi saat ia akan mengambil bajunya yang berada di dalam lemari. Demi Tuhan, jika isi pesan ini sangat tidak penting, bisa dipastikan Asha akan langsung memblokir kontak orang tersebut.
@Mahesa
[Mau dijemput nggak?]
Bibir Asha seketika terangkat saat tau bahwa pengirim pesan itu adalah Mahesa, mana tega dirinya memblokir nomor lelaki yang jelas-jelas ia sukai.
@Ashafile.
[Nggak usah kak, aku bareng sama Brian.]
Sebenarnya Asha mau-mau saja jika dijemput oleh Mahesa, tapi dirinya sudah terlanjur berjanji dengan Brian dan ia juga tidak tega jika membiarkan Mahesa menyetir malam-malam.
@Mahesa
[Ok, take care n see e u!]
Asha tidak membalas pesan itu karena tiba-tiba ia mendengar suara keras Brian yang memanggil namanya dari bawah, pemuda itu benar-benar datang sebelum pukul 7 hanya untuk menuruti perkataan Asha, tepat waktu berarti telat.
Dengan cepat Asha mulai memakai gaunnya, memoleskan pelembab di bibir yang sebelumnya sudah ia olesi lipstik agar tidak kering, mengambil tas selempang berwarna senada lalu turun dengan menjinjing sepasang sepatu di tangan kirinya dan tas di tangan kanannya.
Brian yang sedang asik berbincang-bincang dengan bunda di ruang tamu kemudian dikejutkan oleh suara langkah kaki dari tangga, lelaki yang malam ini memakai jas berwarna hitam itu seketika mematung, menatap sosok bidadari berlari dari atas tangga hingga mendekat kearahnya.
Cantik, adalah kata yang pas untuk mendeskripsikan diri gadis dihadapannya saat ini. Pipi yang dipoles blush on tipis berwarna peach dan eyeshadow berwarna senada namun sengaja sedikit ia mix dengan warna pink, dan jangan lupakan pula sebuah jepit rambut perak berbentuk bunga yang meliuk di atas telinganya membuat Asha benar-benar seperti seorang bidadari. Ia cantik, sangat cantik melebihi apapun.
“Iya gue tau gue cantik, nggak usah liatin sampai kayak gitu kali,” ucap Asha sembari memakai high heelsnya berusaha menyadarkan Brian dari sesi mengagumi gadis itu.
Brian tidak suka orang yang terlalu percaya diri. Namun untuk Asha, ia akan menoleransi hal itu karena faktanya Asha memang cantik.
“Mau berangkat sekarang?” tanya Brian yang dibalas anggukan setuju oleh Asha dan detik berikutnya gadis itu menggandeng tangan Brian menuju mobil layaknya sepasang kekasih.
“Duh, bunda nggak sabar liat kalian berdua jalan di altar pernikahan,” celetuk sang bunda dari belakang mereka berdua hingga membuat Brian dan Asha seketika berbalik kembali menatap bunda.
“Ya nggak mungkin lah, bun. Brian kan udah aku anggap sebagai kakak sendiri.”
Ah benar, seharusnya Brian tidak merasa terlalu senang saat mendengar bunda berkata seperti itu, karena jelas-jelas Asha hanya menganggapnya sebagai kakak, tidak lebih.
***
Mobil yang dinaiki Brian dan Asha sampai di rumah Yeremias tepat pukul 7 kurang 5 menit dengan suasana di dalam yang sudah cukup ramai. Yeremias melarang mereka untuk membawa kado, namun yang namanya ulang tahun jika tidak membawa kado pasti tidak akan bermakna. Alhasil, mereka berdua membawakan satu kado untuk Yeremias berupa jam tangan, tentu saja dengan harga selangit karena Brian yang membelikannya.
Asha turun dari mobil diikuti Brian yang berada di belakang gadis itu, seluruh pasang mata tertuju pada mereka berdua. Tampan dan cantik, sangat serasi layaknya sepasang kekasih yang diundang secara khusus hanya untuk membuat semua orang merasa iri.
Jika yang lain menatap mereka berdua dengan tatapan memuja, Mahesa yang berdiri di depan kolam renang hanya memfokuskan matanya untuk melihat Asha dari kejauhan, baru kali ini Mahesa melihat Asha memakai dress dan hal tersebut langsung membuatnya memuji sang junior dalam hati, Asha terlihat sangat anggun dan manis.
Namun Mahesa tidak suka, ia tidak suka melihat Asha berjalan dengan Brian sembari menampilkan senyum terbaiknya. Bukankah dulu gadis itu berjanji hanya akan memberikan senyuman tulusnya untuk Mahesa? Lelaki itu mencengkeram erat minuman yang berada di tangannya, ia harus segera menggantikan posisi Brian di sisi Asha.
“Happy Birthday kak Yere, ini hadiah dari Asha sama Brian, nggak nerima penolakan pokoknya!” ucap Asha sembari memberi sebuah kotak hadiah darinya dan Brian kepada Yeremias yang saat ini juga berkali lipat lebih tampan dari biasanya. Lelaki itu memilih untuk melepas kacamata dan menggantinya dengan lensa kontak berwarna cokelat.
“Thank you, you look so beautiful tonight,” puji Yeremias secara terang-terangan hingga membuat seseorang yang berada di belakang mereka sedikit menekuk wajahnya.
Asha yang entah sudah berapa kali mendengar pujian untuk dirinya sendiri hanya tertawa kecil, mungkin sebagian orang disini tidak pernah melihat ia memakai dress sebelumnya. Brian saja yang sering melihat Asha memakai dress masih sempat dibuat terpesona, apalagi orang lain.
“Hai.”
Suara rendah namun dalam itu seketika mampu membuat bulu kuduk Asha berdiri. Tidak, ia tidak takut, tapi deru nafas lelaki yang memanggilnya dari samping tersebut menerpa telinganya hingga membuat Asha sedikit geli.
Itu Mahesa.
Lelaki itu saat ini menggunakan jas sama seperti yang lain. Dan seperti biasa, tiga kancing atasnya selalu dibiarkan terbuka membiarkan angin malam menerpa dadanya, Asha terkadang heran apakah lelaki itu tidak akan masuk angin nantinya.
“Hai juga kak,” kenapa malah terkesan sangat canggung begini? Asha kemudian menggulirkan matanya mencari keberadaan Brian yang ternyata sudah dibawa kabur oleh Banyu menuju teman-teman basketnya.
“Gue baru tau, ternyata lo kalau pakai dress jadi kelihatan dua kali lebih cantik.”
Blush.
Dari sekian banyak orang yang memujinya cantik, hanya Mahesa lah yang Asha tunggu, hanya Mahesa yang mampu membuat rona kemerahan kembali menguasai wajahnya, hanya Mahesa, tidak dengan yang lain.
Namun, belum sempat Asha membalas perkataan Mahesa, seorang MC yang kini sudah berada di atas panggung kecil itu mendahuluinya untuk berbicara.
“Wah udah semakin ramai ya, gimana kalau kita langsung masuk ke acara tiup lilinnya?” ucap MC tersebut yang diikuti dengan tepuk tangan meriah dari para tamu Yeremias malam ini.
Tak lama kemudian, lilin berbentuk angka 22 tahun sudah menyala di atas kue ulang tahun berwarna biru, warna favorit Yeremias. Lelaki manis itu berdiri ditemani oleh kedua orang tuanya dan Banyu yang berada di samping mama Yeremias.
Iya, Banyu.
Tunggu, kenapa Banyu ikut berdiri di atas sana? Apa hubungan Banyu dengan Yeremias sebenarnya? Asha menolehkan kepalanya ke arah Mahesa yang hanya menampilkan wajah datarnya sembari menghadap ke depan.
“Kak, hubungan kak Banyu sama kak Yere sebenarnya apa sih? Kok kayaknya deket banget,” ucapan Asha sontak membuat Mahesa ikut menolehkan kepalanya ke arah gadis itu.
“Kadang ada sesuatu yang lebih baik lo nggak tau, Sha," ucapan Mahesa sama sekali tidak membuat pikiran Asha terbuka, justru membuat gadis itu berpikir yang tidak-tidak terhadap kedua seniornya, apakah Banyu dan Yeremias sedang menjalin hubungan? Tetapi hal itu sepertinya sangat tidak mungkin terjadi.
“Banyu berdiri di sana sebagai fotografer Yeremias, lo kan tau sendiri kalau Banyu jago banget dalam hal fotografi,” lanjut Mahesa membuat Asha akhirnya bisa bernafas lega. Benar, memang tidak mungkin mereka berdua menjalin hubungan lebih dari teman, sama seperti Brian dan Asha.
Acara terus berlanjut sesuai rencana, mereka menyanyikan lagu Happy Birthday lalu melihat interaksi keluarga Yeremias yang sangat harmonis hingga membuat iri semua orang terutama orang-orang yang telah kehilangan salah satu anggota keluarganya seperti Mahesa, Brian dan juga Asha.
“Nah, acara inti sudah selesai. Sekarang masuk ke acara seru-seruan ya sambil nunggu kembang api yang nanti akan dimulai pukul 10 malam,” ucap MC itu dengan semangat yang seakan tak ada habisnya.
“Oh iya, katanya ada yang mau nyumbang lagu loh! Ayo siapa tadi yang bilang, silahkan naik!" lanjut sang MC hingga membuat beberapa orang saling menatap dan menerka siapakah sosok pemberani yang menyumbangkan lagu malam ini.
Tak butuh waktu lama, seseorang yang dari tadi berdiri di samping Asha akhirnya berjalan pelan menuju ke atas panggung kecil itu membuat semua orang terkejut dan kembali bertepuk tangan lebih heboh.
Asha pun tak luput dibuat terkejut dengan Mahesa yang tiba-tiba naik ke panggung, lagu apa yang akan Mahesa nyanyikan sekarang? Apakah ini lagu yang lagi-lagi ditujukan untuk Asha? Jawabannya adalah iya.
“Pertama-tama, gue mau ucapin selamat ulang tahun buat Yeremias. Selamat ulang tahun bro, semoga bahagia selalu, semoga Tuhan memberkatimu dan semoga tetap langgeng sama your boyfriend,” awalnya Yeremias hanya mengangguk sambil tersenyum, namun akhirnya ia sadar bahwa ada yang salah dari perkataan Mahesa hingga membuat para tamunya melongo.
'your boyfriend.'
“Ah, maaf. maksud gue, kekasih lo,” lanjut Mahesa saat melihat wajah kaku dari kedua sahabatnya sembari tertawa kecil.
Lelaki itu kembali menarik nafasnya lalu menatap netra Asha, “Lagu ini gue nyanyiin khusus untuk seseorang yang berhasil buat gue jatuh cinta sama orang itu. Ini juga buat kalian yang udah nemuin cinta kalian, and enjoy it!” ucap Mahesa sambil tersenyum, tidak biasanya lelaki itu terlihat ekspresif di depan banyak orang, ada apa dengan Mahesa hari ini hingga sukses membuat banyak gadis berteriak.
Seperti biasa, Mahesa menyetel gitarnya terlebih dahulu sambil membiarkan suasana kembali hening, menarik nafas untuk kedua kalinya lalu mulai bernyanyi,
Di sini kita berada, di bawah sinar bulan,
Akulah yang terus menatapmu dengan mata berkaca-kaca
Karena kamu terlihat luar biasa....
Ah lagu ini, lagu yang sedang digandrungi oleh semua orang saat ini, lagu yang membuat orang merasa bersyukur telah jatuh cinta dan dicintai oleh seseorang yang juga tulus mencintainya.
Pada lirik ketika penyanyi merasa tersesat namun akhirnya bisa menemukan sang wanita yang mencintainya.
Apakah Mahesa sebenarnya juga tersesat? Jawabannya adalah, ya.
Namun, jika ditanya apakah Mahesa ingin mencari jalan keluar? Dengan senang hati untuk saat ini, lelaki itu memilih tidak ingin keluar, ia masih nyaman berada dalam zona seperti ini.
Ketika sampai pada lirik 'Jadi, pegang tanganku sekarang, lihat aku' dan seterusnya, sebenarnya Mahesa tidak butuh siapapun untuk melengkapi hidupnya saat ini karena ia sudah terbiasa hidup sendiri dari kecil. Iya, Mahesa lagi-lagi menutupi kebohongannya lewat sebuah lagu.
cintaku, hidupku, awal ku.
tidak-tidak, jangan percaya dengan semua makna dari lirik lagu yang Mahesa nyanyikan, itu hanyalah racun belaka.
Seakan terhipnotis, semua orang yang berada di tempat pesta itu dengan kompak menyalakan senter lalu mengarahkannya ke kanan dan ke kiri mengikuti irama gitar dari lagu yang Mahesa nyanyikan.
Bagaikan di sebuah film, Asha yang tidak ikut menyalakan sinar lampu pada handphone hanya berdiam diri di tengah-tengah kerumunan, menatap Mahesa dari awal hingga akhir lagu sampai telunjuk lelaki itu terangkat lurus ke depan saat lirik terakhir dinyanyikan, ia menunjuk Asha.
Brian yang melihat hal itu hanya tersenyum, beruntung dulu saat masih sekolah di Amerika, lelaki itu sempat mengikuti kelas drama yang mengharuskannya memakai berbagai topeng, dan sekarang Brian kembali memakai topengnya. Tidak apa-apa, hatinya masih berusaha untuk baik-baik saja.
Mahesa turun diikuti sorak sorai para tamu undangan serta suara tepukan tangan yang tak ada habisnya. Lelaki itu berjalan mendekati Asha tak menghiraukan Brian yang menatapnya dengan tatapan tidak suka di balik tubuh gadis tersebut.
“Mau makan-makan gak? Di meja sana ada makanan enak,” ajak Mahesa sembari menunjuk ke arah meja yang berada di atas, meja itu memang sengaja disediakan oleh Yeremias untuk siapa-siapa saja yang ingin menikmati pesta ini dari atas.
Tanpa menunggu lama lagi, Asha segera berpamitan kepada Brian lalu berjalan beriringan dengan Mahesa untuk naik ke tangga menuju balkon atas. Bagi Brian, asal gadis itu bahagia maka ia juga akan turut bahagia.
Tak terasa 15 menit lagi pukul 10 malam, yang tandanya kembang api akan segera dinyalakan. Mahesa dan Asha setuju untuk menikmati kembang api dari sini sekaligus menghabiskan makanan yang sudah disediakan oleh Yeremias.
“Suara kakak tadi enak banget,” ucap Asha setelah mengigit macaron miliknya.
“Biasanya kan udah sering denger gue nyanyi, kenapa baru muji sekarang?” tanya Mahesa, manik jelaganya tak lepas dari mata Asha sama sekali, menatap gadis itu merupakan salah satu bentuk rasa syukur Mahesa kepada Tuhan karena telah menciptakan manusia secantik Asha di dunia ini.
Asha mengangkat kedua bahunya, “Kayak lebih tulus gitu, kayak benar-benar terjadi di dunia nyata.”
Mahesa hanya tersenyum kemudian menatap bibir indah milik Asha yang sekarang menjadi candunya tersebut, warna pink soft dengan sedikit mengkilap membuat Mahesa ingin segera menciumnya.
Lelaki itu mendekat, mengarahkan ibu jarinya ke sudut bibir Asha yang terkena cream dari macaron, lalu menghilangkan noda itu. Bukannya berhenti sampai disitu, Mahesa justru menyapu dan memijit pelan bibir bawah Asha dengan tangannya.
“Gue nggak pernah capek muji bibir lo yang indah ini, kayaknya semua yang ada di diri lo itu indah,” bisik Mahesa dengan suara beratnya membuat Asha kembali dibuat bergidik.
Sejurus kemudian bunyi kembang api yang memekakkan telinga terdengar, Mahesa langsung menghentikan aktifitas menggodanya dan membiarkan Asha menikmati kembang api yang menampilkan bentuk hati serta percikan-percikan apik di langit malam.
“Kak,” suara gadis itu membuat Mahesa menoleh, kini Asha kembali memutar seluruh badannya menghadap Mahesa.
“Kita ini apa?”
Mahesa membeku.
Pertanyaan bodoh apa ini? Kenapa tiba-tiba sekali?
“Apa?” dan Mahesa tidak kalah bodoh.
“Nggak ada temen yang ciuman, nggak ada temen yang nyanyiin lagu cinta buat temennya sendiri. Kak Mahesa pasti tau kalau aku cinta sama kakak, tapi aku nggak tau kakak cinta sama aku atau enggak,” tutur Asha dengan suara yang lirih namun masih tetap menatap manik mata lelaki itu.
Pikiran tentang apa hubungan mereka, siapa dirinya di hidup Mahesa dan apakah Mahesa mencintainya akhir-akhir ini memang selalu menghantui Asha, terlebih lagi Maya berkata bahwa tidak ada teman yang ciuman di bibir. Toh, Asha juga ingin mendapat kejelasan dari Mahesa tentang semua yang sudah terjadi.
“Kakak sebenarnya anggap aku apa?”
Apakah ini saatnya? Tidak. Mahesa masih belum menemukan kata-kata yang tepat untuk ia ucapkan kepada Asha, dirinya juga masih ingin bersama gadis ini walaupun hanya sementara.
“Mahesa!” baru saja ia akan membuka suaranya, tiba-tiba ada seorang gadis yang memanggilnya dari bawah membuat Mahesa kemudian menolehkan kepalanya dan seketika pula wajahnya mengeras.
Gadis itu ... kenapa dia ada di sini?
Kenapa harus sekarang?
Inikah saatnya mengucapkan kalimat perpisahan?