SERPIHAN 1
SERUPA TAPI TAK SAMA
Akara. Kesan pertama saat aku mendengar namanya adalah 'keren'. Dia adalah salah satu cowok yang sedang populer di sekolah. Tinggi, kulit sawo matang, anak paskibra, anggota osis, aktif jadi anak rohis plus punya senyum manis.
Kami akan duduk satu bangku saat mata pelajaran Bahasa Indonesia. Pak Abdul menghendaki tiap murid duduk sesuai dengan urutan nama di buku absen. Saat itulah aku punya kesempatan untuk berbicara banyak hal dengan dia.
Akara adalah pribadi yang ramah dan supel. Aku yang tergolong cewek irit bicara bisa mencair saat ia mengajak bicara. Apakah aku mulai menyukai Akara lebih dari sekedar teman?
Hari itu Akara tidak masuk. Dia izin sakit. Aku merasa seperti ada sesuatu yang hilang. Tak banyak anak cowok yang mau lama-lama mengobrol denganku seperti Akara.
********
Sandra menghenyakkan p****t di bangku sebelahku. Aku terpaksa menghentikan aktifitas membaca buku seri lima s*****n dan menyapanya.
"Ada apa, san? Tumben kamu udah balik kelas? Biasanya sampai jam istirahat selesai kamu betah-betah aja di kantin."
Sandra meletakkan tangan di meja lalu menopang dagunya dengan kedua tangan.
"Aruni, menurutmu Akara itu baik ke semua cewek atau gimana?"
"Kenapa kamu menanyakan hal itu, San?" Tanyaku balik.
"Habisnya aku lihat-lihat sikap dia ke kamu itu so sweet banget. Beda gitu dengan sikap dia kayak ke aku atau ke Nawang."
"Biasa aja sih. Dia kan emang baik ke siapapun yang duduk sebangku dengan dia, San. Nothing special."
Sandra menjitak kepalaku pelan.
"Emang Aruni Kusuma ini cewek paling gak peka satu sekolah," ledeknya.
"Ya kan dia ga pernah nembak aku, San. Aku ga punya stok GR, hahaha ... "
"Runi, misal nih Akara nembak kamu, bakal kamu terima ga?"
Aku mengedikkan bahu dan memberi senyuman misterius untuk Sandra.
"Nih anak senyum-senyum doang di tanya. Beneran kamu gak ada rasa dengan Akara? Aku siap jadi mak comblang kalian, Runi sayang ..."
"Lakuin aja, Sandra. Let's see,"tantangku padanya.
*******
Aku yang memang tak ada rasa dengan Akara merasa risih dengan cara Sandra mendekatkan kami. Lambat laun Akara menjadi pendiam saat sebangku denganku. Dia tak lagi mengajakku bicara. Bila pak Abdul belum datang, dia memilih bergabung ngobrol dengan Elisa dan kawan-kawan.
Tak masalah bagiku sebenarnya. Hanya saja yang membuatku tak nyaman adalah gosip yang di sampaikan oleh Tasya setelah dua bulan lamanya Akara bersikap aneh.
"Jadi gitu, Runi. Akara merasa kamu yang ngejar-ngejar dia. Dia gak mau memberi kamu harapan palsu. Akara ga suka kamu."
"Pantas saja dia seolah alergi tiap kali sebangku denganku. Siapa sih yang bilang ke Akara kalau aku suka dia, Sya?"
Tasya melirik kanan kiri, memastikan tak ada orang yang namanya akan ia katakan.
"Kata Sandra, Run. Aku tak sengaja mendengar dia dan Akara ngobrol di kantin."
"Ck, Akara percaya dengan yang di bilang Sandra?"
"Iya. Makanya dia seolah menghindari kamu kan? Eh tapi bener ga sih kalau kamu suka dengan dia?"
Aku tergelak dengan pertanyaan Tasya.
"Tidak, Sya. Aku memang kagum dengan Akara. Tapi bukan Akara orang yang aku suka."
Tasya langsung menepuk jidatnya pelan. "Salah paham ternyata."
Lalu aku menceritakan ke Tasya tentang rencana Sandra menjadi mak comblangku dengan Akara tempo hari.
"Lalu siapa cowok di sekolah ini yang kamu suka, Run?"
Aku menggeleng pelan. "Ga ada. Aku tak berminat pacaran dengan teman atau kakak kelas yang satu sekolah. Ga enak. Jika putus jadi bahan gosip satu sekolah."
"Kasihan Akara. Dia sudah merasa pasti jika kamu suka dia."
"Biarin. Aku tak masalah Akara menghindariku. Berarti dia bukan cowok yang beneran baik kan? Main prasangka."
*******
"Hai, sudah lama menunggu?"
Aku pura-pura menampakkan marah saat lelaki itu kali ini terlambat datang menjemputku.
"Maaf, Aruni. Kakak datang telat karena tadi harus menyelesaikan tugas kuliah dulu."
"Tugas kuliah apa tugas kuliah?"
Lelaki itu menepuk jok belakang sepeda motornya. "Udah sini naik,"katanya sambil tersenyum tak mengindahkan pertanyaanku.
Senyum manis yang sekilas mirip dengan Akara. Secara fisik juga hampir sama tinggi. Bedanya, yang ini cintaku tak bertepuk sebelah tangan.
Mungkin Sandra pernah melihatku di jemput olehnya dan menyangka dia Akara.
*********
Pak Abdul hari ini tak datang ke kelas. Beliau izin cuti dua hari. Kami di beri tugas mengerjakan halaman 55.
Akara sudah hampir tiga bulan berusaha menghindar. Biasanya bila pak Abdul tidak ke kelas, dia akan bergabung dengan geng Nawang. Tapi kali ini tidak. Dia duduk di sebelahku seperti biasanya dan mulai mengerjakan.
Diam-diam Akara menyodorkan kertas.
'Maafkan Aku,' tulisnya.
Aku tak membalas pesan itu. Biarlah. Agar dia tahu rasanya di abaikan tanpa sebab.