Ke 1

1976 Words
Seorang gadis kecil berumur 8 tahun tampak berdiri dibalik jendela yang tertutupi sebuah tirai tipis. Matanya memandang ke arah luar mansionnya. Memandang penuh dengan sarat rindu yang berpadu dengan kebencian.Hidupnya memang terasa bak Putri raja. Ayah dan ibunya sangat menyayanginya melebihi apapun yang ada di dunia ini. Tapi hidupnya terasa hampa. Tidak ada yang mau berteman dengannya. Bahkan anak para pelayan pun akan berlari ketakutan saat melihatnya. Hingga Sebuah panggilan dari ibunya mengalihkan lamunannya.   "Slidia?" Panggil ibunya, Slidia menoleh kearah ibunya.   "Ya, bunda." Jawab Slidia saat melihat ibunya berjalan mendekatinya.   "Kamu sedang melihat apa nak?" Tanya ibunya.   "Aku hanya memperhatikan udara." Jawab Slidia sambil kembali melihat ke arah luar mansionnya.   "Udara?" Tanya ibunya bingung, pasalnya udara itu berupa gas dan warnanya pun transparan. ‘Lalu bagaimana cara putrinya melihat udara?’ pikirnya dalam hati.   "Ya.... Aku sedang berpikir mengapa aku tidak bisa melihat udara tapi aku dapat merasakannya?" Slidia bertanya pada ibunya.   Ibunya tersenyum mendengar pertanyaan Slidia. Ibunya mendekat kemudian mengusap kepalanya penuh dengan kasih sayang.   "Banyak hal yang ada di dunia ini yang belum kita ketahui. Mengapa dan bagaimana. Tuhan tentunya menciptakan semua yang ada di dunia ini dengan alasan dan tujuan tertentu. Seperti seberapa besar rasa sayang ibu pada Slidia, apa Slidia dan orang lain bisa melihatnya?" Tanya ibunda slidia yang dibalas gelengan kepala oleh Slidia.   "Oleh karena itu, diperlukan sebuah kepekaan agar dapat mengetahui seberapa besar rasa sayang ibu pada Slidia. Mungkin kamu tidak bisa melihatnya, hanya saja kamu bisa merasakannya. Sama seperti itu, udara diciptakan untuk dirasakan. Meskipun tidak terlihat namun kita bisa merasakannya." Lanjut ibunya.   Slidia mengangguk paham lalu mengambil buku diarynya. "Ibu, bolehkah aku pergi keluar sebentar?" Tanya Slidia.   Ibunya mengangguk kemudian berkata "Tentu. Tapi jangan sampai melakukan hal apapun yang akan membuatmu emosi, jangan berdekatan dengan orang asing dan yang terpenting adalah kamu harus langsung lari ke mansion jika tidak bisa menahan amarahmu. Oke?" Kata ibunya mengingatkan.   "Siaaappp bunda...."Slidia berteriak sambil berlari ke luar mansionnya.   ************* Maxime sedang berolahraga pagi bersama dua orang bodyguardnya. Disaat anak seumurannya sedang bermain, dia banyak melakukan kegiatan layaknya kegiatan orang dewasa. Karena bagi Maxime, hidup itu adalah pilihan. Apa yang kita pilih saat ini akan berpengaruh terhadap masa depan. Terlahir sebagai keturunan Collmiler membuatnya harus bisa berada satu langkah didepan lawannya. Sejak kecil ayah dan ibunya melatihnya dengan berbagai ilmu beladiri agar bila terjadi sesuatu hal yang tidak diinginkan, dia bisa mengatasinya dengan baik. Karena menjadi anak dari seorang pengusaha sekaligus pemimpin The Lionliar yang paling berpengaruh di Amerika membuat nyawanya menjadi incaran banyak orang.   Maxime berhenti di kursi taman , matanya menatap lekat pada seorang anak perempuan berambut coklat. Perempuan itu duduk sendirian di bawah pohon besar dengan rambut coklat bergelombangnya yang berkibar menutupi sebagian wajahnya sedang menulis di sebuah buku yang dipegangnya. Membuat Maxime mengernyitkan dahinya karena perempuan itu tampak seperti orang yang sedang mengisolasi dirinya.   'apakah mungkin dia juga anak seorang mafia seperti ku?' pikirnya.   Maxime menyuruh dua bodyguardnya untuk menunggu dirinya di kursi taman, selagi dirinya menghampiri anak perempuan yang tenggelam dalam buku yang ditulisnya. Ada sesuatu dalam diri perempuan itu yang membuat Maxime tertarik dan tidak dapat mengalihkan perhatiannya. Semacam ada ikatan benang merah yang terjalin diantara dirinya dan gadis itu.   Ini pertama kalinya dalam hidupnya, Maxime melihat gadis yang secantik bunga edelweis. Matanya yang berwarna coklat gelap, senada dengan rambutnya yang berwarna coklat terang. Bibirnya yang penuh berwarna pink, kulitnya yang Seputih s**u semakin menambah daya tarik tersendiri bagi Maxime. Maxime akui gadis itu cantik dengan caranya sendiri.   Langkah kakinya membawanya kehadapan gadis kecil yang tak lain adalah slidia.   "Hai... "Sapanya pada gadis itu. Namun sang gadis hanya menatapnya sekilas kemudian dia kembali fokus pada buku diarynya.   Karena merasa tidak ada respon dari gadis kecil itu, Maxime mencoba untuk mendekatinya lagi. "Bolehkan aku duduk di samping mu, little girl?" Tanya Maxime. Tapi sayang seribu sayang slidia tetap tidak menjawabnya dan lebih memilih untuk bersikap acuh tak acuh pada Maxime.   Tapi bukan Maxime Collmiler namanya jika mengalah dan pergi tanpa mendapatkan apa yang dia mau. Prinsipnya adalah jangan pernah menyerah sebelum apa yang ingin kamu dapatkan menjadi milikmu. Karena itu Maxime memilih untuk langsung duduk di samping gadis itu, meskipun gadis itu tidak menghiraukan kehadirannya. Berpikir bahwa Maxime adalah angin lalu. Tapi berbeda dengan Slidia yang cenderung cuek, Maxime justru sangat cerewet saat dekat dengan Slidia. Maxime terus saja mengoceh ini dan itu meskipun Slidia tidak pernah menanggapinya.   Hingga tanpa Maxime sadari, hal yang dilakukannya itu membuat Slidia terganggu dan emosionalnya tidak stabil. Dengan gerakan tiba-tiba Slidia melempar buku diary dan bolpoinnya ke sembarang tempat dan berbalik mencekik leher Maxime.   "Apa kau tidak bisa menjaga mulutmu agar tetap diam, hah?! Atau mau aku buat kau tidak akan pernah bisa bicara lagi untuk selamanya!" Teriak Slidia di depan wajah Maxime dengan posisi tubuhnya berada di atas Maxime dan kedua tangannya mencengkeram erat leher Maxime. "Dan satu hal lagi, I am not a little girl.  So. Don't bother me! Go away!"   "Hahaha... Ups!" Tawa Maxime pecah tapi dia buru-buru menghentikan tawanya saat melihat tatapan Slidia yang seolah mengatakan dia tidak sedang bermain-main dengannya. Namun dengan segala kemampuan yang dia miliki selama ini, dengan mudah ia memegang kendali dengan merubah posisinya menjadi di atas sedangkan Slidia berada di bawahnya dengan tangan yang masih erat mencengkeram leher Maxime. " Tidak semudah itu little girl!" Kata Maxime sambil mencengkram tangan Slidia yang mencekik lehernya dan membuat Slidia langsung melepaskan cengkeramannya pada Maxime.   "Jangan sentuh aku!" Teriak Slidia di depan wajah Maxime.   "Oke.."Kata Maxime kemudian melepaskan Slidia.   "I am not your little girl. Because I am a Queen!" Kata Slidia memandang Maxime dengan sengit.   Setelah berhasil melepaskan diri dari Maxime, Slidia kemudian bangkit dan segera membereskan bukunya . Dia berlari pergi meninggalkan Maxime yang masih terdiam menatap kepergiannya. Slidia terus berlari hingga di depan gerbang mansionnya, dia berhenti. Karena merasa ada yang mengawasinya Slidia menoleh kebelakang namun tak menemukan apapun yang membuatnya curiga. Hingga pintu gerbangnya di buka oleh penjaga rumahnya.   "Maaf non, saya terlambat membuka gerbang." Kata sang pelayan dengan menundukkan kepalanya. Tanpa mempedulikan permohonan maaf pelayanannya, Slidia masuk ke dalam mansion. Bukan rahasia umum lagi jika Slidia memiliki jiwa psikopat dalam dirinya. Hingga membuat semua orang yang berada di mansion takut padanya kecuali, kedua orang tuanya.   Semarah apapun Slidia, dia akan menjadi tenang jika kedua orang tuanya ada di sampingnya dan menenangkannya. Slidia terbiasa hidup sendiri dari kecil. Hanya orang tuanya lah yang menjadi temannya sekaligus tempatnya untuk bersandar.   Slidia kembali memasuki mansionnya sambil berteriak "bunda.... bunda...." Tak lama setelah itu seorang wanita yang tak lain adalah Livi Chaster, Ibunda Slidia, datang menghampiri Slidia. " Ada apa sayang? Kenapa kamu marah, Hem?" Tanya Livi.   "Dia menyentuhku, bunda!" Teriaknya. Tapi Livi tetap tersenyum dan membelai dengan lembut kepala Slidia. "Siapa dia, Hem? Coba beritahu bunda." Tanya Livi pada Slidia. Slidia pun hanya bisa menggelengkan kepalanya "aku tidak tahu bunda..."   Livi menghela napas pelan kemudian dia berkata "Lupakan dia nak. Jangan memendam. dendam terlalu lama itu tidak baik untuk kestabilan emosional mu. Anggap saja itu tidak pernah terjadi, Ok. "Kata Livia yang diangguki oleh slidia.   Sementara didepan mansion Slidia. Maxime dan bodyguardnya berhasil menemukan lokasi Slidia. Maxime Membuka smartphonenya kemudian memotret mansion kediaman Slidia.   Cekrek...   Cekrek...   Maxime melempar ponselnya, dengan sigap bodyguardnya langsung menangkap ponsel itu. Maxime berjalan mendahului bodyguardnya. Tiba-tiba dia berhenti. Dan berbalik menghadap kearah bodyguardnya.   "Serahkan foto itu pada paman Baron. Katakan padanya bahwa aku akan pergi ke laboratorium. Suruh dia buat salinan data keluarga Chaster. Katakan padanya ini perintah protokol. Ayah atau Ibu tidak boleh ada yang tahu. Mengerti?!" perintah Maxime tegas dengan wajahnya yang masih tampak datar.   Bodyguard itu membungkukkan badan tanda hormat "Kami mengerti tuan. Protokol utama." Maxime berdehem kemudian dia pergi meninggalkan bodyguardnya. Tak jauh dari tempatnya olahraga tadi, ada sebuah mobil sport Lamborghini Veneno yang sudah menunggunya sedari tadi. Tanpa menunggu lama maxime berjalan kearah mobil itu dengan gaya angkuhnya.   "Tuan." Sapa sang supir ketika Maxime memasuki mobilnya. Tapi seperti biasa Maxime mengacuhkannya. Seperti keluarga Collmiler sebelumnya yang terkenal dengan keangkuhan, tempramen, dan kejeniusannya . Sebagai salah satu keluarga Collmiler tak awam jika dia juga memiliki sifat tersebut. Hidupnya selalu dipenuhi dengan apa yang dia inginkan. Dalam hidup dia percaya bahwa usaha dan kemampuan seseorang tidak akan mempermainkan hasil.   Di dalam mobil Maxime membuka MacBooknya. Tak butuh waktu lama bagi Baron untuk menemukan data dari keluarga Chaster. Tak mengherankan Baron bisa menemukan data keluarga Chaster, mengingat jika Baron adalah pamannya yang sangat hebat dalam masalah IT. Selain itu, Baron juga menjabat sebagai tangan kanan ayahnya dalam dunia hitam. Sangat mustahil jika dia tidak bisa mendapat data sebuah keluarga kecil seperti Chaster.   " I like your work uncle. Fast and Accurate.[ Aku suka kerjamu paman. Cepat dan akurat.]" Gumamnya   " Sir, we have arrived. [Tuan kita sudah sampai.]" kata sang supir yang mendapat jawaban anggukan kepala dari Maxime.   Tanpa menunggu lama, bodyguard yang berjaga di depan laboratoriumnya membukakan pintun mobil Lambo Venanonya. Maxime keluar dari mobilnya dengan gaya angkuhnya dan auranya yang mendominasi, membuat siapapun yang berada di sekitarnya merasakan atmosfer berbeda. Meskipun usianya baru 13 tahun namun jangan meremehkannya karena sekarang dia sudah selesai menamatkan S1 nya bahkan dia sekarang sedang menyelesaikan kuliah S2 nya. Tumbuh di keluarga yang kaya raya, dianugerahi paras yang rupawan, dan otak yang jenius. Membuat dirinya sangat angkuh dan menganggap orang lain lebih rendah darinya..   Maxime berjalan dengan angkuhnya ke dalam laboratorium yang di bangun ayahnya sebagai kado ulang tahunnya 2 tahun yang lalu. Kemegahan dan kemajuan teknologi yang ada di laboratorium ini tak lepas dari sentuhan seorang Maxime Collmiler yang sangat menyukai kesempurnaan.Setiap sudut laboratorium ini dilindungi dengan keaman yang cukup ketat. Setiap pintu menngunakan eyes detection.   Dengan di dampingi oleh keempat bodyguard yang khusus mengawal dan menjaganya di laboratorium. Maxime memasuki lift khusus yang di desain khusus untuknya. Sementara karyawan yang lain hanya boleh menggunakan lift khusus karyawan. Bahkan bodyguard Maxime tidak diperbolehkan oleh Maxime untuk mengawalnya di dalam lift khusus. Jadi mereka harus menaiki lift khusus karyawan.   Sebenarnya Maxime tidak memerlukan semua bodyguard untuk menjaganya di laboratorium mengingat begitu hebatnya kemampuan beladirinya. Tapi ibunya selalu saja takut terjadi sesuatu yang buruk padanya. Hingga mau tak mau ayahnya memberikan banyak bodyguard untuknya yang sebenarnya tidak terlalu penting.   Ketika pintu lift terbuka Maxime langsung disambut dengan para bodyguard lain yang sudah standby di depan lift bersama 4 profesor lainnya.   "Selamat datang tuan. Senang melihat anda kemari lagi. Seperti yang anda perintahkan kami telah melanjutkan penelitian sesuai instruksi anda sebelumnya. Beberapa obat - obatan baru telah diproduksi, beberapa virus juga sudah dikembangkan dan sudah dibuatkan penawarnya. Selain itu mobil rakitan anda juga sudah mencapai 75%" Prof. Bruce berjalan beriringan dengan Maxime sambil menunjukkan hasil kerjanya.   "Aku mau besok obat-obatan ini harus sudah siap dikirim. Dan virus ini harus dikembangkan lagi. Aku tidak mau sampai ilmuan di luar sana bisa menemukan antivirusnya dengan mudah. Mereka harus membeli dari kita. Aku akan mengadakan pelelangan virus 2 Minggu lagi. Seluruh penghuni pasar gelap akan datang dan aku tidak mau menyia-nyiakan keuntungan sebesar-besarnya. You understand?"   Maxime memakai kacamata hitamnya kemudian berbalik menatap para profesor yang memandangnya dengan wajah penuh ketakutan "Kalian juga harus menyelesaikan mobilku dalam waktu seminggu ini ——" belum sempat Maxime menyelesaikan ucapannya. Seorang profesor berumur setengah abad sudah menyela pembicaraannya. " Tapi itu tidak mungkin Tuan ——" belum sempat profesor itu selesai bicara sebuah peluru tanpa suara dengan kecepatan yang sama dengan kecepatan cahaya sudah lebih dulu mendarat di kepalanya hingga membuat kepalanya berlubang dan darahnya mengenai profesor yang lain dan para bodyguard yang berjaga dibelakangnya.   "Aku tidak suka hal yang tidak mungkin. Karena semua yang ada di tangan seorang Collmiler apapun bisa terjadi. Orang bodoh yang tidak berguna memang seharusnya dibunuh saja. Mereka terlalu banyak membuang waktuku." Katanya sambil memasukkan kembali pistolnya "Ini juga peringatan untuk kalian. Jika kalian tidak bisa menggunakan otak kalian dengan benar, maka nasib kalian akan sama sepertinya. Mengerti!" Katanya dingin dengan wajah yang datar.   "Baik tuan muda." Kata mereka membungkukkan badannya tanda hormat. Sementara Maxime hanya menatap acuh tak acuh.   "Siapkan helicopterku. Aku akan kembali ke mansion utama sekarang." Ucap Maxime pada salah satu bodyguardnya. kemudian pergi meninggalkan ruang pengawas diikuti bodyguard yang lainnya. Setiap langkahnya mampu membuat siapun yang berada disekitarnya bergetar ketakutan. Wajahnya yang selalusaja senantiasa tampak datar tetapi malah membuatnya semakin terlihat coll.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD