2. Awal

1546 Words
Dewa Raja Syah ialah pemuda berusia 19 tahun. Putra sulung dari pasangan Arman Raja Syah dan Fitria. Dewa ialah seorang mahasiswa semester satu di salah satu Universitas ternama. Tingginya 186 sentimeter, kulit berwarna terang untuk ukuran warna kulit pria. Rambutnya spike berwarna hitam. Badannya yang bidang, membuatnya terlihat sangat macho, ditambah sorot mata Hazel yang tajam bagai kilatan elang. Ayahnya yang bernama Arman bekerja sebagai manajer pemasaran properti di salah satu kantor cabang perusahaan. Gaji yang lumayan besar membuatnya dapat mencukupi kebutuhan keluarganya. Melihat kinerja Arman yang bagus, pimpinan kantor cabang tempat Arman bekerja, memanggil dirinya dan beberapa staf lain ke ruangannya. Tok! Tok! Tok! “Selamat siang, Pak!” Arman mengetuk pintu ruang pimpinan kantor cabang yang bernama Bapak Syamsudin. “Oh ... Pak Arman! Silakan masuk! Silakan duduk!” sambut Syamsudin. “Oh ... iya, terima kasih, Pak Syam!” Arman duduk di kursi yang berada di depan meja kerjanya. “Pak Arman ... semakin hari kinerja Pak Arman semakin baik ... penjualan unit semakin bertambah, pemilihan lokasi unit baru pun tak kalah bagus ... sehingga siang ini, saya memberi kabar baik untuk Pak Arman dan beberapa staf Anda.” Pak Syamsudin tersenyum lepas menatap Arman. “Kabar baik? Apa ya, Pak?” Arman merasa antara penasaran, deg-degan, dan juga senang. “Perusahaan akan memberikan bonus pada Pak Arman dan beberapa staf terpilih, berupa rumah dan mobil.” Syamsudin menatap dengan senyuman kepada Arman. “Ba—Bapak serius? Ini bukan sedang ngeprank saya kan, Pak?” Arman merasa sangat bahagia siang itu. Kebahagiaan atas pencapaiannya dalam bekerja. “Benar, Pak ... besok jam sembilan pagi, Anda dan staf yang ada dalam daftar ini, saya minta untuk berkumpul di ruang rapat ... untuk menandatangani berkas yang sudah disiapkan ... silakan Pak Arman mengkoordinasi staf Anda!” Syamsudin memerintahkan Arman untuk memberikan informasi sekaligus mengkoordinasi stafnya. “Syukurlah ... sekali lagi terima kasih ... berita ini sangat menggembirakan ... akan segera saya informasikan pada staf saya.” Arman bersedia melaksanakan perintah atasan. “Sama-sama, Pak Arman ....” Syamsudin menatap Arman dengan senyumannya. “Kalau begitu ... saya permisi dahulu, Pak!” Arman berpamitan pada pimpinannya. *** Hangat mentari pagi seakan mampu menghangatkan jiwa yang tengah berbahagia pagi ini. Seperti yang dijanjikan oleh Bapak Syamsudin, pagi ini Arman dan beberapa stafnya sudah berkumpul di ruang rapat kantor mereka pukul sembilan pagi. Dengan raut wajah semringah penuh semangat. Lima orang staf beserta dirinya akan menandatangani bukti serah terima rumah dan mobil dari perusahaan, sebagai bonus atas kinerja mereka. Semua acara pagi itu berjalan dengan baik. Arman langsung menghubungi istrinya dengan berita yang sangat menggembirakan itu. Fitria merasa sangat bangga pada suaminya. Entah bagaimana lagi cara mengungkapkan rasa syukur mereka atas rezeki yang tak terkira. Dua hari kemudian keluarga Arman pindah ke rumah baru mereka. Lantaran selama ini, Arman bersama keluarganya masih menumpang di rumah orang tua Arman. Bukan hanya keluarga Arman saja yang tinggal di rumah orang tuanya, melainkan ada keluarga adiknya yang juga ikut tinggal di sana. Hal itu pula yang menjadi penyebab Dewa bersikap masa bodoh, karena selama ini merasa neneknya sering membanding-bandingkan dengan sepupu Dewa yang seusia dengannya. Selain itu Dewa merasa dikekang oleh neneknya. Sehingga Dewa tumbuh menjadi pemuda urakan dan semaunya sendiri. Rumah baru yang berada di sebuah perumahan elite, dengan empat kamar tidur yang terbagi menjadi dua lantai sudah mereka tempati. Fitria dan Arman merasa sangat lega, karena bisa memiliki hunian sendiri hasil kerja keras Arman. Mereka pun berharap Dewa akan menjadi pribadi yang lebih baik seiring dengan adaptasi terhadap lingkungan tempat tinggal yang baru. Kepindahan keluarga Arman, bertepatan dengan pengumuman kelulusan ujian masuk perguruan tinggi untuk Dewa. Arman dan Fitria merasa sangat bangga juga bahagia. Bertubi-tubi keluarga mereka mendapat rezeki yang tak terkira. Arman mengingatkan Dewa untuk memperbaiki sikapnya, karena sekarang Dewa sudah resmi menjadi salah satu mahasiswa matematika di salah satu Universitas ternama. Memang tidak mudah mengubah sikap seseorang. Arman dan Fitria dengan sabar menasihati dan memberikan perhatian lebih pada Dewa, agar mau mengubah sikap urakannya itu. Dewa mengatakan jika selama masih muda, dirinya akan terus mencari pengalaman petualangan di luar sana. Fitria dan Arman mencoba mengerti apa mau Dewa. Mungkin setelah lama terkekang, kini tiba saatnya Dewa mencari pengalaman hidup bersama teman-temannya. Ayah Dewa mengabulkan permintaannya untuk memiliki motor trail. Dewa merasa kali ini dirinya sangat menikmati masa mudanya. Hobi mendaki gunung membuatnya ingin merasakan sensasi trail adventure. *** Tiga bulan berlalu, hampir setiap hari Dewa justru menjalani hobinya menjelajah ke dalam hutan ditemani motor trail-nya itu, hingga lupa dengan tugasnya sebagai mahasiswa. Pagi itu Arman sedang bersiap berangkat ke kantor. Namun ia justru melihat Dewa sedang bersiap membawa tas ranselnya dengan perlengkapan trail-nya. “Dewa? Apa tidak ada kuliah hari ini?” Arman menegur putranya. “Ada, Yah!” dengan enteng Dewa menjawab pertanyaan ayahnya. “Terus? Kamu mau ke mana? Trail adventure?” tanya Arman sedikit ketus. “Kenapa sih, Yah? Dewa masih muda ... udah lama dikekang sama Nenek! Dewa mau bebas! Dewa sudah dewasa!” Tatapan Dewa sedikit garang. “Dewa! Ayah membanting tulang untuk membiayai kamu melanjutkan kuliah! Bukannya memperbaiki diri! Malah semakin menjadi! Mau jadi apa kamu?” Arman sangat marah pagi itu. “Yah! Dewa udah muak selalu dibanding-bandingkan sama Arya waktu kita masih tinggal di rumah Nenek! Nenek tidak pernah melarang Arya melakukan kegiatan apa pun! Dewa udah banyak mengalah! Sekarang Dewa sedang mencari jati diri! Lagi pula Dewa tidak melakukan hal negatif! Nggak melakukan balap liar! Nggak ngobat! Nggak minum-minuman keras! Dewa hanya ingin menikmati alam!” jelas Dewa pada ayahnya. “Memangnya tidak ada hari lain? Harus hari ini?” Arman semakin naik pitam dibuatnya. “Justru awal kuliah belum terlalu sibuk, Yah! Ah sudahlah! Dewa selalu dikekang! Malas rasanya kalau harus bertengkar hampir setiap hari!” Dewa pergi begitu saja dengan motor kesayangannya. Pertengkaran Arman dengan Dewa pagi itu membuat Dewa kabur menjelajah hutan dan meninggalkan rumahnya. “Dasar! Sulit diatur!” Arman merasa sangat jengkel. “Sudah, Sayang! Sudah! Kita doakan saja semoga putra kita segera tergetar hatinya untuk memperbaiki sikapnya!” Fitria berusaha bersabar dan menenangkan suaminya. “Aku heran sama Dewa! Makin dewasa bukannya makin menurut! Malah semakin sulit diatur!” Arman masih kesal. “Tapi, memang tidak bisa dipungkiri, selama kita tinggal serumah dengan Mama, Dewa selalu mendapat perlakuan yang kurang adil dari Mama ... sudah, Sayang! Lebih baik, jangan terlalu dikekang! Dia pasti lebih mengerti apa yang harus ia lakukan!” Fitria melontarkan senyuman manis yang menyejukkan sanubari Arman. “Sudah, Yah!” Fitria kembali mengusap d**a suaminya agar merasa lebih tenang. Arman menatap istrinya yang lemah lembut itu. Sorot mata yang sendu dan senyum yang meneduhkan dari Fitria membuat Arman luluh. “Ya sudah, aku berangkat dulu ya, Sayang!” Kecupan yang mendarat di kening Fitria membuat keduanya merasa lebih tenang dan nyaman sebelum Arman berangkat ke kantor. *** Senja kian menjelma menjadi petang. Waktu pergantian siang menuju malam, seakan menunjukkan betapa besarnya keagungan Tuhan. Bagai kehidupan manusia ada kalanya terang juga pernah merasakan gelap. Terang bukan berarti mudah, tetapi justru awal meniti perjuangan. Gelap bukan berarti sulit, bisa jadi waktunya menikmati hasil dari perjuangan sambil beristirahat dengan santai. Begitu pula kehidupan akan tiba waktunya ujian dan kenikmatan. Suara motor trail milik Dewa, memecah suasana keheningan yang baru saja terjadi di rumahnya. Dewa merasa ada yang tidak biasa telah terjadi di sana. Ia turun dari motornya yang sudah masuk dalam garasi. Ketika Dewa membuka pintu ruang tamu, ia mendapati Ibu dan Adiknya menangis berpelukan disalah satu sudut ruang tamu. Dewa hanya bisa terperangah bagai tersambar petir, setelah Fitria menceritakan bahwa Arman dibawa oleh pihak berwajib untuk pemeriksaan atas tuduhan tindak korupsi pencucian uang. Dewa langsung ambruk bersimpuh di bawah kaki Ibunya. Hari pertengkarannya dengan sang Ayah, menjadi pertanda petaka yang menimpa keluarganya. Tangis Fitria dan anak bungsunya, membuat Dewa tersadar jika kini dirinyalah yang menjadi tumpuan Ibu dan adiknya, karena Arman kini meringkuk di dalam jeruji besi selama pemeriksaan berlangsung. “Bu ... maafkan Dewa!” Dewa memeluk Ibu serta adiknya yang bernama Nirmala. “Terus ... sekarang apa Dewa bisa menemui Ayah?” Dewa merasa sangat menyesal dengan sikapnya selama ini. “Coba dulu saja, Nak! Temui Ayahmu ... Ibu tak kuasa melihat Ayahmu di sana!” Fitria menangis sejadinya. Hati Dewa semakin hancur melihat keadaan Ibu dan adiknya. “Sebentar lagi pasti berita ini akan menyebar ... kasihan Nirmala, pasti dia akan dikucilkan oleh teman-temannya.” Dewa berbicara dalam hatinya sambil melihat Nirmala yang memeluk Ibunya. *** Dewa sudah sampai di Lapas tempat ayahnya ditahan. Ia meminta izin pada penjaga untuk menemui Ayahnya. Di sebuah ruangan kecil bersekat kaca, Dewa menemui Arman yang kini telah memakai seragam tahanan berwarna oranye. Dua orang yang saling menyayangi dengan cara mereka masing-masing, kini duduk berhadapan dengan berbekal telepon untuk berkomunikasi. “Ayah ....” tatap Dewa pada ayahnya menyiratkan penyesalan. “Putraku ....” Arman merasa sangat bersedih, bertemu dengan Dewa di tempat itu. Tatapan mereka menyiratkan ketidakberdayaan. Penyesalan selalu datang terlambat. Itu salah satu kalimat yang menggambarkan perasaan mereka saat itu. “Dewa tidak percaya Ayah melakukan penggelapan dana perusahaan.” Tak kuasa menahan beban, air mata Dewa mulai menetes. Ia langsung mengusapnya kasar. “Sungguh Demi Tuhan ... Ayah tidak pernah menggelapkan dana perusahaan! Ini fitnah, Nak! Ayah dijebak!” Tegas Arman pada Putranya.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD