Sebenarnya, apa yang membuat orang - orang bekerja keras untuk mendapatkan sesuatu? Padahal, segala yang ada di muka bumi ini sifatnya tidak kekal. Fana.
Fatamorgana. Jadi, untuk apa beruaha terlalu keras hanya untuk mendapatkan hal - hal yang sifatnya sementara? Akan lenyap jua seiring berjalannya waktu.
Ya, tentu saja. Bahkan, jasad tiap - tiap makhluk pun akan lenyap atas seizin Yang MahaKuasa.
Bicara soal fana. Perasaan cinta yang dirasakan seseorang di masa pubernya, kiranya dapat dikategorikan sebagai hal yang fana.
Cinta monyet, kata orang. Namun, Tri tidak paham, kenapa perasaan sukanya di masa pubernya ini dikatakan sebagai cinta monyet? Apa korelsi antara perasaan cintanya di usia remaja dengn si monyet?
"Coba kita cari di gugel," usul Kuna antusias seraya mengetikkan kata kunci di layar ponselnya yang menyala.
Sementara itu, Kana dan Tri mengangguk setuju dan menunggu gadis kecil itu mencari pengerti cinta monyet yang mereka perdebatkan sejak tadi.
"Ketemu!" Kuna berseru seraya menyentuh laman yang menjelaskan maksud dari istilah 'Cintz Monyet'. Kana dan Tri ikut antusias ikut menoleh ke layar ponsel Kuna dengan penasaran apa istilah cinta monyet yang mereka bicarakan sebelumnya.
"Cinta monyet (bahasa Inggris: puppy love) adalah istilah informal untuk perasaan cinta romantis atau platonik yang sering dirasakan selama masa kanak-kanak dan remaja awal, "umumnya 4 hingga 14 tahun.Kata puppy love digunakan dalam bahasa Inggris, merujuk pada anggapan bahwa cinta masa kanak-kanak ini mirip dengan cinta atau afeksi yang diberikan pada anak anjing. Menurut beberapa pendapat istilah cinta monyet dalam bahasa Indonesia berasal dari tingkah laku monyet yang gemar bermain-main.[butuh rujukan] Istilah ini juga dapat digunakan secara peyoratif sebagai kata sindiran, umumnya digunakan kepada seseorang yang kurang mencintai pasangannya.
"Cinta monyet adalah pengalaman umum dalam proses pendewasaan.Cinta monyet juga digambarkan sebagai pengalaman kedewasaan di mana anak diberikan rasa individualisme karena mereka merasakan emosi yang intim untuk seseorang yang bukan bagian dari keluarga mereka sendiri."[Wikipedia].
Kuna menyelesaikan aktivitas membaca penjelasan mengenai istilah cinta monyet yang sering dipakai oleh orang - orang. Menarik napas dalam - dalam dan mengembuskannya dengan perlahan.
"Jadi, itu tadi penjelesan mengenai istilah cinta monyet yang kak Tri dan kak Kana bicarain sebelumnya." Kuna berujar seraya menutup page yang menampilkan penjelasan mengenai cinta monyet yang barusan ia buka.
Tri dan Kana nampak menganggukkan kepala dengan kompak.
"Jadi, cinta yang Tri rasain ke bang Sian, itu, bukanlah cinta monyet. Sebab, umur Tri kan, udah tujuh belas tahun," simpul Tri seraya tersenyum penuh arti, membuat Kuna dan Kana sontak saling menoleh satu sama lain dan menganggukkan kepala setuju.
"Beneran, kalian setuju kalau Tri jadi kakak ipar kalian?!" Tri bertanya dengan wajah tak percaya dan bola mata yang berbinar senang.
Tapi, respon yang diberikan Kana dan Kuna selanjutnya, berhasil membuat gadis dengan rambut dicepol satu itu cemberut.
"Enggak," jawab keduanya kompak dengan ekspresi wajah datar sedatar datarnya dengan kepala menggeleng pelan.
"Kalau itu, beda cerita kak Triii" Kana membuka suara. Gadis kecil itu menjelaskan arti dari anggukan serta gelengan kepala yang mereka lakukan.
"Maksud Kuna, perasaan yang dirasain kak Tri, barangkali memang bukan cinta monyet. Tapi, buat restuin kak Tri jadi kakak ipar Kuna, itu rasanya enggak deh. Usia Bang Sian itu udah dua puluh tiga tahun, sedang otw menuju dua puluh empat tahun. Ya kali kak Sian suka sama kakak yang usianya baru tujuh belas tahun." Tri tidak bisa berkata apa - apa setelah mendengar penjelasan dari adik sahabatnya ini. Ia ingin menyangga pendapat Kuna, tapi ragu. Ia ingin setuju dengan apa yang dijelaskan gadis berwajah tembam itu, tapi itu tidak mungkin.
Jelas sekali jiwa bucin Tri meronta - ronta.
Batinnya seoalah berteriak kencang, "Kenapa?!"
"APA YANH SALAH DENGAN PERBEDAAN USIA ENAM TAHUN?!"
Tapi, tentu saja ia tidak mengatakan kalimat itu kepada calon saudara ipar yang ada di hadapannya saat ini.
Tri hanya bisa cemberut dan bergumam pelan.
"Di luar sana banyak kok, yang usianya beda sampai belasan tahun. Tapi tetap langgeng."
Kana menatap adik bungsu dan sahabatnya itu satu persatu. Lalu mengambil inisiatif untuk memberikan jalan tengah dari perdebatan keduanya.
"Gini aja. Kita kembalikan perkara ini ke pihak yanh bersangkutan. Kalau Tri suka sama bang Sian, Tri harus ungkapin ke orangnya. Terus, kalo bang Sian menolak maka Tri harus terima dengan d**a lapang. Tapi, kalau sebaliknya. Bang Sian juga suka sama Tri. Maka, Kuna harus terima dengan d**a yang lapang juga, kalau Tri bisa saja jadi kakak ipar kita beneran." tutup Kana dengan sebuah usul kesimpulan yang cukup adil.
"Gimana?" tanya Kana menunggu respon dari adik dan sahabatnya itu. Menatap keduanya secara bergantian dengan alis dinaik-turunkan.
"Aku sih, yes." Tri menyetujui usul yang Kana tawarkan.
Kuna, gadis itu nampak berpikir keras seraya menatap sahabat kakaknya itu dengan tatapan penuh selisik.
Kalau dilihat - lihat, Tri cukup menarik. Bahkan sangat menarik. Tidak hanya secara visualisasinya. Gadis itu juga berattitude yang baik dan yang paling Kuna suka ialah Tri sangat loyal, atau bisa diartikan tidak pelit sama sekali. Gadis itu tak segan - segan mentraktir Kuna saat ia datang berkunjung ke rumah seperti saat ini.
"Oke. Kuna juga setuju," balas gadis tembam itu dengan mantap.
Tri hampir saja memekik kegirangan. Namun, ia menahannya sekuat tenaga, jiwa dan raga.
"Tahan, Tri!" batinnta mengingatkan dengan tegas. "Jaga image di depan calon adik iparmu!" pekik batinnya mengingatkan. Agar gadis itu tidak hilang kontrol.
Lalu, diskusi itu berakhir dengan baik. Acara kerja kelompok yang Tri katakan pada mamanya sebelum berpamitan, itu, tak ubahnya hanya acara diskusi yang membuatnya lebih dekat dengan keluarga pria yang disukainya.
Mendengar bagaimana Sian membimbing dan menjaga ibu dan adik - adiknya selama ini, membuat Tri jatuh hati berkali - kali.
Ah tidak! Lebih tepatnya, Tri ingin bangun. Membangun rumah tangga yang sakinah mawaddah dan warahmah bersama pria itu kelak di masa depan.
Sekolah dulu yang benar! Cibir batinnya sekeptis.
Tentu saja ia akan sekolah dengan baik dan benar. Tri tahu betul, kalau Sian tidak menyukai gadis bodoh. Sian tampan, cerdas dan juga pekerja keras. Tentu saja pria itu menginginkan wanita yang cerdas dan pekerja keras pula. Maka dari itu, Tri akan belajar lebih mandiri lagi. Belajar lebih giat lagi.
Tanpa sadar, gadis itu sibuk berdiskusi dengan dirinya sendiri. Membuka forum diskusi. di kepalanya. Bertanya lalu menjawabnya sendiri. Atau menyangkalnya saat tak sesuai dengan apa yang ada di hatinya.
Hari sudah semakin siang. Matahari sudah semakin tinggi. Namun, gadis bernama Triana itu, semakin betah berlama - lama bertamu di rumah Sian.
"Kamu belum mau pulang?" tanya Sian saat mengambil minuman di lemari pendingin dan Tri sedang berada di sana.
Gadis itu juga ingin mengambil minuman yang sama, namun ia menunggu Sian melakukannya lebih dulu.
"Nih!" Sian menyodorkan satu botol minuman dingin di hadapan gadis itu. Tentu saja Tri menerimanya dengan senang hati. Walau ia masih merasa terganggu dengan pertanyaan ketus Sian sebelumnya.
"Jangan pulang kesorean. Kabarin keluarga kamu. Biar mereka gak khawatir." Tri mengangguk mengerti.
Siapa sangka, kalimat yang Sian pikir sangat sederhana yang ia lontarkan barusan ternyata berdampak sangat besar bagi perasaan seorang Tri.
Layaknya butterfly effect.
***