"Kemana lelaki jahat itu, tadi aku dengar suaranya dari arah sini, apa aku salah ya?" Kana baru saja keluar dari persembunyiannya.
Berusaha mencari sumber suara Evano yang didengarnya berkali-kali meneriakkan namanya. Namun, keningnya segera mengerut kala suara itu berhenti. Kana terdiam dan merasa ragu dengan pendengarannya sendiri.
"Huft ... jangan-jangan aku ngigo, lagian nggak mungkin juga kembai ke sini dan mencariku. Dia kan nggak punya hati," lanjut Kana dengan nada suara yang lemah, dan hampir dia putus asa.
Perempuan itu berbalik dan bermaksud kembali ke arah persembunyiannya yang sebelumnya, tapi karena itu dia segera melihat lampu sorot mobill dari jauh. Kana pun senang, tapi kemudian dia berpikir lagi.
"Jangan-jangan itu mobill orang jahat!"
Meski begitu langkahnya terus menghampiri mobil itu dari jarak yang lumayan jauh, tapi tentu saja dengan waspada. Begitu sudah beberapa meter, Kana pun menghela nafas dengan lega, melihat plat mobil yang dikenalnya.
"Beneran mobil orang jahat," ujar Kana, tapi dengan seringai tipis yang dibarengin dengan senyumannya.
Ternyata mobil orang jahat yang dimaksudnya bukan orang asing, tapi orang jahat yang bernama Evano Danuartha suaminya.
"Mas kamu jemput ak---" kalimat Kana berhenti sesaat setelah dia menyadari tidak ada siapapun di sana.
"Kemana orangnya?"
Kana bingung, tapi sembari mencoba membuka pintu mobil. Ternyata tidak dikunci. Perempuan itu hampir tidak percaya, karena kecerobohan suaminya itu. Meski akhirnya diapun mensyukurinya, sebab dengan hal itu Kana tidak perlu menunggu di luar dan merasakan angin maam yang semakin menusuk tulang.
Perempuan itu juga langsung ke arah kursi belakang mobil. Dia mengantuk dan berpikir akan berbaring di sana.
"Masih dingin, ughh ... mengigil sekali!"
Ternyata walaupun sudah sangat mengantuk, dia masih tidak bisa terpejam. Kana pun melihat jas milik Evano yang tersampir di jik mobil. Kana mengambilnya, dan mengunakannya sebagai selimut. Gadis itu akhirnya bisa pulas dengan sepenuhnya.
Tak lama kemudian, Evano terlihat kembali ke sana dan mengerang frustasi. Menyisir rambutnya ke arah belakang dan meninju kap mobil sebelum kemudian masuk.
"Sial! Kemana perginya perempuan pembawa masalah itu?" geramnya dengan wajah gusar.
Orang yang sudah ditolongnya sudah pergi setelah dijemput kelurganya, dan sebenarnya Evano juga sudah sempat kembali mencari kembali dan bertemu dengan para laki-laki yang di temui Kana. Mereka sempat bertengkar, tapi saat para elaki itu tahu dia suami Kana, mereka melipir kabur.
'Siala*!! Dia suami wanita HIV itu. Jangan sampai kita ketularan. Lari ....'
Gambaran kejadian sebelumnya membuat Evano sedikit lega. Dia sadar dari kaimat para leaki itu, istrinya sudah lebuh dahulu bertemu dengan mereka dan Kana berhasil mengelabuhinya. Meski tetap saja Evano tidak bisa tenang. Pria itupun segera ke kantor polisi dan bermaksud untuk membuat laporan orang hilang.
"Maaf, Pak. Kita harus menunggu dua puluh empat jam baru bisa melakukan tindakan. Hal tersebut sudah merupakan syarat dan ketentuan yang ada," jelas Pak Polisi dengan profesional.
Namun, Evano langsung melotot sebelum kemudian mengepalkan tangan. "Apa! Coba katakan sekali lagi?" Nada suaranya mengacam dan penuh peringatan, tapi Pak Polisi tak terlihat takut sama sekali.
"Kita harus menunggu dua puluh empa---"
Bugh!
Pukulan langsung mendarat di wajah Pak Polisi tanpa terelakkan. Evano langsung kesetanan, tapi beruntunglah Pak Polisi lebih babak belur karena petugas yang lain segera menghadang Evano.
Namun, kejadian itu pun bertambah ribet, manakala Evano mendapatkan peringatan, akibat keakuannya sendiri. Pria itu sampai menghubungi pengacaranya.
Setelah urusannya beres, waktu sudah menunjukkan pagi hari dan matahari sudah terbit. Evano pulang dengan keadaan yang berantakan. Sesampainya di kediamannya, pria itu memarkirkan mobil.
Evano mendesah kasar, dia tidak ingin berhenti mencari Kana, tapi bahkan sudah berniat menyewa jasa seseorang untuk melacak keberadaan Kana. Masih dalam mobil yang sudah terparkir, Evano mengeluarkan ponselnya, bermaksud mendial nomor orang kepercayaanya, tapi suara bersin dari belakang membuatnya kaget.
"Hachiii!"
Pria itu segera menggertkkan gigi, mengepalkan tangan, dan mendesah kasar. Pada saat sosok yang bersin itu menjatuhkan jas, karena dia mulai bangun dan terduduk.
"Hachiii--hachiii ... ughhh! Hidungku gatal sekali, arghhh, kenapa pening juga."
Kana heboh sendiri, meraih jas Evano yang barusan terjatuh, tanpa menyadari empunya sudah di sana dan menatapnya tajam.
*****
"Kana!"
Panggilan itu membuat Kana segera mendongak dan tersentak kaget. Matanya melotot, telapak tangannya reflek mengelus dad*nya sendiri, tapi sesuatu yang tidak bisa ditahan meledak dan membuat Kana lebih kaget setelahnya.
"Hachii!"
Kali ini dia tak hanya bersin, tapi bersinnya sedikit mengeluarkan ingus dan ingus itu mengenai Evano.
"Ak--uu ...." Glek, Kana meneguk ludahnya kasar.
Bersamaan dengan hal itu, Evano keluar dengan cepat dari mobil, kemudian bergegas membuka pintu mobil dibagian penumpang tepatnya di bagian Kana berada.
"Keluar."
Nada suara pria itu terdengar pelan, tapi Kana justru meneguk ludahnya Kasar. Dia meremas telapak tangannya yang lain, sembari beralih ke sisi mobilnya yang lain.
Evano pun mengerang dengan nada yang rendah dan terpaksa mencondongkan bagian tubuhnya sebagian ke dalam mobil untuk menjangkau Kana.
"Jangan membuatku gusar, Kana," ujar Evano dengan nada suara yang berat.
Kana menggigit bibirnya pelan, seraya memejamkan mata dan dengan gerakan ragu dia kembali bergeser mendekati Evano. Selang beberapa detik tubuhnya sudah melayang digendong suaminya.
Nafasnya semakin berat, dan juga sulit karena Kana merasa hidungnya mulai tersumbat.
'Mat*, habis ini dia pasti akan menyiksaku lagi dan mungkin membun*hku!' batin Kana.
Perempuan itu menggosok hidungnya yang gatal, lantas memberanikan diri membuka sedikit kelopak matanya mengintip. Akan tetapi dia segera menutup matanya lagi sepenuhnya, karena tampaknya Kana kapok, sebab saat mengintip tadi tatapannya malah bertemu dengan tatapan mata Evano yang tajam.
Bugh!
Sebelum Kana menikmati perasaan itu, sesuatu menimpa wajahnya dan segera menghalangi pandangannya.
"Aku tidak mau terkena ingusmu lagi!" cibir Evano membuat Kana semakin tidak tenang dalam gendongan suaminya itu.
Mengenai sesuatu yang menghalangi pandangannya itu, ternyata itu adalah jas Evano yang sengaja ditaruh empunya di wajah Kana. Kana sendiri tak protes, walaupun nafasnya bertambah sesak, karena jas itu rasanya melindunginya dari pandangan jahat Evano.
*****
Beberapa jam kemudian, Kana sudah berganti pakaian dengan yang bersih dan lebih nyaman. Dia terbaring di atas ranjang dengan selimut tebal. Lalu Evano, pria itu tidak menghajarnya seperti dugaan Kana, tapi dia juga tidak lebih baik. Pria itu duduk di sofa yang ada di dalam kamar, menghadap ke arah Kana.
Meski tidak setiap detik menatapnya, tapi pria itu tetap saja membuatnya gelisah dan tidak tenang. Karena itu pula Kana masih terbaring di sana dan tidak bisa beristirahat yang benar.
"Apa kau lupa ucapan dokter?" Nada suaranya perahan, Evano bicara seolah tau Kana tidak akan berani menyelanya. "Beristirahat Kana. Tidurlah!"
Kana mengangguk dan menarik selimut untuk menutupi seluruh tubuhnya. Dia bermaksud seperti beberapa jam lalu, supaya lepas dari tatapan Evano.
"Jangan bodoh, Kana. Kalau kamu menutupi wajahmu dengan selimut begitu, kau akan semakin sulit bernafas. Kau sedang flu," ujar Evano menginterupsi tindakan Kana.
Tak mau kena omel lagi, Kana pun menurut. Membuka selimut dan menutup mata juga usaha yang keras mengabaikan keberadaan Evano. Sayangnya hal itu malah membuatnya pusing. Kana pun mendesah kasar, gadis itu bangkit dan duduk dengan bersandar ke sandaran tempat tidur. Meraih ponselnya, bermaksud memainkannya untuk mengundang kantuk.
Namun, hal itu justru membuatnya kaget karena tiba-tiba Evano sudah menjulang tinggi dihadapannya dan merebut ponselnya.
"Tidurlah dan beristirahat dengan baik. Ponselmu akan dikembalikan setelah kondisimu membaik. Jangan lupa makan siang dan minum obat dengan baik. Aku harus ke kantor sekarang."
Seperginya Evano, Kana berguling dan melakukan peregangan. Kemudian bangkit dari tempat tidur, walaupun pusing dan kedinginan.
"Akhirnya dia benar-benar pergi. Aneh sekali sikapnya hari ini, tumben tidak marah dan bahkan mengawasiku sejak tadi," ucap Kana yang sudah di bakon kamarnya, menatap mobil Evano yang berlalu dari sana.
Kemudian turun ke lantai bawah dan langsung ke dapur. Dia segera membuat sesuatu di sana seraya menggerutu.
"Ini baru obat yang cocok untukku, bukan disuruh tidur. Lagian habis tidur, malah dipaksa tidur lagi. Yah, gak bisalah," ujarnya bersemangat.
Kana pun tersenyum dan dengan perasaan yang tak sabar menatap mie instan yang baru saja dia buat.
"Ini baru pengobatan yang benar!"
*****