•Tell The Secret•

1621 Kata
Sekolah membunyikan bel pulang. Di loker sepatu siswa, Hiyori menghampiri Hiroto, saat melihat wajah laki-laki itu yang baik-baik saja, Hiyori menghela napas. “Aku pikir kau sudah babak belur dibuat Takayomi.” “Tidak, aku baik-baik saja.” Mereka sama-sama berjalan ke luar bangunan. Masao yang tadinya hendak memanggil Hiroto, mengurungkan dirinya lalu tersenyum jahil. “Ohoooo, Hiroto-sama, fighting!” kekehnya. “Sebenarnya kenapa dia menjahilimu begitu?” lontar Hiyori. Hiroto menggeleng pelan. “Aku belum tau alasannya, tapi aku yakin dia tidak akan menjahiliku lagi. Aku dengar dia dan lima siswa lain diskors selama tiga hari.” “Oi.” Hiroto berhenti, menoleh ke sumber suara dari sebelah kiri. Dia mendapati Kazan, masih dengan jaket bomber ametyst gelap yang selaras dengan rambutnya, berdiri di depan tembok sebelah gerbang. Beberapa siswi sempat berhenti tuk menatapnya lamat-lamat dan mengambil foto dari ponsel masing-masing. Namun, Kazan tampak sudah terbiasa dengan itu dan tidak menggubris mereka. Hiroto menoleh ke belakangnya, mencari tau siapa yang pemburu itu tegur. “Aku memanggilmu, baka (bodoh),” timpal Kazan. “Aku?” ucap laki-laki bersurai hitam yang disisir ke belakang itu. “Kau harus ikut denganku.” “Kenapa?” “Ini masih perihal di atap tadi. Bosku ingin kau menjelaskan kejadiannya secara lengkap.” Hiroto terdiam sejenak. “Kenapa?” “Kenapa? Kau tadi melanggar undang-undang pemburu. Kau harus mendapat peringatan tegas,” tukas Kazan. “Aku bukan pemburu, loh ....” “Makanya, ikut aku dan jelaskan itu agar dia mengerti. Dia ingin menemuimu secara langsung.” Hiroto melirik sekejap ke Hiyori. “Pergi saja, Hiro-kun. Kalau dari omongannya, masalahmu terdengar serius,” tutur siswi itu. Siswa bermanik hitam itu masih agak ragu. “Memangnya siapa bosmu?” tanyanya. “Tidak mungkin kau tidak kenal. Siapa lagi bosku kalau bukan kepala Akibara Guild sekarang,” timpal Kazan. Hiyori maupun Hiroto melebarkan mulut kaget. “Akibara Axel-sama?” lontar Hiyori yang menutup mulutnya. Kazan menarik tangan Hiroto karena laki-laki itu sangat lambat mencerna situasi. Dia membuka pintu mobil yang sejak tadi terparkir di jalan sebelah area sekolah, mendorong Hiroto masuk ke kursi penumpang. Kazan duduk di bangku sebelah supir dan mereka pun berangkat ke Akibara Guild di Tokyo. Bangunan guild itu sendiri berada di sebelah Tokyo Midtown, kota Minato, Akasaka—berlokasi di tempat yang cukup ramai. Bentuk bangunannya sangat berbanding terbalik dengan bangunan modern di sekitar. Markas pusat Akibara berbentuk rumah tradisional Jepang bertingkat dua. Pintu geser utamanya berwarna merah bata dan terlukis bunga lonceng putih yang saling berlawanan arah. Dari tepi jalan sampai ke area teras depan, berjejer torii—pintu masuk kuil berupa dua batang palang sejajar berwarna merah—sebanyak lima tiang, dikelilingi taman dengan sumur kecil. Hiroto sering melihat bangunan Akibara dari internet, tapi tetap kagum ketika melihatnya secara langsung. Mobil terparkir di area teras rumah tatami yang dijadikan markas pemburu. Begitu masuk, siswa itu mendapati sepasang resepsionis wanita yang berdiri di sebelah kiri menunduk singkat menyambut kepulangan Kazan bersama tamunya. Di belakang resepsionis, sisi kanan dan kiri area pintu masuk terdapat kantor terbuka. Sebagian besar dari pegawai kantor memakai pakaian tradisional yukata berwarna hijau tua untuk pria dan merah bata buram untuk wanita. Mereka mengurusi pendataan guci berisi iblis yang ditangkap di seluruh cabang Akibara, memantau kondisi lubang di Yokohama dari jauh, dan banyak hal lain. Mereka berdua berjalan menuju ruangan di tengah antara dua lorong. Sebelum masuk, Kazan berbalik dan berkata, “Jaga sikapmu saat berhadapan dengan Axel-sama.” Hiroto menelan saliva lalu mengangguk cepat. Sedetik lagi aku akan menemui orang paling berpengaruh di Jepang. Kepala markas pemburu iblis saat ini, Akibara Axel-sama. Walau dia orang paling berpengaruh, tapi tak ada satu pun foto soalnya yang beredar di internet. Uuh, aku harap bisa lancar berbicara agar tak menimbulkan kesalahpahaman! Kazan mengetuk bingkai pintu geser. “Axel-sama, saya kembali dan berhasil membawa serta Yuuma Hiroto.” Tak lama, suara dari dalam membalas. “Masuk.” Kazan menggeser pintu, menyuruh Hiroto masuk lebih dulu. Laki-laki bersurai hitam itu masuk dengan kepala menunduk, tak berani melihat ke sekitar ruangan. “Saya Yuuma Hiroto, A-axel-sama,” salamnya dengan gugup dan masih menunduk hormat dengan kedua tangan disisi tubuh. “Ohooo, salam kenal, Hiro-kun.” Hiroto mendelik terheran mendengar nada suara yang sangat friendly itu. Dia mengangkat kepala, menatap sosok si kepala markas Akibara. Akibara Axel tidak terlihat kekar berotot berbadan tinggi dan berwajah sangar seperti yang Hiroto bayangkan selama ini. Dia juga tidak terlihat memakai pakaian ribet, serba gemerlap, gucci from head to toe. Kesan yang Hiroto dapat adalah laki-laki yang usianya sekitar dua puluh limaan, dengan ekspresi wajah yang terkesan seperti ‘Kehangatan yang rapuh’, suaranya bahkan menimbulkan rasa menenangkan dan aman saat di dengar. Surainya panjang, hitam dengan bagian ujung terang abu-abu, diikat ekor kuda rendah dengan  biru dongker yang panjangnya mengikuti rambut. Dia memakai yukata berwarna matcha buram biasa tanpa sentuhan glamor dan mewah. Ini dia, orang yang—“Kucari!” Suara Hiroto dan badannya kembali diambil alih oleh iblis itu. Tanpa basa basi, dia bergerak seperti hewan buas dengan tangan yang mendadak berubah menjadi cakar elang, mengarah ke Akibara Axel. Kazan kembali mengeluarkan ofuda panjang yang digulung di kedua lengannya, membiarkan jimatnya melesat sendiri. Akibara Axel memicing lalu mengeluarkan titah, “Diam.” Baik pergerakan Kazan dan Hiroto berhenti di udara. Manik hijau pudar milik Axel menatap laki-laki buas yang nyaris menerkam kuku-kuku panjangnya. Kini dia membeku di udara dan posisinya sangat dekat dengan Axel. “Aku minta maaf sudah mengaplikasikan bahasa mati ke Kazan-kun. Namun, aku harus melakukannya untuk tamu ini.” Axel berdiri, berjalan menjauh dari Hiroto dengan postur buasnya. Axel menyentuh pundak Kazan lalu berbisik. “Bergerak.” Kazan terlepas dari teknik Shigo. Kedua Ofudanya yang tadi meluncur kembali melanjutkan tugas dan mengikat Hiroto. Wajahnya jelas tak mengira sesuatu seheboh ini akan terjadi di hadapan atasannya. Masih dengan suara yang membuat ketagihan untuk di dengar, Axel kembali berkata. “Sepertinya dia bukan salah satu keturunan darah Akibara yang baru ditemukan. Tidak ada dalam silsilah Akibara kalau ada teknik memanipulasi bentuk tubuh.” Laki-laki bersurai panjang itu berjalan kembali ke dekat Hiroto. “Bicara,” titahnya. Hanya mulut, mata dan bentuk ekspresi yang bisa bergerak. Shigo tidak pernah mengekang pergerakan napas jadi siapa pun itu tidak akan mati kekurangan oksigen jika terkena teknik ini. Hiroto tidak melawan. Dia mendengus tawa, menarik senyum lebar yang menunjukkan deretan giginya yang entah sejak kapan menjadi taring seperti deretan gigi hiu. “Sepertinya aku terlalu terburu-buru. Maaf, maaf,” balas laki-laki itu, lagi-lagi dengan logat bicara tempo lama dan suara yang juga terdengar tua dari fisiknya. “Berkenan memperkenalkan diri, manusia spesies baru?” tawar Axel yang kini berdiri di belakang tempatnya tadi duduk, berhadapan dengan Hiroto yang masih belum menapak. “Kau sudah tau namaku.” “Kau jelas bukan Yuuma Hiroto. Siapa kau? Kepribadiannya yang lain?” “Yaaa, bisa dibilang begitu.” Axel mengangguk lambat-lambat. “Aku tidak pernah mendengar manipulasi tubuh sebagai bagian dari gejala D.I.D..” [D.I.D. : Dissociative identity disorder, nama lain dari Kepribadian Ganda] “Di ... apa? Kenapa bicara dengan bahasa yang sulit?” tukas iblis dalam tubuh Hiroto. Axel tentu merasakan aura ganjil khas keberadaan iblis sejak Hiroto sampai di area depan markas, tapi secara logis iblis tidak bisa bertahan di siang hari, apalagi ada jejeran torii yang paling ditakuti makhluk itu. “Kau penasaran? Sayangnya aku sendiri tidak mau berkenalan sekarang. Kau membuat suasana hatiku memburuk. Mungkin nanti, saat kita hanya berdua, aku akan memperkenalkan diri.” Hiroto melebarkan matanya dan senyumnya, “Saat tujuanku sudah tercapai.” Hiroto kembali tak sadarkan diri sejenak, lalu dia kembali bangun, mengerjap menatap Axel yang entah sejak kapan sudah ada di hadapannya. Laki-laki itu menjerit kaget saat tau badannya mengambang di udara. “Uwo-wowoh! Aku melayang? Aku bisa melayang?” Akibara Axel tersenyum. “Bergerak,” ucapnya. Hiroto langsung jatuh ke atas meja dan berguling ke lantai tatami. Dia bangkit perlahan sambil mengaduh sakit di dahi, mendadak terdiam saat dia sadar kalau sudah tiga kali dia diambil alih. “Apa tadi sesuatu terjadi lagi padaku?” tanyanya ke Axel. “Kau punya penyakit jiwa?” lontar Axel masih dengan nada ramah. “Tentu saja tidak, tuan—ah, maksudku, Akibara-san.” “San?” Kazan mengulang formalitas yang dipakai Hiroto ke bosnya. Harusnya dia bilang Axel-sama yang lebih pas. “A-axel-sama ...,” koreksi Hiroto yang langsung duduk melipat kaki dengan ngeri. “Maafkan saya.” Jimat Kazan perlahan mundur dan menggulung diri sendiri di lengan tuannya. Dia melangkah mendekat, menatap Hiroto lamat-lamat sama seperti yang Axel lakukan sekarang. Alis Hiroto bertaut. “Kenapa?” Axel menepuk pundak laki-laki itu. “Untuk sekarang, kau boleh pulang.” “Eh?” lontar Hiroto dan Kazan berbarengan. “Zan, kembalikan dia langsung ke rumahnya, ya.” Kazan bingung. “Tapi tadi anda bilang ingin memastikan—“ “Tidak jadi. Aku baru ingat hari ini kita ada urusan lagi dengan pemerintah dan mesti segera menyelesaikannya.” Axel menggerakkan tangan seperti mengusir mereka berdua. “Sampai jumpa.” Kazan dan Hiroto kembali masuk ke mobil dan supir mengantar mereka ke kediaman Hiroto. Berbeda dengan sebelumnya, Kazan duduk di sebelah siswa bersurai hitam rapi itu sambil sesekali menatapnya. Hiroto yang risih, menghindari tatapan menusuk dengan melihat ke jendela. ‘Aku ingin mencolok matanya dengan kedua jariku,' Sampai di depan rumah, Hiroto turun dari mobil. Baik dia dan Kazan tak mengatakan apa pun sampai mobil itu pergi kembali ke markas. “Hari ini sungguh sangat sesuatu,” gumamnya seraya melangkah masuk ke rumah. Setelah kembali mengantar Hiroto dia langsung kembali menghampiri kepala Akibara Guild itu. “Kenapa Anda melepasnya? Anda tidak ada janji dengan siapa pun hari ini. Dia jelas aneh dan berbahaya untuk dilepas begitu saja,” tutur laki-laki bersurai amethyst itu.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN