Si pemimpi kecil yang hobi mendekam dikamar setiap harinya. Punya rasa percaya diri yang suka pasang surut sehingga kebanyakan cerita tak kunjung selesai, so please support me.
"Kamu serius mau jadi polisi?" Tanya Rena dengan bibir tebal dan wajah memerah usai menghabiskan mie ayam level 4nya."Iyalah, kan aku dah pernah cerita dulu" Jawab Janus enteng tak menyadari raut masam kekasih 2 tahunnya itu. "Kamu nggak akan mundur biarpun aku minta putus?" Lirih Rena yang terdengar jelas dirungu lelaki dihadapannya. "Ren, hubungan kita itu udah lama dan nggak ada sangkut pautnya sama cita-cita aku mau jadi polisi" Tegas Janus dengan suara ditekan takut menarik perhatian orang lain. "Ada, Janus! Ada! Kamu jelas tahu itu""Ren! Itu dua hal yang beda! Kita udah bareng 2 tahun, apa selama itu kamu nggak ngenalin aku? Disana emang banyak cowok brengsek tapi aku beda, Ren" "Bertemanlah dengan penjual minyak wangi karena jika tidak membelinya minimal kamu bisa mencium wanginya, tapi jika berteman dengan pandai besi jika bajumu tidak hangus terbakar maka kamu akan mencium bau busuknya""Ren, stop! ketakutan kamu nggak masuk akal" "Jan, itu bukan cuma ketakutan nggak jelas kayak pikiranmu tapi udah banyak buktinya! papaku, mantan kak-""Kayaknya emang sebaiknya kita putus aja Ren, jalan kita udah beda" sela Janus lirih sebelum berlalu begitu saja meninggalkan Rena yang berusaha menahan air matanya. Sekelebat ingatan 5 tahun lalu muncul dipikiran Rena begitu melihat sosok pemuda tinggi yang masih diingatnya berdiri tegap dihadapannya. "Gue udah ngehubungin mamah, tapi dia nggak bisa dateng karena lagi diluar kota jadi minta gue buat nemenin lo sampe dia dateng" Suara berat yang dulu akrab ditelinganya itu berhasil membuat tenggorokan Rena semakin kering usai kejadian naas yang menimpanya. Lima tahun lalu mereka adalah sepasang remaja yang dimabuk asmara, beda dengan sekarang walau Rena sadar debar itu masih jelas dia penyebabnya.
Banyak warna untuk mengartikan banyak hal dalam hidup, termasuk warna untuk kisah masa perkuliahan Rayya. Jalan menuju kedewasaan masih panjang, belum kenyang pengalaman soal kehidupan bersosial maupun percintaan.
Pertama kali jauh dari orang tua dan juga pertama kali mengalami gejolak percintaan karena kurangnya pengalaman asmara di masa SMA, hanya berjangka 3 minggu. Apalagi ketemunya orang kurang peka dan plin-plan tapi pintar bersilat lidah seperti Faqih, bagai makan dark chocolate dihari valentin, pahit manis.
“Bener kata Gita, harusnya namamu itu Faqyu bukan Faqih” RayyanaTavisha Bakhtiar.
“Aku emang nggak bisa ngasih kepastian, tapi aku bisa jamin kalau aku beneran sayang kamu Ray” Faqih Alkhalifi.
Chat sederhana dari pria pendiam seperti Genta nyatanya berhasil mengguncang ketenangan jiwa Wulandari Dwi Anindita di minggu-minggu meresahkan menuju UAS.
Wulandari, kayaknya aku beneran suka kamu
Jika dibedah struktur kalimatnya tentu saja meragukan. Bilang suka kok pake KAYAKNYA, siapa yang percaya? Nggak ada, apalagi jika mengingat sejarah hubungan mereka.
3 tahun jadi teman serombel hanya kenal nama dan berbicara seperlunya terkait tugas. Itu saja bisa dihitung berapa kali mereka menjadi partner tugas dan terlibat percakapan singkat tak lebih dari 10 kata, sekali diskusi langsung jadi karena penggunaan sistem pembagian tugas.
Tapi kenapa jantung Wulan tak berhenti berdebar padahal otaknya mendoktrin, jika kalimat itu persentase C nya 100%.
Siapapun tolong selamatkan kewarasan Wulan!
*****
Ini bukan kisah tipisnya jarak antara benci dan cinta, tapi ini adalah kisah dua orang yang tak pernah saling sapa tapi tanpa sengaja sering bertemu dalam suasana canggung luar biasa.
Mereka sama-sama pendiam dan kaku, jika dijadikan satu ibarat tugu selamat datang.
Entah bagaimana akhir kisah romansa dua jiwa yang karakternya serupa tapi pemikirannya jauh berbeda ini. Ditambah beberapa stimulan dari berbagai pihak yang mendorong mereka mendekat sebagai bagian dari takdir Tuhan.
------
C = Convidence Level, biasanya menggunakan nilai rentang 90%, 95%, dan 99% untuk menentukan tingkat keakuratan suatu sampel. Semakin lebar C nya, semakin besar peluang benarnya tetapi semakin tidak berguna. Karena itu, trade off tidak boleh terlalu lebar karena tingkat kepercayaannya bisa turun, C 95% dianggap sebagai angka yang tidak moderat dan sering dipilih.
~Anetarilasss~