1
Dear Mas Julio
Mas, hari-hariku setelah kepergianmu begitu sulit aku jalani. Aku sama sekali tidak tahu apa yang harus aku lakukan. Aku tidak bisa apa-apa tanpamu. Semua yang aku butuhkan selalu kamu suguhkan tanpa aku meminta. Kamu yang menghandle semuanya, Mas. Mulai dari keperluanku, keinginanku, rencanaku bahkan impianku. Kamu juga yang melarangku melakukan hal-hal berat. Aku tidak boleh bekerja di luar rumah, katamu takut kalau aku lelah dan tak ada waktu untuk keluarga.
Aku bahagia setiap hari karena perlakuanmu padaku bak seorang ratu. Aku sangat beruntung menjadi istrimu, Mas. Kamu tidak pernah menuntutku lebih, cukup menjadi istri yang sayang pada suami dan ibu yang baik untuk Erland. Jika pekerjaan rumah tidak selesai aku kerjakan, kamu pasti mengambil alih itu semua meskipun kamu baru pulang dari kantor.
Hidupku nyaris sempurna karena ada kamu, Mas. Betapa hebatnya kamu membuktikan pada orang tuaku bahwa kamu benar-benar menjaga dan tak pernah membuat hatiku luka. Aku ingat, pertama kali kamu datang ke rumah dan melamarku. Meminta ijin pada Mama dengan isak tangismu. Kamu berjanji akan berusaha menjadi pendamping hidupku yang baik. Keseriusanmu itu yang membuat orang tuaku juga sangat menyayangimu.
Dulu kamu adalah orang pertama yang tidak tega melihatku menangis, meski tangisku hanya karena hal-hal kecil saja. Misalnya melihat Erland rewel dan tidak berhenti menangis. Hanya dengan pelukan dan usapan lembut tanganmu saja sudah membuatku tenang, Mas. Ajaib sekali kamu bagiku. Kamu memiliki apapun yang aku mau.
Tanpamu hidupku hanya ada tangis, Mas. Tanpa ada pelukmu, susah sekali aku mengontrol perasaanku. Tangisku yang pecah menjadi-jadi, akan berhenti jika sudah lelah. Bahkan kini tangisku hampir tak berair mata. Rasa sesak di dadaku hanya akan reda jika kantuk mulai ada dan dia menyerah. Saat aku buka mata, rasa itu akan otomatis terasa lagi, Mas. Begitulah hidupku saat ini.
Keadaan rumah sekarang menjadi tidak keruan. Semua sudut-sudut rumah berantakan tanpa ada gairah untukku membereskannya. Sebab dulu tidak aku lakukan sendiri, selalu ada kamu yang membantuku dan membuatku bersemangat untuk menjadikan semuanya beres. Sekarang tanpa ada mama dan pembantu rumah ini tidak akan rapi seperti dulu. Karena tidak ada yang aku lakukan selain berdiam diri di kamar, berharap keadaan kembali seperti dulu. Keadaan yang baik-baik saja saat ada kamu.
Setelah kepergianmu, aku jadi lupa bercanda dengan Erland, anak manis kesayanganmu. Aku lupa bagaimana memandang senyum lucunya, wangi keringatnya yang persis dengan aroma tubuhmu. Aku juga tidak punya waktu untuk memikirkan bagaimana perasaannya melihatku seperti ini, apalagi memikirkan masa depannya, Mas. Aku tidak sanggup. Egoisnya aku ya, Mas?
Mas, jangankan memikirkan masa depanku, melihat dunia luar saat ini pun aku belum berani. Ada apa di luar sana aku tidak tahu, bahkan. Lalu bagaimana aku harus memulainya sendiri nanti, mas? Sedangkan dulu kamu sama sekali tidak mengijinkan aku melakukan hal-hal diluar sana tanpa kamu. Lumpuh sudah hidupku, Mas.
Siapa yang salah? Tidak ada yang salah. Kamu melakukan yang terbaik untukku, membuatku menjadi perempuan sempurna karena cintamu. Berhasil membuatku nyaman dalam zona yang kamu cipta, tanpa punya keinginan untukku beranjak dari sana. Sebab aku sudah terlalu nyaman. Untuk apa beranjak, jika aku sudah mempunyai semua yang aku butuhkan dalam hidup. Tapi apa kamu tahu sekarang keadaannya, Mas? Semua ini justru membuatku seperti bayi yang tidak bisa apa-apa? Hanya bisa menangis sebagai isyarat ketika meminta segala sesuatu.
Bayi yang hanya bisa menangis, padahal tugasku masih banyak dan harus ku kejar mati-matian? Bagaimana bisa ku kejar, merangkak pun aku belum bisa? Mas… kamu dimana saat aku hampir mati? Apa yang kamu pikirkan saat ini jika melihatku lumpuh karena kepergianmu?
Mas… tolong datang malam ini, meskipun hanya dalam mimpiku. Ucapkan kata sayangmu, kata yang mampu membuatku bangkit dari keterpurukan ini. Aku hampir mati tanpamu, Mas.
Jika boleh memilih, aku ingin menyusulmu saat ini juga. Terlalu berat jalan yang harus aku lewati tanpa genggaman tanganmu. Duniaku gelap tanpa senyummu, Mas.
Aku yang manja dan kamu yang senang dengan rajukku. Aku yang mudah tergantung padamu dan kamu yang menginginkannya. Dan setelah kamu pergi, dunia menginginkan aku merubah semuanya. Aku tahu dunia memintaku untuk mandiri, untuk kuat dan bangkit saat ini. Aku tahu itu semua, Mas. Tapi bagaimana aku bisa? Aku sangsi bisa melakukannya. Semua memaksaku menjadi apa yang bukan diriku. Aku sakit, Mas. Aku tersakiti dengan keadaan ini. Dan bisa jadi kamu juga sakit melihatku begini.
Maafkan aku ya, Mas. Maaf aku sudah begini, dengan kondisi lemah tak bisa berbuat apapun. Maafkan aku yang belum percaya pada takdir Tuhan. Dengan membiarkanmu pergi dari hidupku, yang belum bisa mengikhlaskanmu tak ada dipelukku. Aku rindu, Mas.
Aku rindu senyummu, aroma tubuhmu, pelukmu dan semua tentangmu. Mendengar namamu disebut saja aku sudah kecanduan, Mas. Aku hampir gila.
Mas, apa kamu tahu yang aku inginkan saat ini? Dari yang sederhana saja dulu, Mas. Aku ingin punya rasa kantuk. Selama ini, aku sibuk memikirkanmu tanpa ada celah untuk memikirkan hidupku. Aku ingin mulai merasakan tidur nyenyak dengan waktu yang normal. Tapi bagaimana bisa aku rasakan jika alasanku bisa tidur karena dekapanmu?
Mas Julio Digda Sasongko… kekasihku, bisakah kamu kembali kepelukanku saat ini juga? Menjadi alasanku untuk melanjukan hidupku. Aku yang kamu jadikan ratu, saat ini butuh kamu. Aku belum sanggup kehilanganmu, mas. Dunia ini terlalu berat tanpa ada kamu. aku yang dulu sangat beruntung karena ada kamu, sekarang aku adalah perempuan malang yang tidak punya ide apapun.
Bagaimana aku bisa jadi ibu yang bisa diandalkan untuk Erland, Mas. Aku tidak bisa melakukan apa-apa untuk dia. Mengandalkan diri sediri untuk bertahan hidup saja aku tidak bisa, apalagi untuk Erland.
Mas.. kalau saja kamu tahu malangnya hidupku saat ini, pasti kamu tidak akan memperlakukanku begitu kan? Pasti akan kamu bentuk aku menjadi perempuan mandiri yang bisa diandalkan, minimal untukku sendiri. Pasti akan kamu bekali aku dengan bakat dan kemampuan yang aku punya. Tentu akan kamu ajari aku bagaimana menjadi ibu yang serba bisa untuk Erland. Kamu juga pasti akan mewariskan kelihaianmu dalam berbisnis.
Seandainya kamu tahu bahwa kamu tidak akan selamanya membersamaiku dalam mengasuh Erland. Kamu pasti akan mempersiapkan segalanya agar aku tidak buta dalam menyusuri kegelapan jalan, Mas. Tetapi aku sadar, meskipun semua telah kau persiapkan dengan apik, aku pasti tidak akan langsung siap kehilangan kamu. Mas… semua butuh waktu. Dan aku butuh waktu untuk beranjak dari zona nyaman yang kamu cipta, butuh waktu untukku menata hati untuk melanjutkan hidup.
Biarlah saat ini aku habiskan waktuku untuk mengenangmu tanpa terlewat barang sedetikpun. Biarlah tangis ini menjadi temanku melewati malam. Hingga aku lelah, hingga aku dapat tertidur dan menemukanmu dalam mimpi. Mas, jangan paksa aku untuk melupakanmu. Meskipun sakit tetapi aku masih ingin menjadikanmu hidup dalam hatiku. Menjaga hatiku agar mampu bertahan hidup demi Erland. Aku mencintaimu, mas. Sungguh. Temani aku dan Erland meskipun kamu tidak lagi ada di dunia. Tenanglah dalam tidurmu, mas. Semoga nanti aku sanggup melewatinya tanpamu.