GM-28-Sambutan hangat

1159 คำ
Sebenarnya, Tri lebih suka kalau ia bisa ke luar rumah dengan kendaraan umum. Selain karena iya tidak begitu suka diperlakukan seperti seorang putri--yang ke mana - mana selalu diantar - jemput-- yang membuatnya bisa saja bersikap manja. Padahal, banyak di luar sana, gadis seusianya yang mendambakan itu. Diantar jemput dengan mobil mewah. Tidak harus erlibat dengan penumpang lain di bus, kereta atau angkutan umum lainnya. Atau harus menunggu kang ojek online. Asx "Nanti, di pertigaan di depan bapak belok kanan ya pak," pinta Tri pada pak supir yang dibalas oleh pria berusia empat puluh tahunan itu dengan menganggukkan kepala. "Baik, non." Tri menatap ke luar kaca mobil. Langit kota Argon nampak begitu indah dan tidak bisa diabaikan begitu saja. Membuat gadis itu berlama - lama menatap seraya memotret view langit indah itu dengan ponsel pintarnya. Satu, dua, tiga foto rasanya tidak cukup. Oleh karena itu, setelah jumlah foto dengan view yang sama itu mencapai puluhan foto. Barulah gadis itu menyudahi aktivitas fotographi mendadak. Bersamaan dengan sampainya mereka di depan sebuah rumah sederhana bernuansa minimalis. Dengan cat berwarna putih berpadu abu. Mata bulat dengam bulu mata lentik itu nampak berbinar senang. Saat pandangannya jatuh pada pintu rumah yang terbuka lebar. Seolah sengaja dibuka untuk menyambut kedatangannya. "Tri pulangnya agak sore pak. Nanti Tri kabarin aja, kalo memang butuh dijemput." Gadis turun dari mobil dengan hati senang. Setelah berpamitan pada pak supir yang hanya bisa mengangguk meng-iyakan. Lalu kembali melajukan mobil meninggalkan perkarangan rumah. Gadis dengan rambut dicepol tinggi itu terlihat berjalan pelan mendekati pintu rumah. Entah kenapa hatinya terasa begitu gembira dan antusias saat langkahnya sudah mencapai teras rumah sederhana itu. "Assalamu'alaikum," ucapnya seraya menggenggam tali paperbag doraemon itu dengan gelisah. Padahal, ia hanya akan bertemu dengan Sian karena ingin mengembalikan almet serta helm. Ah helm.... Tunggu?! Helm?! Gadis itu meringis seraya menjambak rambutnya dengan geram. Kenapa ia melupakan benda itu. Kenapa?! "Saking senengnya pengen ke sini lo, ya! Jadi lupa apa aja yang musti lo bawa! Dasar!" rutuknya pada diri sendiri. Sejurus kemudian, seseorang datang dari dalam rumah. Menyapanya dengan ramah seraya memberikan pelukan sambutan hangat. Siapa lagi kalau bukan bu Amina. Ibunya Sian. Gadis itu diajaknya masuk ke dalam rumah. Karena kedatangannya sudah dinanti - nanti. Hampir saja Tri lupa diri dan ingin memekik senang atas perlakuan hangat dan penuh kasih sayang yang ia dapatkan dari keluarga ini. "Ibu udah siapin cemilan buat kalian belajar nanti. Ibu juga baru aja selesai bikin es jeruk buat nemenin belajar kalian. Semoga nak Tri betah ya," ujar bu Amina dengan antusias yang tak kalah tingginya dengan yang Tri rasakan. "Tri betah banget kok, bu. Malah Tri pengen nginep lagi," balas gadis itu dengan menggebu - gebu. "Kalo dibolehin, hehe..." imbuhnya seraya nyengir kuda. Membuat bu Amina ikut terkekeh pelan melihat respon dari gadis unik yang ada di hadapannya ini. "Oh iya, bu. Kananya mana?" tanya Tri seraya mengedarkan pandangan ke sekeliling ruangan. "Ada di kamarnya. Duh, tuh anak! Temen dateng bukannya disambut malah di kamar gak keluar - keluar." Bu Amina mengomel seraya ingin berlalu memanggil anak gadisnya itu. "Tri tunggu di sini aja, dulu. Duduk yang nyaman. Ibu ke kamarnya si Kana sebentar." Tri mengangguk mengiyakan. Lalu mendaratkan pantatnya di sebuah kursi kayu yang dilapisi busa empuk sebagai alas duduk yang juga terdapat di kedua sisinya. "diminum es jeruknya!" pekik bu Amina dari dekat kamar Kana. "Iya, bu!" balas Tri. Lalu gadis itu pun meraih gelas mini berwarna putih gading itu dengan pelan. Menuangkan es jeruk yang nampak begitu segar dan memanjakan mata serta membuat tenggorokkan Tri yang sempat kering meronta - ronta ingin diberi asupan cairan. Agar bisa tetap fokus. Fokus belajar bukan malah fokus mencari tahu tentang Sian lebih banyak. Apalagi terobsesi ingin segera menaklukkan hati pria dingin itu. Entah kenapa, Tri merasa kalau hasrat ingin memiliki Sian semakin menggebu - gebu dan meletup - letup. Apa mungkin, karena pria itu sudah beberapa kali membantunya. Padahal mereka sama sekali tidak saling mengenal satu sama lain. Mereka hanya orang asing. Tri hanya gadis asing bagi Sian. Namun tidak sebaliknya, Tri merasa kalau mereka bukanlah orang asing. Entah karena ia sudah lama mengikuti akun social media pria itu, terutama akun Ways di mana Sian menulis sebuah cerita yang mengantarkan Tri pada pertemuan pertama mereka. Pertemuan pertama yang selanjutnya menjadi pertemuan kedua, lalu pertemuan keempat dan disusul dengan pertemuan - pertemuan lainnya. Siapa yang menyangka? Semesta selalu punya kejutan, bukan? *** Waktu berlalu begitu cepat. Sampai beberapa orang baru menyadari akan beberapa hal yang terjadi dalam hidupnya. "Cemilan ini namanya apa, ya, Na?" Tri bertanya seraya menatap cemilan yang dimakasud oleh bu Amina. Bentuknya unik dan rasanya enak. Tampilannya terlihat sederhana namun soal rasanya jangan ditanya. "Apa karena aku jarang ke luar rumah. Jadi banyak hal yang gak aku ketahui. Kayak nama dari cemilan ini." Tri berkomentar seraya melanjutkan aktivitas makan siangnya dengan lahap. "Namanya corndog, Tri. Gimana? Enak ga?" Jelas Kana yang diakhiri dengan kalimat tanya. Tri, gadis itu mengangguk dengn kuat. Sampai menyebabkan cepolan rambutnya bergoyang - goyang. "Enak banget!" balasnya dengan cepat hampir memekik. "Oh iya, abis ini kamu mau langsung pulang kah?" tanya Kana pada sahabatnya seraya meletakkan saus cabe yang baru saja ia tuangkan di atas corndognya. Tri menggeleng. Sebelum dapat menjawab, ia menyelesaikan kunyahannya lebih dulu. "Enggak, Na. Aku sekalian pengen nanya soal materi Biologi yang bakalan kita pelajari pekan depan." Kana yang masih merasa asing dan aneh. Karena Tri terlihat sangat menggebu - gebu ingin belajar. Tidak tahu saja, kalau di dalam hatinya ia menambahkan satu hal yang ingin ia lakukan. Ya. Bertemu dengan Sian. Tri sangaja tidak membahas soal almet yang ia bawa. Gadis itu sengaja berlama - lama di rumah sahabatnya itu. "Udah ngabarin mamamu, kalo kamunya pulang telat?" tanya Kana pelan dan penuh kehati - hatian. Takut ia salah bicara. Sebab, sejauh ini, yang ia lihat dari sebelum - sebelumnya Tri tidak begitu senang saat membahas tentang keluarganya. Terlebih kalau mama ataupun papanya. Tri nampak terdiam sebelum bisa menjawab pertanyaan yang dilontarkan sahabat itu. "M-maaf ya, Tri. Aku cuma nanya, gak bermak,-" belum sempat Kana menyelesaikan kalimatnya. Tri sudah lebih dulu menjawab. "Apa harus ya, Na? Aku gak berpikir kalau mama sepeduli itu," cicitnya seraya menampilkan senyum yang terlihat menyedihkan. "Hmm setiap orang tua pasti peduli dengan anaknya. Barangkali cara mereka mengekspresikan rasa peduli itu dengan cara yang berbeda - beda. Tapi, sependek pengetahuan aku, tiap ibu pasti khawatir kalau anaknya tidak pulang tepat waktu dan tanpa mengabari mereka sebagai orang tua." Setelah mengatakan kalimat nasihat yang panjang itu, Kana baru menyadari suatu hal. Ia merasa terlalu lancang karena telah mengatakan kalimat itu barusan. Tapi, ternyata respon yang ditunjukkan seorang Tri malah di luar asumsi dan prasangka sahabatnya. Gadis itu tersenyum seraya berterimakasih pada Kana. Lalu mengetikkan sesuatu pada layar ponselnya dengan sudut bibir terlihat tertarik ke atas. Meski merasa aneh. Tri tetap mengetikkan sesuatu di layar ponselnya. Sebuah pesan singkat yang ditujukan untuk sang mama. Meski kalimatnya sangat singkat dan sederhana. Entah kenapa, Tri merasa ada kelegaan setelah melakukannya. ***
อ่านฟรีสำหรับผู้ใช้งานใหม่
สแกนเพื่อดาวน์โหลดแอป
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    ผู้เขียน
  • chap_listสารบัญ
  • likeเพิ่ม