Hari ini aku tidak ikut Kak Theo ke kantor karena ingin menghabiskan waktu bersama Bang Raka. Ingin menuntaskan rasa rindu ini sebelum menabungnya lagi. Heh, apaan sih aku haha.
Tapi aku rada was-was sih.
Soalnya si centil pasti akan leluasa menggoda suami tampanku. Ugh, meskipun Kak Theo tidak tergoda, tetap saja aku kesal membayangkan si centil itu beraksi. Di dekatku saja dia berani bertingkah seperti itu apalagi kalau tidak ada aku.
"Honey, kenapa melamun?"
"Queen gak melamun kok, cuma berpikir hehe."
"Mikirin apa, honey?"
"Si centil, bang."
"Si centil?" ulang Bang Raka seraya mengelus puncak kepalaku.
"Iya. Dia sering menggoda Kak Theo. Tidak hanya itu, dia juga sering mengancam Queen."
"Siapa namanya? Biar abang berantas orang yang berani menganggumu itu."
"Gak perlu, bang. Queen bisa mengatasinya sendiri."
"Kalau Theo tergoda, apa yang akan kamu lakukan, honey?"
"Pertanyaan abang gitu amat sih. Kata orang, kata-kata yang terucap bisa aja jadi kenyataan." renggutku kesal.
Bang Raka terkekeh seraya mencubit pipiku sekilas. "Misalnya, honey."
"Queen pergi aja dari hidup Kak Theo. Queen gak mau hidup dengan pria yang gak setia."
Aku serius. Lebih baik aku pergi dari hidupnya daripada hidup bersama pria yang tidak setia. Yang ada, akan makan hati terus. Aku tidak akan sebodoh itu hanya karena cinta, tapi Kak Theo bukan lah tipe lelaki seperti itu. Dia setia. Buktinya saja dia tidak pernah menyambut kedatangan bibit pelakor dengan tangan yang terbuka.
"Ehm, bang. Kita ke luar yuk?" ajakku kemudian.
"Kemana, honey?"
"Ke cafe. Queen mau muffin sama ice cream coklat."
"Oke."
"Kita berangkatnya pake motor sport ya, bang?"
"Oke."
"Abang pake baju kaos. Jangan baju kemeja."
Bang Raka mengernyitkan keningnya, seperti orang sakit kepala. "Kenapa sih? Kan abang jadi terlihat makin ganteng kalau pakai baju kemeja?"
"Jangan banyak tanya! Ikuti aja kata Queen."
"Iya, iya."
"Warna putih ya baju kaosnya. Queen nanti pake dress putih biar kita kayak couple-couple goals gitu." kikikku.
Bang Raka mengangguk dan berdiri. Ketika dia baru saja melangkah, aku segera menahan belakang bajunya hingga dia berbalik, menatapku heran. "Apalagi, honey?"
Rasa sedih ku rasakan ketika dia bertanya dengan nada kesal. Tanganku perlahan terlepas dari baju kemejanya. Demi menyembunyikan air mata, aku menunduk seraya berujar sebiasa mungkin. "Tidak jadi."
Kenapa Bang Raka jadi seperti ini kepadaku sekarang?
Apa karena Bang Raka merasa terganggu olehku?
Kalau memang merasa terganggu, kenapa malah mengunjungiku ke sini? Lebih baik tidak berkunjung sama sekali. Atau, aku terlalu banyak permintaan sampai Bang Raka jadi kesal?!
Aku refleks menutup wajah ketika Bang Raka berjongkok di depanku. "Kamu kenapa, honey? Kenapa menangis?" Isakan keluar dari mulutku tanpa dapat ditahan.
"Astaga. Kenapa malah menangis? Cengeng banget deh."
Air mataku malah semakin deras mendengarnya mengataiku cengeng.
"Lah, kok makin nangis kejer?"
Bang Raka menarik kedua tanganku secara paksa. Menahannya dengan satu tangan lalu tangan satunya lagi digunakan untuk menghapus air mataku.
"Jangan nangis dong, honey. Apa aku menyakiti hatimu, hm??"
Baru saja aku hendak menjawab, deringan ponsel Bang Raka menganggu.
"Tunggu sebentar, honey."
Setelahnya dia menjauh dariku dan sibuk bercengkrama dengan orang yang menelponnya.
Ku seka air mata yang mengalir di pipiku dan melemparkan bantal sofa ke arah Bang Raka. Namun, Bang Raka malah menghindar. Alhasil, bantal yang kulemparkan tadi malah mengenai pot bunga di atas meja hingga hancur berkeping-keping dan menimbulkan bunyi yang sangat nyaring.
"Ish, dasar abang nyebelin!!" umpatku seraya berlari ke kamar dan membanting pintu agar Bang Raka tahu aku sedang kesal dengannya.
****
Kecupan ringan di pipiku membuatku merasa terganggu dan berakhir membuka mata. Padahal aku sedang bermimpi indah tadinya.
"Eh, Kak Theo. Sejak kapan pulang? Mau Queen siapin air mandi?" tanyaku langsung.
"Aku sudah selesai mandi, bee."
"Emang sekarang sudah jam berapa?"
"Jam 6, bee."
What? Lama banget dong aku tidur siangnya. Tapi wajar sih. Semalam Kak Theo membuatku tidak bisa tidur cepat.
"Kamu sudah mandi belum?" Kak Theo mengelus pipiku lembut.
"Belum."
"Pantesan aja bau." Menjawil hidung mancungku.
Refleks aku menepis tangannya karena dia mengataiku bau.
"Jangan dekat-dekat Queen kalau Queen bau. Gak usah ngejek!" ketusku seraya beringsut menjauh darinya.
Bukannya meminta maaf Kak Theo malah tertawa keras. "Aku tidak mengejek, bee. Tapi fakta. Sudah, mandi sana. Setelah itu kita makan malam.
Menyebalkan.
Tanpa berbasa basi lagi aku bangkit dari tempat tidur. Pergi ke kamar mandi dan membanting pintu kamar mandi saking kesalnya.
Dia mengataiku bau?
Awas aja!
Gak akan ku bolehin peluk tubuhku setelah ini.
Di dalam kamar mandi aku menuangkan sebotol sabun cair beraroma mawar ke dalam bathub yang sudah di isi air oleh Kak Theo. Ya, memang siapa lagi yang masuk ke dalam kamar mandi selain dirinya.
Aroma mawar begitu menyeruak, menusuk hidungku. Pakaian yang melekat di tubuhku, aku buka dan langsung masuk ke dalam lautan sabun.
Aroma mawar yang menenangkan.
Setelah ini pasti Kak Theo tidak akan mengejekku bau lagi.
Eh, tapi memangnya aku bau ya tadi?
Tetapi, selama ini aku tidak pernah bau meski pun tidak mandi selama seharian penuh.
Bagaimana kalau Kak Theo eneg padaku dan malah memilih si centil?
Ini tidak boleh dibiarkan!
Tangan besar dan hangat di kedua bahuku, membuatku langsung membuka mata.
Tatapanku beralih pada dua tangan besar yang memijit pelan bahuku.
Lalu, aku menoleh ke belakang.
Senyuman manisnya menyambut penglihatanku.
"Ku pikir tadi kamu tertidur, bee."
Aku mendengus dan menyingkirkan tangannya. "Mana mungkin Queen tidur di dalam bathub ini?!"
"Kok malah marah?"
"Dih, siapa yang marah."
"Kamu! Bicara dengan nada tinggi padaku."
Aku membuang pandangan ke arah lain. Selain menatapnya. Namun, hal itu tidak berlangsung lama kala Kak Theo berjongkok di sampingku dan memaksa wajahku menoleh padanya. "Kamu ada masalah?" Bertanya dengan begitu pekanya.
"Gak!" Sebenarnya ada namun mulut ini terlalu berat untuk mengungkapkan kalau aku memang ada masalah dan masalahnya tak lain pria di sampingku ini. Aku kesal dia mengataiku!
"Tapi kenapa kamu seketus ini? Atau kah karena masalah Raka? Dia tidak pamit pergi denganmu?"
"Dia sudah pergi?!" tanyaku kaget.
"Iya, bee. Dia bahkan sudah tidak ada saat aku sampai di rumah."
Air mata kekesalan tidak dapat lagi di tahan ketika mendengar Bang Raka sudah pergi tanpa meminta izin padaku sama sekali. Dia bahkan mengabaikan kemarahanku. Biasanya dia akan selalu membujukku saat aku kesal atau pun marah.
Bang Raka sudah tidak sayang Queen lagi ya?
"Jangan nangis, bee. Nanti aku kasih pelajaran ke Raka supaya tidak berani pergi tanpa pamit lagi." Kak Theo mengecup mataku lembut dan penuh perasaan.
Duh, kenapa Kak Theo manis banget sih?
-Tbc-