•Weak Spot•

1647 Kata
Masao, Eiji, dan Hiyori yang baru pulang agak sore dari sekolah, langsung mendatangi rumah Hiroto. “Masao, sekedar untuk memastikan, kau tidak akan memukulinya kan?” tanya Eiji. “Tergantung dari jawabannya!” raung cowok dengan surai cokelat hazel itu sambil melangkah dengan galak. “Tumben sekali Hiroto tadi tidak sekolah,” kata Hiyori. “Itu karena dia ingin menghindari pertanyaanku!” Sesampainya di sana, Eiji mengetuk pintu. Tiba-tiba seseorang yang tidak dikenal membuka pintu rumah Hiroto dari dalam. “Ya?” Ketiga siswa itu mematung di tempat. Pembantu yang Axel utus mengerjap. “Kalian mencari siapa?” Eiji melirik papan nama yang ada di tembok sebelah pintu masuk, melihat nama keluarga ‘Yuuma’ di sana. “Eh, benar kok ini rumah Hiroto. A-anda siapa? Setahu saya Hiroto tinggal dengan Ayah dan Kakeknya saja ....” “Aku ...,” Wanita dengan yukata dan surai hitam disanggul itu memikirkan posisi yang cocok. “Saudara jauh dari Ayahnya Hiroto. Namaku Miko,” jawabnya dengan tutur bahasa yang kaku. Jeda tadi sangat mencurigakan! Pikir Masao. “Hiroto-kun ada di dalam?” tanya Hiyori. “Maaf, tapi dia sudah tidak tinggal di sini.” Ketiga temannya membelalak.”Hah?” Takahiro-san langsung muncul di belakang Miko. “Ada siapa? Aah, kalian ternyata.” “Pamam, Hiro pergi ke mana?” tanya Masao. “Sebenarnya Hiroto sudah pergi ke kampung halaman ibunya ...,” kata Takahiro-san yang ketara sekali berbohong. Masao tentu langsung menyadari itu. “Di mana?” “Eh? Di ....” Ayahnya Hiroto, merasakan tatapan penuh tekanan dari Masao. “Paman, Hiroto sudah bilang soal dia menghilang kemarin malam? Sudah, ya? Padahal kita sudah mencarinya ke berbagai tempat tapi dia tidak ada di tempat yang biasa dia kunjungi. Ke mana dia kemarin?” Eiji menatap miris sikap temannya yang begitu. “Oi, Masao.” “Diam dulu, Eiji. Aku tak akan pulang sebelum melihat Hiroto. Ah, apa mungkin dia bersembunyi di dalam? Oooi, Hirotooo! Keluar kau!” seru Masao mulai melangkah masuk ke rumah melewati celah di antara Miko dan Takahiro-san. “Oi, Masao, kau tidak sopan!” seru Eiji. “Hiroto-kun ada di Akibara—“ Miko dan ketiga siswa itu langsung bergeming mendengar kalimat keceplosan Takahiro-san, sementara pria itu mengutuk diri sendiri atas kecerobohan mulutnya. “Akibara? Kenapa?” tanya Masao dengan alis menaut. “Sebelumnya, mari masuk dan duduk dulu, anak-anak. Pembicaraan ini tidak boleh sampai terdengar ke luar,” tegur Miko. Kebohongan yang dirahasiakan terbongkar, tapi mendengarnya tetap tak bisa dipahami semudah itu. “Program baru? Hiroto membantu pemburu mengatasi iblis di malam hari? Dan mendadak dia direkrut? Paman tidak mengarang semua ini, kan, ya?” protes Masao yang masih menuntut. “Benar, kok. Kalian sendiri sudah lihat kan? Tidak ada Hiroto di sini. Dia sedang training di markas Akibara Guild sekarang selama seminggu,” tutur Ayahnya, mengikuti skenario kebohongan yang Miko sampaikan dari Axel. “Seminggu?” ucap kaget mereka bertiga. Takahiro-san mengangguk. “Miko-san datang untuk membantuku selama Hiroto tidak di sini. Padahal, aku sendiri bisa mengurus rumah, tak perlu repot-repot.” “Duuh, aku tidak yakin soal itu,” sindir Masao. “Dari SMP aku sudah dengar banyak hal soal kecelakaan kecil yang Paman buat, tentu saja Hiroto tidak merasa tenang membiarkan Ayahnya memegang pisau atau piring.” Takahiro-san memegang dadanya yang seketika nyeri sambil tertawa kaku. Eiji memukul punggung temannya yang bermulut bisa itu. “Lalu, kenapa dia tidak bicara pada kita, ya?” gumam Hiyori, setengah melamun menatap teh di cangkir. Takahiro-san tersenyum tipis. “Dia tak mau buat kalian khawatir. Apalagi pada Hiyori-chan.” “Ara ara, benar juuuga~” ledek Masao dengan nada feminin, mata melirik julid dan tangan menutup mulut berpose seperti ibu-ibu bergosip. Hiyori tersenyum tipis, lalu menginjak kaki Masao yang duduk di sebelahnya. “SAKIT!” “Berhubung alasannya sudah jelas, kami akan pulang ke rumah.” Hiyori bangkit, memakai tasnya di pundak. “Kalau nanti Hiroto pulang, tolong kabari kami, Takahiro-san.” Masao tak mau pulang dulu. “Eeeeeh? Tapi—“ “Gak ada tapi-tapian,” sela Hiyori. Mereka berpamitan. Di jalan, Masao kembali komplain. “Sama sekali tidak masuk akal. Coba kalian berdua pikir lagi. Apa Akibara bakal merekrut orang yang baru sekali menghadapi iblis? Dan juga, aku yakin Hiroto bukan orang yang seberani itu! Dia lebih memilih melarikan diri daripada terlibat masalah.” “Kau benar, Masao-kun. Hiro-kun orang seperti itu,” tutur Hiyori dengan pikiran kelabu. “Aku sendiri juga tidak percaya dengan ucapan Paman. Namun, aku lebih curiga soal keterkaitan Akibara dengan Hiro-kun. Pasti ada hal lain yang masih dirahasiakan ....” Masao menyenggol pelan Eiji, lalu berbisik padanya. “Hiyori-chan keliatan marah.” “Gara-gara kau tau,” balas siswa tinggi itu. “Kita tidak ada pilihan lain selain merahasiakan ini dari yang lain sambil menunggu kebenarannya, jadi, jangan ganggu Paman lagi, Masao-kun,” tegur Hiyori. “Iyaaa, iyaaa,” rengut siswa bersurai mullet itu. Manik berwarna jeruk milik siswi itu menatap langit di kejauhan. Sungguh, sikapmu yang satu itu benar-benar menjengkelkan, ya, Hiroto-kun. ••••• Mata Hiroto terbuka, dirinya langsung terbatuk-batuk. “Hiroto!” Axel mendekat, membantu laki-laki itu tuk duduk. “Coba bicara.” Manik hitamnya melirik manik hijau pudar Axel. “Axel-sama.” Pria itu bernapas lega. “Untungnya kau sudah kembali.” “Apa ada yang terluka karenaku?” tanya Hiroto khawatir. “Tidak. Seperti yang sudah kamu duga, dia muncul lagi, tapi kali ini dia lebih hebat,” kata Axel, Yugi dan Kazan menyusul masuk ke ruangan tatami itu. “Lebih hebat?” ulang Hiroto. “Dia bisa memakai suaramu.” Siswa itu membulatkan mata, membeku di tempat. “Walau logatnya masih logat bicaranya, tetap itu pengelabuan yang bagus, membuat kami makin susah membedakan yang mana dirimu yang mana Enma. Oh iya, dia memperkenalkan diri tadi. Namanya Enma, dia mengaku sebagai iblis yang membuka gerbang iblis di Yokohama,” tutur pria bersurai hitam panjang berujung abu-abu yang diikat ekor kuda rendah itu. Iblis yang membuka gerbang itu, iblis pertama yang mengganggu orang-orang dua ratus tahun yang lalu, ngiang Hiroto di pikirannya. Sedikit demi sedikit, bagian tubuhnya direbut oleh iblis di dalam. Mungkin nanti, tubuh itu bakal sepenuhnya jadi milik si Enma sialan. Sudah kubilang, lebih baik dia dieksekusi segera. Masalah seperti ini baru kita alami dan kita tidak tau apa-apa untuk mengatasinya selain jalan kematian, pikir Kazan dengan tatapan ke laki-laki dengan surai hitam tersisir ke belakang yang duduk berseberangan. Kalau begini terus, peluang keselamatan Hiroto bakal lenyap. Apakah tak ada cara untuk melenyapkan iblis dalam tubuh seseorang? Pikir Axel sama bingungnya. Yugi juga merenung soal istri dan putrinya, apa Kuromi dan Mashiro masih tidur? “Kondisi tubuhmu bagaimana? Ada yang sakit?” tanya Axel. “Aku merasa sangat lelah, anehnya ...,” balas Hiroto. “Apa benar tadi aku tidak membuat kekacauan?” “Iya. Selain memperkenalkan diri, dia hanya bicara omong kosong lalu Yugi-kun langsung merantainya. Kalau lelah, tidur saja lagi. Ini ruang inap pemburu, kau bisa memakainya.” Yugi yang sudah mengeluarkan futon dari lemari di tembok langsung menggelarnya di sebelah Hiroto. “Yugi-kun?” ujar Axel. “Saya bakal menjaganya sambil tiduran, Axel-sama.” Pria bersurai pirang itu berbaring, lalu melipat tangan di belakang kepala sebagai bantal. “Yakin tidak bakal ketiduran?” “Kalau gitu, saya mengawasinya juga.” Kazan menggeser lemari, mengeluarkan kasur futon beserta selimut, menggelarnya di sebelah Yugi. “Saya akan membangunkan Yugi-san semisal dia tertidur.” “Dan kalau kalian berdua tertidur?” tukas Axel. “Kami burung hantu yang tidur di siang hari dan berburu di malam hari. Sekarang tengah malam, kami tidak akan tidur,” tutur Kazan serius yang diangguki oleh Yugi. “Bilang saja kalau mau berbaring,” dumal Axel sembari bangkit. “Aku bakal tugaskan Chi-chan juga tuk mengawasi di pintu.” Lampu ruangan di matikan, dua jam pertama mereka masih membuka mata. Namun, setengah jam selanjutnya, kedua orang itu tertidur. Berbeda dengan Kazan dan Yugi, Hiroto tak bisa tidur. Matanya menatap lampu di langit-langit ruangan dengan pikiran bercabang. “Enma, kah?” gumamnya pelan. ‘Sebut namaku lagi, kau bakal menyesal, bocah.’ Hiroto membelalak sekejap dan langsung menguasai dirinya. “Keluar dari badanku,” tekan laki-laki itu. Chi-chan yang sejak tadi berjaga di depan pintu ruangan inap mendengar suara Hiroto yang terlihat bicara pada dirinya sendiri. Perempuan itu agak menggeser pintu, lalu mengintip dari celah. Enma mendengus dalam dirinya. ‘Kenapa tidak kau serahkan saja raga ini padaku? Aku bakal sangat berterima kasih kalau kau bisa menyingkir dari sini,' sarkasnya. Hiroto bangkit dari berbaring. “Mengusirku dari tubuhku sendiri? Tak akan.” ‘Oho, aku belum mencobanya.’ “Teme (b******k) ....” Chi-chan menarik belati dari balik jaket model atasan Hanbok—pakaian tradisional Korea—yang berwarna putih keabu-abuan. Yang bicara saat ini iblis atau si Hiroto? Batinnya was-was. Hiroto bangkit, duduk di atas kasur Futon. Diliriknya pintu geser yang mengarah ke luar, iseng, dia membukanya. “Jangan kabur.” Hiroto membalik badan, mendapati seorang perempuan bersurai hitam sepundak dengan manik latte sedang menodongkan belati padanya. “Aku tidak kabur. Tenang saja, sekarang aku bukan iblis. Aku hanya ... ingin menenangkan diri sambil melihat langit malam.” Mata perempuan itu masih memicing curiga. Dia ingat info baru soal iblis Hiroto yang suaranya serupa dengan si pemilik badan. “Aku tidak percaya.” Sontak, d**a Hiroto sesak mendengarnya, tapi lagi-lagi dia memaklumkan itu. “Ah, kau pasti Chi-chan yang pernah mengawasiku bersama Kazan di Sabtu malam kemarin,” ucapnya. Chiyo mengerjap. “Y-ya, kau benar ....” “Aku minta maaf soal yang terjadi waktu itu padamu,” kata laki-laki itu yang kemudian menunduk singkat. “Hontou ni sumimasen.” Perempuan itu melangkah mendekat tuk menutup pintu, masih tetap fokus mengancam Hiroto dengan belati. “Aku tidak bakal termakan tipuanmu.” “Dia Hiroto-kun,” ucap Yugi memecah ketegangan, membuat kedua orang itu menoleh kaget padanya. “Kau percaya, kan, padaku? Chi-chan.”  
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN