SERPIHAN 6

718 Kata
Sedang asyik menyantap nasi kari ayam, seseorang tiba-tiba duduk di depanku. Dengan tak sopan dia memindai penampilanku. Aku melotot padanya. Yang justru di sambut dengan tawa membahana. Ibu pemilik warung nasi kari sampai melihat ke arah kami karena di kantin hanya ada aku dan makhluk tak sopan di depanku. Rupanya ibu kantin mengenal dia. "Mas Daniel, jangan gangguin pacar orang." Yang di sapa cuma tersenyum nakal. Lalu dia memulai perbincangan. "Aku kayaknya gak asing dengan wajah kamu deh. Kayak pernah lihat." 'Tentu saja kamu akan pernah lihat. Wajahku terpampang di semua outlet dan media publikasi Nama Busana,' batinku. "Kamu anak kelas berapa?" tanyanya. Aku sebenarnya enggan menjawab. "Kelas 2 IPS," jawabku. "Kenal sama Akara?" "Kenal. Kami satu kelas." Dia mengetuk-ngetuk meja kantin. Aku sedikit terganggu dengan hadirnya dia. Aku tak bisa menikmati suasana pagi hari ini. "Kamu gak tanya namaku?" Aku memutar bola mata malas sambil mengaduk teh hangat. "Ibu kantin tadi udah ngasih tahu." Dia terkekeh dan tiba-tiba mengelus puncak rambutku. Tangannya langsung aku tepis. "Aku gak kenal kakak siapa. Ga sopan banget ... " Dia sepertinya tak memperdulikan reaksiku. "Kurasa aku sudah ingat di mana pernah melihat kamu." Aku tak peduli dia mau berkata apa. Aku segera bangkit dan membayar nasi kari tadi. Tapi tangannya menahanku. "Aku suka kamu dan menunggu waktu untuk bisa ngobrol berdua denganmu. Bisa tolong duduk sebentar lagi?" Aku menggeleng dan melepaskan tangannya. Melanjutkan jalanku hendak membayar. Ibu kantin tersenyum melihat kami berdua. Aku jadi salah tingkah. Apakah ibu kantin sangat mengenal cowok yang bernama Daniel tadi? "Berapa, bu?" "Nasi kari dan teh hangat ya?" Aku mengangguk. "Lima belas ribu mbak. Ada tambah kerupuk?" Aku menggeleng dan mengangsurkan uang dua puluh ribu. Saat menghitung kembalian ibu kantin berkata," mas Daniel itu orangnya baik kok, mbak. Ya meski suka usil dengan anak cewek. Dia gak pernah melanggar peraturan sekolah. Usilnya dia ya mengacak-ngacak rambut." 'Usil yang aneh,' pikirku. Ibu kantin mengangsurkan kembalian. Aku tak lagi menoleh ke arah Daniel, terus melangkah ke arah pintu. "Aruni Kusuma, cewek paling aneh di SMAN 1 Kapaja. I love you," teriaknya. Tak peduli dengan sorakan dari anak-anak yang lain aku berlari ke arah kelas. 'Bodo amat,' batinku. ********* Perasaanku sudah tak enak sejak kejadian tadi pagi di kantin. Tasya yang terbiasa dengan sikap diamku pun tak menanyakan apa-apa. Justru pertanyaan absurd datang dari bigos nomor satu di sekolah. Ya, siapa lagi kalau bukan Sandra. Dia mendekat ke bangkuku saat jam istirahat. Di kelas hanya menyisakan aku yang memilih membaca komik dan Nawang yang sibuk mengerjakan soal latihan akuntansi. "Run, kamu jadian dengan kak Daniel?" tanya Sandra tanpa basa basi. "Sok tahu kamu, San." "Di kantin kan sedang ada pesta." 'Pesta macam apa di jam istirahat," batinku. Sandra meneruskan. "Kak Daniel mentraktir semua yang makan ke kantin hari ini. Dagangan ibu-ibu kantin sudah dia bayar semua." Aku masih diam tak menanggapi apa yang baru saja di sampaikan oleh Sandra. "Kak Daniel bilang dia habis nembak cewek IPS kelas dua." 'Wah gak beres nih ... ', pikirku sambil tetap fokus dengan komik Black Swindler. "Kak Daniel bilang namanya Malika Yashna. Tapi kan gak ada anak IPS dengan nama itu. Apa dia jadian dengan anak IPS di sekolah PGRI?" Sandra masih saja bermonolog. Dia acuh dengan diamku. Andai Sandra ingat bahwa nama belakangku ada inisial MY. Benar, berarti kak Daniel tahu bahwa aku BA dari Nama Busana. Nawang yang duduk dua bangku di sebelah kananku tiba-tiba menyahut. "San, kayaknya aku pernah lihat deh nama dengan inisial itu." Sandra menoleh ke arah Nawang. "Aku kira kamu serius ngerjain tugas, Na. Aku hafal semua nama anak dari SMPN 2 yang sekolah di sini. Tapi gak ada yang namanya Malika. Adik kelas kita juga gak ada dengan nama itu." Nawang hendak mengatakan sesuatu tapi aku memberinya isyarat. Ya, Nawang adalah salah satu murid yang cerdas di kelas IPS. Kami sebelumnya satu kelas di kelas 1. Nawang menjadi ketua kelas. "Kamu ingat seseorang, Na?" Nawang memilih menggeleng. "Gak ada sih, San." Hening kemudian. Sandra memilih melanjutkan makan camilan di sebelahku tanpa bicara apapun lagi. Sebuah pesan masuk ke HP-ku. Dari Nawang. [Kamu berhutang penjelasan ke aku, Run.] Aku tersenyum membaca pesan itu. [Tenang, sis. Kita berbalas pesannya nanti malam saja ya. Pulang sekolah aku udah ada janji dengan pacarku.] Nawang rupanya membalas lagi. [Akara? Kamu pacaran sama dia sekarang?] [Bukan.] Nawang tak membalas lagi.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN