bc

Klover

book_age12+
118
FOLLOW
1K
READ
others
family
friends to lovers
drama
comedy
sweet
humorous
childhood crush
first love
friendship
like
intro-logo
Blurb

Klover adalah sebuah nama geng yang tidak memiliki arti, hanya sebatas sebutan untuk sebuah perkumpulan siswa di kelas XI IPS 4 SMA Andhara.

Masa-masa SMA mereka lalui bersama, dari mulai belajar kelompok, jalan-jalan ke mall, mengobrol di kelas, dan hal-hal lainnya. Namun, setiap dari mereka terlalu baik-baik saja saat bersama. Padahal, masing-masing dari mereka memiliki masalah yang rumit, yang mana nantinya akan saling mengikat.

Saat seluruh rahasia terungkap, hal itu jelas akan menorehkan rasa sakit bagi seluruhnya. Gerakan setiap dari mereka seolah menarik yang lain untuk ikut terjerumus dalam lubang menyakitkan. Ada harga yang harus dibayar agar persahabatan mereka bisa tetap utuh.

Sebuah kerelaan untuk saling melepaskan apa yang mereka genggam.

Namun, mampukah? Atau Klover lebih memilih untuk tercerai berai?

chap-preview
Free preview
- 1 -
Dibukanya lemari yang terbuat dari kayu jati yang terletak di kamarnya. Cukup lama ia terdiam, memperhatikan sederet baju-bajunya yang di gantungkan. Tangan kanannya menggapai satu baju bermodel werpark. Baju dengan terusan celana pendek, serta kaos polos berwarna putih untuk di dalamnya.    Seorang wanita yang sepantaran dengannya tampak sedang asik membaca novelnya. Karin, begitulah dia disapa. Karin mengenakan piyama berwarna kuning yang cukup santai. Posisinya tidak berbaring, hanya saja ia duduk di tempat tidurnya sambil menyenderkan tubuhnya pada bagian atas tempat tidurnya.    "Rin, gue mau pergi yaa." Kiran yang telah mengganti pakaiannya mengambil handphone yang ia letakan asal di tempat tidurnya. Karin menoleh, memperhatikan Kiran yang sudah rapi.    "Mau kemana?" tanpa melepaskan novelnya, Karin bertanya.    "Nonton sama Klover." Kiran terlihat tampak memberesken tasnya yang akan di bawanya pergi. Kiran memasukan handphone dan beberapa keperluannya yang selalu di bawanya.    Karin hanya mengangguk, lalu kembali fokus pada novelnya. Sedang Kiran kini beralih pada sebuah meja rias yang ada cermin besarnya. Kiran menyisirkan rambutnya yang panjang sepinggang, di ambilnya sebuah bando bermotif totol totol berwarna hitam putih, yang senada dengan bajunya. Lalu ia mengoleskan wajahnya dengan bedak. Terlihat manis memang.    Kirana Nasya Praditha dan Karina Nasya Mahira. Adalah sepasang saudara kembar tidak identik. Selain sifatnya yang bertolak belakang, wajh mereka pun tidak terbilang mirip. Karin yang memiliki kulit kuning langsat, serta hidung mancung, sepasang mata sipit, serta bibirnya  yang mungil berwarna kemerahan. Sedang Kiran yang juga memiliki hidung mancung, namun sepasang matanya agak besar,  kulitnya yang lebih putih dari Karin, serta bibirnya yang lebih besar dari Karin, namun agak pecah-pecah.    Mereka hanya tinggal berdua di sebuah apartemen yang sudah di belikan orang tuanya untuk mereka. Apartemen yang terdiri dari tiga ruangan. Ketika baru membuka pintu apartemennya mereka akan menjumpai ruang tamu dengan di lengkapi televisi, tepat di bagian kanan ada pintu menuju dapur, ke bagian kiri ada pintu menuju ke kamar mereka.    Di dalam kamar terdapat dua tempat tidur yang bersebrangan, dan di tengahnya ada meja rias untuk bercermin. Disamping meja rias ada laci tempat mereka menaruh sesuatu.    "Karin, minjem duit dong." Kiran berjalan ke dekat tempat tidur Karin. Karin terdiam, lalu melirik sekilas pada Kiran.    "Kemarin kayaknya Bokap baru ngirim duit deh."    "Gue beliin hape! hape gue kecebur, Karin!" Kiran berusaha menjelaskan. Namun Karin tak menghiraukannya. Karin malah kembali membaca novelnya.    "Derita lo!" jawab Karin jutek.    Kiran menatap Karin sebal, bibirnya di manyunkan pertanda marah. Tanpa memohon lagi Kiran pun berjalan keluar kamarnya. Pergi dengan wajah yang masih kusut.    Namun beberapa saat kemudian Kiran balik lagi, mengobrak abrik laci yang terletak di sebelah tempat tidur Karin.    "Nyari apasih?" Karin yang merasa terganggu pun menghentikan aktifitas membacanya.    "Suka-suka gue sih, kepo banget!" Kiran tak menoleh, namun masih tetap mengacak laci tersebut.    Nah ketemu! Batin Kiran. Dengan segera Kiran mengambil beberapa uang yang ada di laci tersebut. Jurus andalannya pun di keluarkan. Lari!    "Itu duit gue, Kiran!!" Karin yang tersadar bahawa uang nya diambil Kiran pun langsung bangkit, berlari mengejar Kiran yang sudah lari begitu cepat.    Kiran berlari cepat menuju lift, lalu turun ke lantai dasar untuk keluar dari gedung apartemen tersebut. Dengan terpogoh-pogoh Kiran lari menuju sebuah mobil ferari berwarna silver yang sudah menantinya.    "Lo kenapa, Ran? Kayak abis di uber rampok?" tanya Ilham yang sedang berdiri bersandar di depan mobil tersebut.    "Tebalik, kali ini gue rampoknya. Dan sekarang pemiliknya lagi nguber gue. Makanya cepetan!" Kiran mendorong Ilham agar cepat masuk ke dalam mobil tersebut.    Baru saja Kiran memegang pembuka pintu mobil, namun kupingnya seakan memeking mendengar sebuah suara yang berteriak nyaring memanggil namanya.    "Kiraaannn..." tak jauh bedanya dengan Kiran, Karin pun berlari terpogoh-pogoh menghampiri Kiran.    "Mati gue!" Kiran menepuk jidatnya saat mendengar suara cempreng yang sangat di kenalnya.    "Ehh Karin, ngapain teriak gitu? Take vokal?" Arbis melirik pada Karin yang masih mengatur nafasnya.    "Diem lo!" Sentak Karin galak. Karin langsung berjalan kearah Kiran. Wajahnya terlihat sangar, seolah hendak menerkam Kiran.    Kiran menyembunyikan tubuhnya ketakutan di balik tubuh Ilham. Kedua tangannya memegangi pundah Ilham yang agak lebih tinggi darinya.    "Balikin duit gue!" ucap Karin to the point.    Kiran menggeleng, di peganginya tas kecil yang menyantol di tangannya itu, yang di pakai untuk menaruh uangnya tadi. "Gak mau! Pinjem doang, Rin!"    "Ternyata ini yang kerampokan." dari dalam mobil Sayna terkekeh melihat kelakukan Kiran dan Karin.    "Jangan ribut disini kek, malu-maluin tau. Udah ribut di dalem aja. Ilham, Kiran, Karin, masuk!" Arbis yang sudah berdiri di depan pintu mobil memerintahkan ketiga orang itu untuk masuk.    "Lah? Gue cuma mau minta duit gue!" Karin menolak.    "Yaudah ke dalem aja dulu!" perintah Arbis.    Mereka pun memasuki mobil milik Arbis. Kiran masih ngeri ngeliat Karin yang malah ikut masuk ke mobil.    Mobil pun melesat dengan kecepatan sedang. Karin bingung sendiri saat dirinya ikut terbawa oleh mobil tersebut.    "Arbis! Mau kemana?" Karin yang duduk di depan, tepatnya di sebelah Arbis langsung bertanya bingung.    "Mau nonton." jawab Arbis santai. Pandangannya tak beralih dari jalanan.    "Gue kan gak mau ikut!"    "Udah ikut aja, di bayarin kok sama Kiran." di jok belakang, Ilham berkata santai sambil melirik Kiran.    Karin menatap Kiran dengan tatapan tajamnya. Kiran nyengir. Sambil tangannya di bentuk huruf "V" pertanda peace.    "Itu duit gue!" Kiran kembali berteriak di dalam mobil Arbis. Suara nyaringnya memenuhi setiap sudut mobil Arbis. Semua pun langsung menutup telinganya.    "Pinjem doang!" Kiran terus berusaha meyakinkan Karin.    "Udah sih gak usah ribut terus. Elo juga, Rin. Sama adek bapet banget!" Sayna melerai, lalu mencibir Karin.    "Coba aja sini duit lo gue ambil, marah gak?"    Sayna nyengir, tanpa menjawab pertanyaan Karin.   ***      Mobil Arbis terhenti di depan sebuah mall yang cukup besar di bilangan Ibu Kota ini. Semua pun langsung turun dari mobil Arbis.    Kini pandangan beralih pada Karin yang mengenakan piyamanya. Piyama berlengan pendek dan bercelana panjang. Karin yang tersadar akan pakaiannya langsung melotot pada Arbis.    "Tuhkan, Bis! Lo maen bawa gue aja. Masa gue pake baju ginian, nanti di kira gue mau numpang tidur di bioskop!" semprot Karin pada Arbis.    Arbis tertawa kecil melihat penampilan Karin dengan piyamanya. Serta rambutnya yang tidak sisiran dan terlihat sedikit acak-acakan, meski tidak mengurangi aura kecantikannya.    "Haha. Lucu, Rin! Unik." komentar Arbis sambil nyengir, menunjukan sederet gigi berbehelnya.    Karin melotot pada Arbis. "Pokoknya lo harus tanggung jawab!" Karin berteriak sambil telunjuknya menunjuk d**a Arbis. Posisi mereka memang sedang berhadapan.    "Ya ampun, De. Pacarnya di apain itu, masih muda juga. Jangan lepas tanggung jawab ya, kasian nanti anaknya." seorang ibu-ibu yang kebetulan lewat dengan membawa beberapa kantong belanjaan menepuk pundak Arbis. Lalu ibu-ibu itu pun melanjutkan jalannya.    "Buahahaha.." Sayna, Ilham, dan Kiran tertawa dengan puasnya melihat ibu-ibu itu yang berbicara pada Arbis. Sedang Arbis malah kebingungan.    "Ibu-ibu itu apaan sih? Sok tau banget!" Karin menunjuk ibu tadi yang berjalan membelakanginya.    "Jadi, gue di sangka ngehamilin lo gitu, Rin?" tanya  Arbis yang baru tersadar.    "Jadi lo baru nyadar?" Arbis mengangguk.    "Gue bilang juga apa, Klover g****k semua.." ucap Karin dengan santainya.    "Yeee tapi gue pinter!" Kiran yang merasa salah satu dari Klover membela dirinya.    "Pinter apa? Pinter nyolong!" cibir Karin.    "Yaudah, kita kan nonton di bayarin Kiran.." Sayna yang hendak menjelaskan sesuatu, langsung di potong oleh Karin.    "Itu duit gue!" sentak Karin yang masih rela.    "Iya tau, kan Kiran minjem, Rin! Nah jadi gue, Ilham, Arbis, patungan buat beliin lo baju. Biar gak malu-maluin banget gitu. Deal?" Sayna menengok pada Ilham dan Arbis. Mereka pun setuju.   ***      Setelah selesai menonton mereka pun keluar dari bioskop. Canda tawa mengiringi langkah mereka. Namun Karin seperti tidak mengikuti obrolan mereka.    Klover adalah sebuah nama genk yang di anggotai Arbis, Kiran, Ilham, dan Sayna. Klover tak memiliki arti khusus atau singkatan, itu hanyalah sebuah nama yang entah mereka dapatkan dari mana. Sebenarnya Karin juga di ajak untuk menjadi anggota Klover, hanya saja Karin tak mau. Pertama Karin dan Klover beda kelas. Dan kedua Karin menganggap Klover itu g****k semua.    "Abis ini kita mau kemana?" tanya Arbis di sela-sela jalannya mengitari mall ini.    "Gue mau pulang!" jawab Karin langsung.    "Gue gak nanya elo!"    Karin melipat kedua tangannya. Ia terlihat bosan. Sikap para Klover selalu mengundang sensasi, berisik, aneh, dan suka sok akrab sama orang lewat. Menurut Karin itu malu-maluin banget. Ia merasa saat itu hanya dirinya yang benar-benar masih waras.    "Makan aja yuk, laper.." Ilham memegangi perutnya yang agak gembul.    "Otak lo makan terus." telunjuk Kiran mendorong kepala Ilham. Ilham hanya memegangi kepalanya.    "Yaudah ayuk makan." dengan semangat 45 Arbis berjingkrak.    Mereka pun berjalan mencari caffe untuk mereka makan malam ini. Namun di tengah perjalanan Karin menarik Sayna untuk ikut bersamanya.    "Ayok, Na! Anter gue ke toko buku." Karin menarik tangan Sayna dengan paksa.    "Gue laper." Sayna  berusaha menolak.    "Ish, padahal gue nganggep cuma elo yang rada waras di antara mereka. Ayolah, makanya gue ngajak elo." Karin berusaha merayu Sayna agar ikut bersamanya.    "Oke oke, bentar aja yaa.."    "Sipp.." Karin mengacungkan jempolnya sambil tersenyum manis.    "Kalian duluan aja, nanti gue sama Karin nyusul." ucap Sayna sambil berjalan kearah lain bersama Karin.   ***      Karin memilih beberapa novel yang akan di belinya. Ia pun langsung menarik Sayna yang sudah berisik dari tadi untuk ke kasir.    "Banyak amat beli novelnya, Rin?" Sayna melirik tangan Karin yang membawa 5 novel yang tadi di pilihnya.    "Bagus semua sih." jawab Karin singkat.    Sesampainya di kasir Karin memberikan novel yang tadi di pilihnya. Petugas kasir pun menghitung total harga novel Karin.    "Semuanya Rp 240.000." petugas Kasir memberikan novel-novel Karin yang sudah di plastikin.    "Dia yang bayar ya, Mbak." Karin tersenyum manis sambil menunjuk Sayna. Karin pun langsung pergi meninggalkan Sayna.    Sayna bingung sendiri saat Karin menunjuknya untuk membayarkan novel-novelnya. Dengan sangat terpaksa Sayna mengeluarkan uangnya dan membayarkannya.    Saat keluar dari toko buku Karin sedang tampak menunggunya. Setelah melihat Sayna keluar Karin pun menghampiri Sayna.    "Thanks ya, Sayna.." Karin tersenyum begitu manis sambil menahan tawanya.    "Lo gak bilang gue di suruh bayarin!"    "Kan lo tau gue gak bawa duit, duit gue di rampok sama Kiran. Yaudah ayok, laper nih.." Karin berjalan mendahului Sayna yang masih terdiam.    "KARIINNN SIAALAANN!!!" Sayna berteriak di depan toko buku tersebut. Sontak semua mata yang ada disitu pun menatap Sayna dengan tatapan aneh.    Karin pun menengok dan melihat Sayna sedang di perhatikan orang-orang di sekitarnya. Karin terkekeh melihat Sayna. Huh, si kembar sama aja! Sama-sama jail!   ***      "Emang dalam rangka apaan sih Kiran bayarin lo pada nonton. Kiran kan biasanya bapet?" di caffe yang mereka pilih untuk makan malam Karin bertanya.    "Dia kalah taruhan. Ngeyel sih, 3 lawan 1." jelas  Ilham sambil menyuapkan sirloin steak yang di pesannya.    "Taruhan apa?" Karin meraih orange juice nya.    "Jadi gini...      "Kamu tuh terlalu sibuk sama urusan kamu! Aku pengen seperti cewek lain, setiap mau pergi di temenin pacarnya. Sedang aku? Nothing, Gan!"    "Kenapa kamu jadi manja gini sih! Ayolah ngertiin aku dikit. Kamu kan dari awal udah tau gimana aku, Sil."    "Iya aku tau, dan sekarang aku jauh lebih tau. Mendingan kitaa.." wanita yang tadi di panggil Sil ini terdiam sejenak.    "Putuss! Pasti putus, gue yakin!" dari balil jendela kelasnya Kiran heboh mengintip sepasang kekasih yang sedang bertengkar itu.    Tak hanya Kiran, namun Klover juga sedang mengintipnya. Entah kurang kerjaan, atau memang ini hoby mereka.    "Enggak, kata gue enggak yuk." Ilham yang juga memperhatikan berpendapat lain dengan Kiran.    "Menurut gue juga gak bakal. Mereka tuh sering ribut begini, tapi ampe sekarang masih pacaran." Arbis membela Ilham.    "Setuju. 3 lawan 1, menang mana hayoo.." Sayna ikut menyetujui pendapat Ilham.    "Taruhan aja yuk, udah begini pasti putus. Kalo gue menang lo pada traktir gue selama sebulan!" Kiran yang keukeuh akan pendiriannya malah mengajaknya taruhan.    "Oke, kalo lo kalah. Bayarin kita bertiga nonton." usul Ilham menanggapi Kiran.    "Yaudah liat aja nanti."    Kini tatapan mereka kembali keluar kelas, memperhatikan Regan dan Sesil yang bertengkar di pinggir koridor.    "Kita putt.." ucapannya tertahan, nafasnya serasa sesak untuk mengatakan itu.    "Enggak, Sil. Aku gak mau. Maafin aku sayang." Regan langsung memeluk tubuh Sesil yang berada di depannya. Sesil pun terdiam, tak dapat melanjutkan kata-katanya.    "Jangan ngomong putus lagi yaa?" ucap Regan dalam pelukan Sesil. Sesil mengangguk.    "Asiikk.. Nanti malem nonton gratis..." Sayna bersorak bangga. Sedang Kiran hanya cemberut.      "Jiah, taruhannya gak berbobot banget sih. Ngintipin orang pacaran." Karin terkekeh seuasi mendengar cerita Ilham.

editor-pick
Dreame-Editor's pick

bc

Orang Ketiga

read
3.6M
bc

Dosen Killer itu Suamiku

read
312.1K
bc

Rujuk

read
912.8K
bc

DIA UNTUK KAMU

read
35.3K
bc

Dear Doctor, I LOVE YOU!

read
1.1M
bc

Dependencia

read
186.9K
bc

Noda Masa Lalu

read
184.2K

Scan code to download app

download_iosApp Store
google icon
Google Play
Facebook