SERPIHAN 9

810 Kata
Aku bangun lebih siang hari minggu ini. Pekan setelah ujian tengah semester empat begitu melelahkan. Begitu banyak hal diluar dugaan yang terjadi di sekolah akhir-akhir ini. Akara yang ternyata saudara sepupu kak Agha. Hingga kak Daniel yang sembrono mengaku sudah jadian denganku. Kak Agha puas menertawakanku ketika semalam aku cerita tentang hal ini. "Lagian punya pacar cakep, tajir melintir, CEO Nama Busana, kok di sembunyiin, hahaha!". "Puas ya ngetawain pacar sendiri?", sahutku sebal. "Puas banget, sista", jawabnya sambil terkekeh. 'Cowokku somplak banget sih Ya Allah,' aku menggerutu dalam hati. "Kakak gak cemburu aku disukai cowok lain? Gak pengen nyamperin kak Daniel? Kayak yang biasa dilakukan oleh cowok-cowok lain." "Aku percaya kamu, Run. Sama seperti kamu percaya bahwa aku tak tergoda dengan cewek-cewek di kampus." "Aku ingin sekali-kali kakak cemburu." "Hmmm ... Akan aku pertimbangkan jika Daniel yang kamu ceritakan itu lebih keren dariku." Ck, mana bisa Daniel lebih keren dari dia. "Run, halo? Kamu belum ngantuk?", tanyanya dari ujung sana. "Belum, Kak. Besok aku mau di rumah saja. Sudah izin ke mbak Rahajeng aku gak ikut ke acara private pertunjukan busana di rumah Nyonya Harumi." "Kenapa? Kamu bisa dapat kontrak eksklusif dengan brand Mustaka. Mereka salah satu perhiasan favorit para artis di ibukota." "Aku sedang mempersiapkan diri untuk ikut kontes kecantikan nasional, kak." "Gaji di Nama Busana masih kurang besar kah?" Aku menepuk jidat. Sekalian saja aku kerjain. "Kurang banyak, kak. Belum cukup buat beli rumah di Pakuwon, hehehe ... ". "Sekalian sebutin Citraland sama Bukit Darmo," jawab kak Agha balas mengerjaiku. "Run, aku sebenarnya tak setuju kamu ikut kontes internasional," lanjutnya. "Karena aku akan memakai bikini?" "Kamu sudah tahu jawabannya. Pikirkan ulang permintaanku." Perbincangan kami berakhir dengan canggung tadi malam. Aku masih ingin mengejar batas kemampuanku di dunia modelling. Bunda sebenarnya juga tak setuju jika aku sampai juara pertama lalu di kirim ke tingkat internasional. Sama seperti kak Agha, tak suka dengan sesi swimsuit. Aku melirik jam di atas rak buku yang menunjukkan pukul sembilan pagi. Aku lekas berdiri dan mengambil handuk serta baju ganti. Pergi ke Panggon Sinau rasanya bukan ide yang buruk. Mungkin dengan mencium aroma rumput di sawah bisa membuatku lebih tenang. ********** Saat aku turun ke bawah, Bunda rupanya masih berkutat di dapur. Aku duduk di bangku meja makan. Bunda rupanya belum menyadari kehadiranku. "Pagi, Bun ... Bunda sedang masak apa?". Bunda menoleh ke arahku. "Hei, Nak. Bunda sedang bikin sambal terong nih." "Wah, masakan kesukaan Ayah. Ayah mau pulang, Bun?". Bunda mengangguk. "Nanti siang lepas dzuhur pesawatnya landing." "Kan bisa nanti masaknya, Bun? Habis dzuhur gitu." "Bunda nanti habis dzuhur ada janji dengan Tante Jingga mau nengok Suster Aliya." "Suster Aliya? Siapa, Bun?". "Putri Bunda terlalu banyak kenalan hingga lupa. Suster Aliya itu ibunya Daniel. Tetangga kita waktu di Kota Solo. Masa kamu lupa?". "Daniel? Daniel yang suka usil itu? Yang pernah mecahin pot bunga mawar Bunda?". Bunda tertawa. "Iya. Pasti kamu gak tahu kalau Daniel sekolah di SMAN 1 Kapaja." "Tunggu, Bun ... ", aku mengingat-ngingat Daniel yang menggodaku beberapa hari yang lalu di sekolah. "Daniel itu usianya satu tahun di atasku, Bun?". "Iya, sayang ... ", jawab Bunda sambil menambahkan ebi kering. Aroma sambal langsung menguar lezat menyapa indra penciuman. "Bun, dia kemarin nembak aku di sekolah. Ya Ampun, aku kok bisa lupa sama wajahnya." Pantas saja dia tahu aku seorang model. Bunda tertawa. "Kamu terima? Hahaha ... ". "Ih ... Bunda ... Ya ga dong, Bun. Kak Agha mau di taruh dimana?". "Kan bentar lagi LDR, hihihi ... ". Tuh kan Bunda suka usil. Masa meminta anaknya poliandri, batinku. "Ga lucu tahu, Bun. Aku kemarin beneran ga ngenalin wajahnya, Bun. Jadi rada bening gitu. Padahal dia dulu tuh buluk, keseringan main sepeda dan layang-layang. Bunda udah lama tahu suster Aliya tinggal di kota ini?". "Ya, kira-kira setengah tahun yang lalu. Bunda ketemu saat belanja di pasar. Suster Aliya pindah kesini karena om Bara pindah tugas. Sekarang suster Aliya sudah tidak bekerja di rumah sakit seperti dulu. Hanya menerima pelayanan rawat jalan di rumah," terang Bunda panjang lebar. "Oh ya, semalam sampai jam berapa ngobrol dengan Agha?", sambung Bunda. "Bunda mau tahu apa mau tahu banget? Hehe ...," godaku sambil menaik turunkan alis. "Mau tahu dong! Calon menantu idaman harus dipertahankan. Sudah ganteng, tajir, bisa di pamerin ke kondangan," jawab Bunda dengan mimik serius. "Kapan Agha kesini?". Nah kan, Bunda senang jika kak Agha ke rumah. Bunda akan memasak menu favorit kak Agha lalu mereka berdua akan larut dalam obrolan ringan. Kak Agha bisa menjawab apapun topik yg dibicarakan Bunda. Sedang aku dan Ayah biasanya akan jadi penonton mereka. Adikku, Lily akan berada di antara mereka. Dia akan menertawakanku karena menjadi kambing congek. "Belum tahu, Bun. Kak Agha sedang mengurus berkas-berkas wisuda. Lagian baru dua hari yang lalu kak Agha kesini. Masa Bunda udah kangen?". "Kangen lah, calon menantu idaman harus di rawat baik-baik," jawab Bunda sambil mengerling nakal. Aku memanyunkan bibir.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN