The.Vi - 2

1506 Words
Hari ini tim cheerleaders sedang merekrut anggota baru. Semua siswi yang mengikuti audisi sedang berjajar rapi di lapangan basket. Mereka menunggu sang ketua tim datang memberi nilai untuk setiap aksi yang di perlihatkan. "Vi, nih nama ciwi-ciwi yang ikutan audisi," ujar Dinda sembari memberikan daftar calon peserta "Wait. gue baca dulu. " Vivi membaca nama-nama peserta, hingga matanya terbelalak ada nama Tuti Maryati di daftar peserta. "Vangke! Nyi Loro Ngidul ikutan audisi?" seru Vivi yang tak percaya "Hah? Siapa tu, Vi?" tanya Dinda terheran "Itu si Tuti Maryati." "Emang kenapa, Vi?" tanya Dinda tak mengerti "Ni bocah musuh bubuyutan anak GAS!" jelas Vivi "Yaelah, Vi. gitu aja ribut, tinggal tolak aja kenapa sih. " "Tidak semudah itu, Marimar. kalo gue yang nolak nih bocah, entar gue kagak bisa gali info soal kehidupan dia. " "Terus gimana dong, Vi?" "Bentar-bentar.. pelatih Nora kemana ya?" "Ada di lapangan, Vi" "Ikut gue kesana." Vivi dan Dinda mencari pelatih cheerleaders, Vivi ingin Nora sebagai pelatih yang menolak Tuti secara langsung. Ia berjalan menyusuri lapangan basket untuk sampai ke tempat pelatihnya. Sialnya Vivi, ia bertemu dengan Tuti terlebih dahulu sebelum bertemu dengan pelatih Nora. "Pipi!" panggil Tuti dengan bersemangat Tuti berlari kecil menghampiri Vivi. Tentu hal itu membuat Vivi berdecak kesal. "k*****t! Kenapa ketemu dia dulu sih," gumam Vivi sembari tersenyum pada Tuti Tuti memeluk Vivi sekilas, lalu ia memegang tangan Vivi. "Pipi!" "Vivi, g****k!" "Ah lo kan tau gue nggak bisa ngomong pe." "Ada apa?" "Gue ikutan audisi nih." "Ya terus...?" "Lolosin ya? Ya, Ya?" "Hmm, yang milih kan pelatih gue, bukan gue, Tuti. " jelas Vivi "Ayolah, Vi... gue pengen banget ikutan cheerleaders." rengek Tuti "Buset dah, nape jadi melow sih, " "Tolongin sahabat lo yang manis ini, Pipi." rengek Tuti lagi "Gue kagak bisa mutusin itu, Tut. Mending lo ikut audisi kek anak-anak lain deh, biar adil gitu." "Pipi kan cantik, sahabat Tuti. Bantuin napa, sekali ini aja" 'Jijay gue sama omongan ni bocah, kapan gue bisa pergi nih."batin Vivi Vivi mulai jenuh mendengar rengekan Tuti. Ia menginjak kaki Dinda yang berdiri di sampingnya, sebagai kode agar membuatnya pergi dari hadapan Tuti. "Aduh!" pekik Dinda "Eh temen lo kenapa, Pi?" tanya Tuti heran "Gue gapapa kok! Eh... Pelatih manggil tuh, Vi. Kita kesana yuk." ujar Dinda "Eh, iya. Tuti, gue kesana dulu ya? Semangat buat audisinya, Tuti. Entar gue pasti liat lo kok." Vivi dan Dinda melangkah pergi meninggalkan Tuti. "Loh, Loh. Pi, Pipi... ih ... kok pergi sih!" Vivi menandai nama Tuti dengan tinta merah. Ia mengatakan pada pelatihnya, jika Tuti di tolak. Namun Vivi ingin pelatihnya sendiri yang memberitahu Tuti agar tak ada salah paham di antara mereka. Nora hanya mengangguk, dan mereka memulai audisinya. Ada empat puluh siswa cewek disana, dan yang terpilih hanya lima belas saja. Sudah lima anak cewek yang mengikuti audisi, dan satu di antaranya telah lolos. Dan kini giliran Tuti  yang menunjukkan kebolehannya. Setiap anak yang mengikuti audisi, diberikan waktu lima menit untuk menunjukkan kebolehannya. Tuti sedang menunjukkan aksinya didepan pelatih Nora dan Vivi. Penampilan Tuti sedikit membuat pelatih Nora kagum. Namun pilihan tetap berada di tangan Vivi sebagai ketua tim. 'Sialan! Boleh juga ni bocah.' batin Vivi Vivi menengok ke arah pelatihnya, ia memberitahu pelatihnya, untuk membuat Tuti mengikuti gerakan anak tim cheerleaders lainnya. "Dinda, Gea. Sini deh" panggil Vivi "Ada apa, Capt?" jawab Gea "Kalian coba gerakan shoulder sit sama Tuti. Gea, lo yang pasangan sama Dinda, entar Tuti ama gue." ujar Vivi "Copy that." jawab Gea Setelah memberikan intruksi pada teman-temannya, Vivi memanggil Tuti untuk melakukan gerakan yang sudah ia rencanakan. "Tuti, lo coba gerakan kek yang di contohin Dinda sama Gea ya. " jelas Vivi "Oke, Pi." Dinda dan Gea memulai gerakannya terlebih dahulu. Gea beraksi naik keatas Dinda, mereka melakukan gerakan dengan sempurna. Lalu Vivi memberitahu Tuti untuk melakukan hal yang sama dengannya. Tuti mengambil kuda-kuda, lalu Vivi beraksi naik ke atas Tuti. Sayangnya saat Tuti mencoba menegakkan posisinya, ia merasa tak mampu menahan berat tubuh Vivi. "Eh, eh... lo kenapa sih.. aaarrghh!" seru Vivi BRUUK.. Tubuh Vivi jatuh kebelakang, membuat punggungnya terbentur lantai dan kakinya terkilir. Vivi mengeluh pada tulang punggungnya yang terasa nyeri. Sementara siswi lain menatap tajam kearah Tuti. Pelatih Nora juga beberapa teman Vivi menghampirinya. "Vivi, lo gapapa kan? Tuti pasti kurang seimbang itu tadi. " seru Nat yang mencoba membantu Vivi "Punggung gue sakit, Nat. gue gak bisa berdiri... bantuin gue,Nat." rintih Vivi "Tim medis dong. bantuin temen gue, Cepetan!" Nat memanggil anak medis untuk membawa Vivi ke ruang UKS Beberapa menit kemudian, anak medis datang membawa tandu. Tuti merasa bersalah dengan hal itu, namun didalam hatinya ia tersenyum licik. "Pipi, maafin gue." ujar Tuti menyesal "Argh.. Sakit... Nat, hubungin Theo dong." rintih Vivi "Pi, maafin gue. Gue beneran ga sengaja." ujar Tuti sekali lagi "G-..." Saat Vivi akan menjawab, Gea terlebih dahulu mendorong Tuti untuk menjauh dari Vivi. "Lo pasti sengaja kan? Ngaku lo!" bentak Gea yang kesal kapten timnya cidera "Sumpah, gue ga sengaja." suara Tuti mulai bergetar "Gea, udah... Tuti ga salah kok, gue aja yang ceroboh tadi," ujar Vivi sembari menahan sakit "Ngapain lo salahin diri sendiri sih, Vi. Ni anak nih yang salah. Masak gerakan gitu doang ga becus!" lagi-lagi Gea emosi "Kalian tenang dulu ya, kita bawa Vivi ke UKS aja dulu," ujar pelatih Nora Empat anak medis membawa Vivi ke UKS menggunakan tandu. Sedangkan Tuti mulai berkaca, karena semua mata menyalahkannya atas kejadian itu. *** Theo baru saja menerima telepon dari Natalia. Tangannya mengepal, wajahnya nampak memerah karena emosi. "Bangke! Cari masalah ni anak atu." gumam Theo Saat itu Theo sedang berada di kantin bersama Arde dan Ahmad. Kedua temannya yang mendengar perbincangan Theo dengan Natalia hanya menggelengkan kepala. Pasalnya mereka tahu bahwa Theo sangat sensitif jika ada yang menyakiti Vivi. Setelah mengetahui apa yang terjadi pada kekasihnya, ia berlari menuju UKS. BRAK Theo membuka paksa pintu UKS, membuat seluruh siswi yang sedang menemani Vivi tersentak. "Ayang, mana yang sakit?" tanya Theo khawatir "Punggung ama kaki kiri terkilir, Yang." rengek Vivi "Vivi lagi coba gerakan shoulder sit sama Tuti, terus kayaknya Tuti ga bisa seimbang gitu, akhirnya Vivi jatoh, The" jelas Nat lagi "Bangke, mana tu anak?" Baru saja Theo akan melangkah, Tuti masuk kedalam UKS. "Lo kalo mau musuhan yang sehat dong." "Tapi, tapi gue." "Kaki Vivi cidera, dan itu gara-gara lo. Badan lo lebih gede dari Vivi, dan nggak mungkin lo selemah itu. Gue tau anjir, lo sering ikut nge-gym!" "Sumpah, gue ga sengaja. g-gue..." "Persetan ama ucapan lo. lo itu masih untung tau ga! Lo tau kan kalo Vivi anak GAS, dan lo pasti sengaja buat bales anak GAS dengan cara nyerang Vivi." "B-bukan gitu, The. Dengerin gue dulu." "Vivi udah baik ama lo, tapi kek gini balasan lo ke dia? Hah!" "Yang, udah ih.. kasihan Tuti mau nangis tuh." Vivi mencoba menenangkan Theo "Apanya yang udah? Kaki lo jadi kek gitu gara-gara cecunguk satu ini." "G-gue bayarin deh biaya berobat Vivi." ujar Tuti "Ga usah, Tut. Gue gapapa kok. Jangan dengerin Theo, oke?" "YANG!" "APA!" Theo terdiam, ia bercedak kesal. Ia memilih untuk berbaring di sofa yang ada di UKS. "Tut, lo bisa balik ke kelas. Gue gapapa kok" "T-tapi, Pi. gue minta maaf." "Iya, gue gapapa." Tuti hanya mengangguk, ia keluar dari UKS dengan kepala tertunduk. Sedangkan Nat, dan Gea masih ada di UKS. "Kalian juga balik sono. Bantuin Dinda ama pelatih gih." "Capt, kok Tuti di lepasin sih? Seharusnya lo hukum dia tadi." ujar Gea kesal "Udah, udah... kalian balik gih. apa kalian mau gue amuk juga kek Theo?" "Hehe.. ga mau, Capt. oke kita balik ke lapangan dulu." Nat dan Gea melangkah keluar dari UKS. Kini hanya Theo yang berada disana. Namun, bukannya menjaga Vivi, justru Theo tertidur di sofa. "Dasar k*****t! Kagak bisa liat kondisi apa. Tau ceweknya sekarat kek gini, eh dianya ngorok." gerutu Vivi Ia mengeluarkan ponselnya lalu mengetik di grup chat w******p. Grup Chat FoGAS Anda : Anying, kagak ada yang mau tengokin gue? Gue lagi sekarat nih. Bawain makanan gitu, ato apa kek?!. Liangnya Anjeli : Kan ada aa Theo! Anda : Theo pewe sampek ketiduran, anjir. RheaRheo : Gue lagi nemenin Oris latihan. Amitabachan : Gue lagi praktek masak, sorry ya Vi. Anda : Ami, masakin gue sushi! Amitabachan : Iya entar ya, gue anterin kerumah lo. Sharap : Gue gak bisa Pipi, lagi ekskul. READ. Vivi kembali memasukkan ponselnya kedalam saku baju. Ia mencoba memejamkan mata menahan nyeri yang masih menjalar di punggung dan kakinya. "Anjir, gue lupa kalo Theo hari ini bawa motor. Gimana gue pulangnya?" gerutu Vivi sembari melihat ke arah Theo yang masih terlelap Akhirnya Vivi hanya pasrah dengan kondisinya. Ia memilih untuk memejamkan mata dari pada memikirkan hal yang membuat kepalanya pusing. CUP... Tiba-tiba saja Theo sudah berada di samping Vivi. "Hmm" deham Vivi "Main yuk, Yang." "Lo kagak liat kondisi gue sekarat kek gini. Masih berani -.." Belum selesai Vivi mengomel, bibirnya sudah di lumat oleh Theo. Theo melumat bibir Vivi dengan lembut, sedangkan tangannya sudah menelusup kedalam baju yang Vivi kenakan. Theo meremas p******a Vivi dan memberikan sentuhan lembut pada putingnya. Tubuh Vivi bereaksi dengan kegiatan yang di lakukan oleh Theo. Kedua tangan Vivi sudah melingkar di leher Theo. Ia memperdalam ciuman dari Theo. Lidah Theo menjulur masuk kedalam rongga mulut Vivi. Mereka saling bertukar saliva. Hingga tak lama kemudian, Theo melepaskan ciumannya. Theo membuka kancing baju Vivi, sehingga memudahkan Theo untuk bermain dengan dua gundukan kenyal milik kekasihnya. "Akh.. Ayang.." desah Vivi *Bersambung... 
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD