SERPIHAN 7

750 Kata
POV AKARA Jika bukan karena Kak Agha, aku enggan bersikap manis di depan Aruni. Terserah dia mau berbaikan denganku atau tidak. Aku keki di cuekin saat permintaan maafku hanya dia baca. Di saat cewek-cewek lain berlomba mencari perhatianku, dia menganggapku bukan siapa-siapa. Sayangnya, pesan kak Agha berarti perintah. Setiap hari ada saja yang di tanyakan oleh kak Agha tentang Aruni. Seperti pesan yang dia kirimkam hari itu. [Aka, nanti jam istirahat belikan Aruni cemilan ya. Dia biasanya suka kue klepon, tahu bakso, dan minumnya teh tawar.] Aku tak berani berkata tidak. Bisa di coret dari daftar trah keturunan Basudewa nanti. [Baik, kak Agha. Ada lagi?] [Pastikan dia terjaga dari gosip yang aneh.] Aku mendesah pelan. Rupanya kak Agha sudah tahu perihal gosip tentang kami. Terlalu sering mendapat permintaan tolong dari kak Agha, membuatku sering memperhatikan Aruni diam-diam. Aku tak melihat ada yang menarik dari diri Aruni sampai sekarang. Lalu kenapa kak Agha begitu menyukainya? Aruni siswa biasa di sekolah. Ikut organisasi pun dia bukan sebagai ketua divisi, hanya staff biasa. Memang dia mempunyai tinggi di atas rata-rata. Beda 5cm malah dariku. Tapi dia tak berminat jadi paskibra. Pernah Andromeda cerita bahwa Aruni di bujuk oleh Pak Subhan, pelatih sekaligus guru mata pelajaran sejarah, agar mau jadi anggota paskibra. Aku tak percaya dengan cerita Andromeda. Gimana mau percaya, Aruni sangat amat cupu penampilannya di sekolah meski tanpa tambahan kacamata. Yang mungkin jika dia memakainya bisa menambah kesan dia itu 'aneh'. Aku pernah bilang ke kak Agha lewat pesan. [Kak, Aruni itu menariknya apa sih? Kak Agha kekurangan stok cewek apa di kampus?] [Hahaha ... Kepo ya?] [Gimana nggak kepo, Kak. Cewek cupu bisa di sukai seorang Agha Mumtaz.] [Kamu belum tahu sisi menariknya Aruni, Aka. Kalau sudah tahu, kalian cowok-cowok ababil akan berlomba mencari perhatian Aruni.] Aku menyembur tawa membaca balasan kak Agha. [Sampai kelas dua gak ada cowok yang dekat sama dia, Kak.] [Tunggu aja nanti ada yang dekat. Makanya jagain Aruni ya, Aka, hahaha ... ] [Boleh. Fee-nya aku minta saham 1% di Nama Busana] [Jiaahhh ... ] ********** Sesi pertama jam istirahat aku putuskan pergi ke kantin. Kantin penuh dengan siswa yang antri makanan. Biasanya tak pernah seramai ini. Melihat keramaian yang sangat aku memilih menunggu di luar sampai antrian mereda. Kebetulan ada Andromeda lewat. Aku memanggilnya untuk bertanya. "Eda, ada apa ini? Kenapa semua siswa seperti antri jatah sembako?", tanyaku padanya. "Kak Daniel, anak kelas tiga IPA 2, memborong semua dagangan para pedagang di kantin." "Ah yang bener, Da?" "Emang aku kelihatan sedang ngawur?" Kami tertawa. "Kak Daniel syukuran apa? Baik hati banget kita semua di traktir gini." "Katanya sih habis nembak adik kelas, Aka. Ada yang ngelihat dia tadi pagi ngobrol sama Aruni di kantin." Aku kaget tapi berusaha menyembunyikan ekspresiku. "Aruni? Pagi-pagi di kantin? Kamu yakin, Eda?" "Yakinlah, sumber beritanya ibu kantin yang jualan nasi kari." Mampus! Hilang sudah 1% uangku, seruku dalam hati. ********** Pulang sekolah aku mencegat Aruni di gerbang depan sekolah. Aruni terlihat malas melihatku. Dia hampir saja pergi andai aku tak berinisiatif mencekal lengannya untuk berhenti. "Run, kamu jangan main-main dengan kak Agha," protesku langsung padanya. Aruni malah mendelik. "Apaan sih pake pegang-pegang tangan segala. Aku gak ngerti apa yang kamu maksud tahu." Ck, aku mendecih. "Seluruh sekolah tahu kamu jadian dengan kak Daniel." "Sejak kapan Akara peduli seorang Aruni mau jadian dengan siapa dan mau melakukan apa," jawabnya menohok. "Sejak kamu jadi pacar kakak sepupuku. Aku gak mau ya kak Agha patah hati gegara cewek kayak kamu," balasku tak mau kalah. "Akara Danendra, kamu ga kenal aku. Kamu bahkan percaya dengan gosip tanpa bertanya terlebih dulu ke aku." "Lalu, aku harus bagaimana? Jelas-jelas tadi di kantin saat jam istirahat kak Daniel memborong dagangan ibu kantin karena jadian sama kamu," konfrontirku lagi. Aruni memutar bola mata malas khas bila dia jengah dengan sesuatu. "Kamu gak tahu apa-apa, Aka. Stop mengurusi urusanku di sekolah tanpa bertanya baik-baik." "Hei! Kamu pikir aku gak tahu cewek macam apa yang mau dekat dengan kak Agha." "Maksud kamu apa?". Nada Aruni sedikit mengintimidasi. Aku tak gentar membalasnya dengan berkata, "Siapa yang tak tahu dengan klan Basudewa? Cewek biasa seperti kamu tentu mau dekat dengan kak Agha karena ada tujuan di baliknya." Aruni tersenyum meremehkan kali ini. "Dear Tuan Akara Danendra, justru kamu yang tak tahu siapa seorang Aruni Kusuma. Kenapa Agha Mumtaz bisa dekat denganku pun kamu tak tahu alasannya. Jadi jangan berbual hal yang tidak-tidak. Camkan itu!" Dia mengatakan itu dengan telunjuk mengarah ke dadaku. Tanpa menghiraukanku dia pergi dan segera masuk ke angkot. Damn!
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN