Part 1

1065 Words
Seorang perempuan berdiri di rooftop gedung rumah sakit. Di bawah sana, ia melihat banyak orang berkerumun meneriakinya untuk segera turun. Bahkan ada pemadam yang sudah menyiapkan kasur angin di bawah sana.  Gadis itu nampak tidak perduli. Malahan dia memutarkan bola matanya malas. Helaian rambutnya yang sebahu dan berwarna coklat berterbangan di tiup angin. Matanya terpejam, menikmati sentuhan demi sentuhan yang angin berikan. Membuatnya semakin tenang, sedikit demi sedikit melupakan kemarahanya tadi. Bukan marah sih, lebih tepatnya gadis itu sangat kesal. Di manapun dan kapanpun selalu saja kena marah. Walau kesalahan sekecil biji sawi, juga dia di marahin.  Tiba-tiba gadis itu terseret ke belakang, membentur sebuah d**a bidang. Dan kehangatan melingkupinya. "Nisa, lo apa-apaan sih! Ini nggak lucu asal lo tau!" Kata Rizkan, pacarnya yang tadi menariknya dan memeluknya kencang. "Jangan bunuh diri," pinta Rizkan sungguh-sungguh sambil menangkup pipi Nisa. Entah apa jadinya kalau gadis di depanya ini bunuh diri. Ia mungkin akan ikut bunuh diri juga. HUAKAKAKAKAK Nisa tertawa kencang, membuat Rizkan menatap Nisa horor. Apa pacarnya itu kesurupan jin ketawa? Tidak ada angin tidak ada hujan. Kok ketawa?  "Mikir dong Riz! Mana mungkin gue bunuh diri dan menyakiti diri gue sendiri. Gue masih punya otak yang waras, nggak sesempit yang lo fikirin. Gue juga punya masa depan yang masih panjang. Satu lagi, gue juga punya lo. Mana mungkin gue tinggalin lo, hubungan kita masih seumur jagung. Sayang ding kalau disia-siain." Kata Nisa. Ia mengambil kedua tangan Rizkan. "Gue cinta sama lo, dan perasaan itu selalu ada sampai gue mati." Deg Dada Rizkan berdebar kencang. Nisa dengar tidak ya? Semoga saja tidak! Rizkan malu mengakui kalau gadis bodoh nan menjengkelkan ini mampu membuat dadanya bergetar hebat dan darahnya berdesir kencang. Rizkan kalah sama gengsinya. "Gue sa sayang lo," Rizkan kembali memeluk Nisa. Bahkan dia tidak mengatakan hal serupa yang dikatakan oleh Nisa. Rizkan cuman bilang sayang. Rio mendekat ke arah Nisa dan Rizkan yanh sedang berpelukan. Ia menepuk bahu Rizkan, sampai pelukan mereka terlepas. "Gue percaya sama lo Riz, jaga adek gue. Jangan ngecewain gue, ok!" Pesan Rio yang di angguki oleh Rizkan. Setelah itu, pria tampan bertubuh tinggi itu berlalu meninggalkan pasangan yang tengah di mabuk asmara. "Mau kemana?" Tanya Nisa saat melihat Rizkan berdiri di tempatnya tadi. "BUNUH DIRINYA NGGAK JADI, KALIAN BUBARAN AJA. MAKASIH YA ATAS PARTISIPASINYA!!!!!" Teriak Rizkan yang ditujukan pada orang-orang dibawah. Semuanya mengucapkan syukur, lalu bubaran. "Absurd lo!" Kekeh Nisa yang merasa konyol dengan tingkah Rizkan.  "Makan kuy, gue traktir pizza." "Kuy... kuy... 3 pizza yah.. yah?" "Sepuluh pun gue traktir," Rizkan mengalungkan tanganya di pundak Nisa. "Minfa duit sama Papi dulu yah. Hehe..." "Yeuu... kirain uang sendiri," Nisa menjitak kepala Rizkan. Rizkan yang tidak terima, mencium pipi Nisa lalu ia berlari duluan menuruni anak tangga. "RIZKAAAAAAN b******k!" **** "Selamat datang anak-anak Daddy, penerus Daddy di istana kita." Kata Rio antusias. Ia mendorong kereta bayi bebi embulsnya dengan satu tangan. Tanganya yang lain, merangkul pinggang Diandra yang masih belum terlalu pulih. "Daddy harap kalian berdua jadi anak-anak yang sholeh ya, kaya Daddy sama Mommy." "Amin Kak," sahut Diandra senang.  Keluarga kecil nan bahagia itu menuju kamar bebi embuls yang sudah dipersiapkan jauh-jauh hari oleh Rio. Sebuah kamar yang indah, dan penuh kesan anak-anak. Bercat biru putih, dan hampir semua barang-barang di dalamnya berwarna biru putih.  Kamar ini, bersebelahan dengan kamar Rio dan Diandra. Ada pintu penghubungnya juga, kalau-kalau bebi embuls nangis pengen nyusu waktu malam hari. Jadi mereka bisa langsung menghampiri. "Demi apa Yang, aku seneng banget. Nggak nyangka aja bisa dapat dua bebi embuls yang ucul-ucul. Berasa baru kemarin kita nikah, udah jadi Daddy sama Mommy aja kita." "Iya Kak, Diandra juga nggak nyangka. Diumur yang semuda ini Diandra udah di kasih dua buah hati yang lucu. Juga suami yang cinta sama Diandra, hiks..." tangis Diandra pecah. Rio langsung memeluk tubuh mungil istrinya itu erat. Ia tau, menjadi ibu di usia semuda ini sangat teramat berat. Dan Rio sedikit menyesal telah menghamili Diandra tanpa memimikirkan masa depan Diandra yang masih sangat panjang. Rio pun tau, Diandra pasti sangat ingin meneruskan sekolahnya. Walau Diandra bilang dia bahagia, Rio tau kalau sebenarnya di dalam lubuk hati Diandra ia ingin meneruskan sekolahnya. Dan merasa sedih kala harapanya itu musnah dengan kehadiran bebi embuls. "Maafin Kakak ya Sayang, nggak bisa nahan diri. Seharusnya nunggu kamu sampai lulus," kata Rio. Lelaki itu mencium puncak kepala Diandra.  "Kakak sama sekali nggak salah, kalau Kakak fikir Diandra menyesal. Jawabanya nggak! Diandra bahagia kok. Apalagi dengan adanya si kembar. Jadi, jangan menyalahkan diri sendiri. Kasihan kembar," Diandra berjongkok, menyetarakan tubuhnya dengan kereta bayi si kembar. Siapa coba yang tidak senang di karuniai buah hati se comel ini? Diandra merasa sangat beruntung, di beri kepercayaan Allah secepat ini. Bahkan, di luaran sana banyak pasangan yang telah menikah bertahun-tahun tapi masih belum di beri momongan. Bukankah Diandra musti bersyukur? Rio ikutan berjongkok di samping Diandra, mengamati setiap pergerakan yang di lakukan Nate dan Mike. "Nanti malam, kita ngadain makan malam yah... yah..." pinta Rio sambil menggoyangkan lengan Diandra. "Boleh, emang siapa aja yang di undang?" "Nggak banyak Yang. Keluarga kita, sama client-client aku. Terus kita adain lomba dansa, gimana?" "Lomba dansa?" Diandra membeo ucapan Rio. Lalu mengangguk setuju, tidak ada salahnya mencoba. "Udah gih kamu istrahat sana, biar aku urus semuanya." "Si kembar?" Tanya Diandra. "Udah biar aku yang jaga, udah sana istirahat muka kamu pucat." Diandra pun mengikuti ucapan Rio. Masuk ke dalam kamarnya dan tidur. Selama menginap di rumah sakit, jadwal tidurnya berkurang. Apalagi saat si kembar rewel, uh Diandra tidak pernah ada waktu untuk tidur. Ini saatnya balas dendam ***** Malamnya, Diandra sudah siap dengan gaun merah darahnya yang memiliki panjang se tumit dengan belahan sampai paha saat ia berjalan. Rambutnya ia blow dan dibiarkan terurai, menutupi punggungnya yang bolong. Kalau di umbar, suaminya bisa ngamuk dan berubah jadi kyubi. Hmm... Ceklek Pintu kamar di buka, menampilkan Rio yang sudah tampan memakai tuxedo hitamnya. Rambutnya ia sisir kebelakang, dan itu menambah kadar ketampananya.  Rio membawa dua buah topeng di tanganya untuk pesta dansa nanti. Sesampai di depan Diandra, Rio sama sekali tidak berkedip. "Surganya bocor ya? Kenapa ada bidadari di sini?" Tanya Rio sambil mengelus pipi Diandra. "Idih... gombal banget," "Beneran," "Hmm... iya deh. Anak-anak mana?"  "Habis di susuin sama kamu tidur mereka, hh... padahal udah aku pakaikan tuxedo kembaran sama aku," kata Rio miris. "Yaudah, keluar yuk udah rame kan?" Rio mengangguk. Lalu mereka keluar kamar dengan Rio yang menggamit pinggang Diandra posesive. ****
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD