Suasana hening di kamar yang dilengkapi AC tersebut benar-benar membuat Asha dihinggapi rasa kantuk yang teramat sangat, ia kembali mengecek room chat di ponsel miliknya, belum ada jawaban. Sudah sekitar 2 jam gadis itu menunggu Mahesa di rumahnya, bahkan sekarang jam sudah menunjukkan pukul 11 siang namun batang hidung sang senior masih saja belum terlihat.
Usai kejadian ciuman yang terjadi di pantai beberapa hari lalu, Mahesa dan Asha justru semakin dekat walaupun awalnya terlihat sangat canggung. Bahkan hari ini Mahesa rela menjemputnya di rumah bunda untuk sekedar pergi jalan-jalan.
Asha kemudian memilih beranjak dari tempat belajarnya menuju kasur ber sprei warna putih dengan motif bunga tulip, setidaknya lebih empuk daripada harus duduk di kursi tempatnya belajar. Ia berencana untuk memejamkan matanya sebentar sembari menunggu si tukang ngaret itu datang.
Namun, belum genap satu menit Asha merebahkan tubuhnya di atas kasur, terdengar suara motor yang diberhentikan tepat di pekarangan rumah, Asha hafal betul siapa pemilik motor ini. Ia kemudian berdiri dan berjalan menyibak gorden kamarnya yang berwarna merah muda hanya untuk sekedar mengintip lelaki tampan yang akhir-akhir ini selalu berada di sampingnya.
“Asha, itu Mahesa udah datang, buruan turun!” Teriak bunda dari ruang tamu.
“Suruh masuk dulu Bun, Asha mau touch up,” Balas Asha membuat sang bunda yang berada di ruang tamu hanya menggelengkan kepalanya. Wajar saja, Asha sudah dandan sejak pukul 9 pagi dan Mahesa baru datang pukul 11 siang.
Setelah memoleskan pewarna bibir dengan varian coklat di labium indahnya, Asha segera mengambil sling bag berwarna putih dan sepatu sneakers miliknya kemudian berlari turun ke bawah. Ia sempat berhenti di pertengahan tangga sebentar, melihat interaksi sang bunda dengan Mahesa yang cukup baik membuat hatinya menghangat.
“Heh anak gadis kalau dandan lama banget, ayo sini kasian Mahes udah nunggu lama,” omel bundanya sedangkan yang mendapat cibiran kini hanya tersenyum kecil, andai saja bunda tau bahwa sebenarnya yang dari tadi menunggu itu sang anak bukan Mahesa.
“Mahes sama Asha jalan dulu ya bunda,” ujar Mahesa sambil berdiri lalu mencium tangan bunda.
“Iya nak Mahes, tolong jaga Asha ya. Anaknya walau sudah kuliah tapi masih kayak anak kecil,” ledek sang bunda membuat Asha sedikit memajukan bibirnya, gemas.
Mahesa dan Asha kemudian berjalan beriringan keluar dari rumah, satu hal yang baru Asha sadari adalah warna baju mereka yang senada. Mahesa memakai kemeja flannel berwarna navy dengan kancing yang dibiarkan terbuka serta kaos putih polos didalamnya, sedangkan Asha memakai blouse berwana sama dan celana putih. Best couple, pikir gadis itu sembari tersenyum manis.
“Kenapa senyum-senyum?” tanya Mahesa yang saat ini sudah berada di atas motor vespanya.
Asha yang tersadar malah semakin melebarkan senyuman saat Mahesa memasangkan helm di atas kepalanya. Sudah tak terhitung berapa kali sang senior melakukan hal tersebut, namun hati Asha masih berdebar tak karuan sama seperti saat pertama kali Mahesa memasangkan helm itu di kepalanya.
“Kakak nggak capek apa tiap hari gantengnya makin nambah gini, nggak kasihan sama hati aku?” celetuk Asha, anak ini selalu mengatakan hal-hal yang menurut Mahesa tidak terlalu penting dan tidak masuk akal.
“Naik,” jawab Mahesa cuek, Asha yang tidak mendapat respon baik hanya kembali memanyunkan bibirnya kemudian naik ke atas motor.
Mahesa sedikit merasakan sesuatu yang aneh di badannya, degup jantungnya tiba-tiba tidak normal seperti biasa, terasa lebih cepat bahkan ingin melompat keluar dari d**a.
“Harus cek kesehatan ke dokter nih, kayaknya gue kena penyakit jantung,” batin lelaki tersebut.
***
Setelah kurang lebih 45 menit perjalanan, akhirnya mereka sampai di sebuah toko buku yang terletak di jalanan taman kota. Suasana cukup sepi karena cuaca panas yang membuat orang-orang enggan untuk berpergian, untung saja ada AC, pengharum ruangan beraroma lavender serta bau buku yang khas membuat Mahesa dan Asha betah berada di dalam sana.
Asik memilah-milah buku yang akan ia beli, pandangannya kemudian beralih ke sosok tinggi yang juga terlihat sedang sibuk membaca bagian belakang buku dan memasukkannya ke dalam keranjang. Tangan Asha kemudian bergerak meraih beberapa buku yang berada di keranjang milik Mahesa, namun dahinya sedikit mengernyit saat membaca blurb di sampul belakang novel tersebut.
Novel pertama, tokoh utama yang meninggal.
Novel kedua, cinta beda agama.
Novel ketiga, perselingkuhan.
Hampir semua novel yang ia pegang memilik sinopsis yang cukup menyedihkan dan Asha berani bertaruh bahwa ending dari novel itu juga sama menyedihkannya.
“Kak, ini semuanya sad ending?” tanya Asha sedikit mendongak karena tingginya yang hanya sampai leher pemuda itu.
Mahesa hanya menoleh sekilas kemudian menganggukkan kepalanya dan kembali fokus dengan jejeran buku-buku tersebut.
“Heran, kok ada ya penulis yang nulis buku sad ending, lebih-lebih lagi ada yang baca pula,” komentar itu jelas Asha tujukan untuk Kelana si penulis, membuat Mahesa kemudian menoleh penuh kepada juniornya.
“Kenapa emang kalau sad ending?” tanya Mahesa.
“Ya ... buat apa baca novel yang sad ending, bukan bahagia yang didapat malah kita yang akhirnya ikut sedih di real life,” jawab Asha sembari mengambil beberapa buku di rak bertuliskan teens yang ia rasa menarik.
“Happy ending itu bohong,” celetuk lelaki itu.
Hening, kini giliran Asha yang mengalihkan atensinya penuh kepada Mahesa yang malah kembali berkutat dengan buku-bukunya, Mahesa tau Asha membutuhkan penjelasan lebih namun ia memilih untuk memberikan jeda pada kalimatnya tadi.
“Mana ada cerita nyata yang berakhir bahagia? Semua berakhir ditinggalkan atau meninggalkan. Setidaknya kalau lo baca novel sad ending gini, lo ga perlu berekspektasi lebih,” lanjutnya tanpa berani menatap atau sekedar mengetahui air muka Asha yang sedikit berubah.
Asha hanya diam, dua kepala yang sama-sama batu jika harus berdebat maka tidak ada pemenang di antara mereka. Mahesa itu penuh rahasia, Asha harus berhati-hati untuk menggali hati Mahesa.
Setelah selesai memilih 5 novel terjemahan untuk Asha, dan 4 novel dengan genre sad ending yang tentunya milik Mahesa, mereka berdua berjalan ke arah meja kasir untuk membayar.
Jam sudah menunjukkan pukul 3 sore, keduanya sama-sama terlena dan tidak mengerti waktu jika disuguhkan dengan tumpukan buku yang seakan melambai-lambai agar dibaca dan dibeli tentunya.
Jika kalian berharap Mahesa akan membayar semua novel milik Asha, kalian salah. Mahesa adalah seorang manusia paling pelit sepanjang sejarah Asha jalan dengan para teman-temannya, Mereka berdua selalu membayar sendiri-sendiri dan Asha tidak pernah mempermasalahkan hal itu.
Setelah selesai membayar buku, mereka berdua keluar dengan menenteng tas kresek masing-masing. Saat Asha hendak memasang helm, tiba-tiba ia melihat tangan Mahesa terulur memberikan sebuah novel karya Kelana yang sempat Mahesa beli tadi.
“Buat lo,” kata lelaki tersebut sembari menggoyang-goyangkan tangannya bermaksud agar Asha segera mengambil novel itu.
“Biar nanti pas patah hati rasanya nggak terlalu sakit,” jawab Mahesa seakan mengerti isi kepala Asha yang kebingungan.
Asha hanya menggelengkan kepala diikuti dengan tangannya yang mengambil alih novel itu, siapa juga orang yang ingin sakit hati, batinnya bermonolog.
Hari itu mereka habiskan untuk sekedar jalan-jalan mengelilingi kota, mencicipi jajanan yang berada di pinggir jalan seperti biasanya dan berakhir di pasar malam yang sudah buka padahal masih pukul 5 sore.
Setelah membeli permen kapas, Asha memilih untuk kembali menghampiri Mahesa yang terlihat fokus hendak melempar sebuah bola kasti ke tumpukan kaleng bekas, satu tembakan dan roboh semua.
Bukan hanya penjaga stan itu yang melongo, bahkan salah satu pengunjung pasar malam sampai ikut melongo serta bertepuk tangan dengan meriah. Bagaimana dengan Asha? Dia hanya tersenyum bangga, sudah sering melihat kesempurnaan Mahesa membuatnya tidak ikut terkejut.
Penjaga stan tersebut kemudian memberi sebuah boneka bebek berwarna kuning sebagai hadiah dengan agak berat hati yang langsung diambil paksa oleh Mahesa dan diserahkan kepada yang lebih muda.
“Buat lo,” Ujar Mahesa cuek lalu berjalan mendahului Asha yang entah sudah merona untuk ke berapa kalinya hari ini.
“Lo nyadar nggak sih, dulu tuh lo cerewet banget kayak bebek,” senyuman Asha seketika memudar saat mendengar penjelasan dari Mahesa. Sembari tertawa, lelaki itu berlari menjauhi Asha yang kini sudah bersiap untuk memukul kepala Mahesa.
Mereka berdua mengakhiri kegiatan jalan-jalan dengan naik bianglala, melihat matahari yang sinarnya mulai hilang dimakan langit barat dengan 2 pop ice di tangan masing-masing. Senja tidak pernah berbohong untuk memperlihatkan keindahannya, walaupun terkadang harus sedikit mengalah dengan mendung dan pagi, tetapi ia selalu berjanji akan kembali.
Hari ini, senja juga telah berhasil menghipnotis dua insan tuhan yang sedang asik memadu kasih, atau mungkin hanya salah satu diantara mereka yang merasa seperti itu? entahlah, senja tidak memiliki wewenang untuk mengetahui isi hati mereka.
“Kak,” sapa yang lebih muda membuat lelaki berusia 22 tahun itu menoleh kearahnya.
“Apa?”
“Makasih udah buat hidup aku makin berwarna, ketemu orang yang misterius kayak kakak bikin Asha mikir kalau ternyata nggak semua orang galak itu nggak punya hati, buktinya hati kakak baik banget,” jelas Asha sambil tersenyum manis kemudian kembali menatap langit sore.
Mahesa tersenyum tipis, Asha bukan satu-satunya orang yang pernah berkata seperti itu. Dulu juga ada orang yang berkata bahwa Mahesa memiliki hati yang baik, tetapi kemudian berakhir dengan menampar pipi lelaki tersebut dan memberinya sumpah serapah.
“Aku bukanlah aku yang kamu tau,” ujarnya yang membuat Asha kembali menoleh.
Asha kurang mendengar apa perkataan sang senior tadi karena musik tiba-tiba dinyalakan dengan keras, Mahesa yang tau bahwa Asha tidak mendengar kata-katanya hanya menggelengkan kepala dan mendekatkan mulutnya ke telinga Asha sembari menyelipkan anak rambut yang dengan nakal lepas dari ikatannya akibat angin.
“Kamu cantik malam ini,” bisik Mahesa lalu dengan perlahan menempelkan bibirnya ke labium berisi milik Asha, sedikit menyesapnya membuat Mahesa tersenyum kala merasakan manis di bibir gadis tersebut. Hari ini, Asha kembali berhasil dibawa ke langit oleh Mahesa.