Prolog

366 Words
Zzzzttt zzzzttt zzzzttttt   Ah! Alarm ponsel.   "Engghhh..." Aluna meraba nakas di samping tempat tidurnya dan mematikan alarm di ponselnya lalu terlelap lagi.   "Aluna!! Bangun, Dek, shubuh ayoo!"   Seketika mata Aluna langsung terbuka begitu mendengar alarm paling ampuh sejagad rumah ini. Sebelum terdengar pekikkan lagi, lebih baik Aluna bangun dan segera sholat shubuh lalu mandi.   "Gitu dong Dek, bangun. Kayak gini gimana mau dapat jodoh, keburu dipatuk ayam!" gerutu Bunda Ellea saat melihat anak gadis satu-satunya sudah rapih dan siap sarapan.   Aluna nampak mencebik lalu menggerutu sendiri ketika Bunda atau Ayahnya menyinggung satu hal yang bisa membuat pagi harinya terasa kacau.   Jodoh.   Ahh~ dia lagi ~   Lalu Bunda memulai ceramah paginya panjang lebar, membahas semua sepupu Aluna yang sudah menikah dan menyisakan Aluna seorang yang masih betah menjomblo di usia akhir 20an ini. Aluna hanya bisa manggut-manggut tanpa perlawanan berarti sambil menikmati sarapannya walaupun agak jadi sedikit pahit karena ceramah Bunda pagi ini.   "Bunda," panggil Ayah Mario menghentikan ceramah Istrinya itu.   "Ya, Ayah?"   "Udah. Masih pagi, Aluna juga bosen dengerin itu lagi, itu lagi..."   "Tapi kan, Yah--"   "Ssshhhttt!" Ayah Mario meletakkan jari telunjuknya di depan bibirnya, tanda untuk menghentikan semua ocehan pagi ini.   Aluna tersenyum menang saat Ayah Mario membelanya. 1-0 lagi untuk pagi ini. Aluna tahu Bundanya sangat amat khawatir akan hal ini, karena Bunda Ellea takut Aluna akan susah punya anak seperti dirinya dulu yang harus menunggu 5 tahun lamanya hanya untuk mendapatkan Aluna, anak semata wayangnya.   "Akan ada saatnya Aluna mendapatkan jodohnya, Bun. Jangan takut, jodoh dan anak-anak Aluna udah diatur sama Allah. Apalagi yang harus ditakutkan?" timpal Ayah saat semua mendadak hening.   "Kalau Bunda takut Aluna lama punya anak, Aluna bisa kok cari duda yang udah punya anak." kelakar Aluna membuat mata Bundanya membulat karena kaget.   "Hush! Jangan ngomong aneh-aneh! Itu doa lho, Dek." Bunda Ellea bergedik takut saat Aluna mengucapkan hal itu.   "Apa yang salah dengan itu, Bun? Toh Aluna senang sama anak-anak---"   "Kalau senang ya punya sendiri atuh lah, kumaha ieu barudak teh!" timpal Bunda lagi membuat mulut Aluna bungkam.   "Udah-udah ya, Adek, Bunda. Cukup debatnya, mendingan sekarang kita berangkat kerja, klinik kalian buka pagi, ayo jalan." ucap Ayah Mario menengahi lalu mengapit tangan Istrinya untuk segera bangkit dari kursi.   ____________
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD