5. Makan Malam

891 Kata
Deru baling-baling helikopter mulai melambat, ketika akhirnya kendaraan udara itu mendarat mulus di atas geladak kapal pesiar yang luar biasa besar. Aveline, yang duduk diam di sisi Dominic sepanjang perjalanan, seketika membelalakkan mata saat melihat ke luar jendela. Kapal itu… lebih mirip istana yang terapung di lautan. Kilauan lampu-lampu hangat di sepanjang sisinya memantul di permukaan laut malam yang tenang. Struktur bertingkatnya menjulang anggun dengan garis desain modern, elegan, dan mahal. Aveline pun baru sadar jika yang ia lihat bukankah yacht biasa, melainkan superyacht! Ada kolam renang, bar terbuka, dan tempat berjemur serta bersantai di salah satu dek yang bisa ia lihat sekilas dari atas. Aveline bahkan nyaris lupa untuk bernapas saking terkesimanya. Helikopter itu belum sepenuhnya berhenti, ketika dua orang wanita berseragam putih khas staf kapal mulai membuka pintu. "Selamat datang di NORD, Tuan Dominic dan Nona Aveline," ucap salah seorang wanita seraya tersenyum kepada Dominic dan Aveline, seraya menyebutkan nama superyacht ini. "Mari kami bantu Anda turun, Nona." Kedua wanita itu segera bergerak untuk memegangi Aveline. Tapi dengan tangan dan kaki yang masih terborgol, turun dari tangga helikopter setinggi itu bukanlah perkara mudah. Aveline pun sempat ragu, dan gadis itu hanya berdiri canggung di pintu. Matanya melirik ke bawah, dan berpikir bahwa kakinya pasti tidak akan bisa menjejak dengan stabil. Dominic menoleh ke arahnya. “Cepat turun, Aveline. Jangan membuatku kehilangan kesabaran.” Nada suaranya dingin, tajam, dan penuh tekanan. Aveline menggeram pelan. Rasanya ia ingin sekali berteriak dan memaki, namun akhirnya memilih diam dan menahan emosi. Dengan susah payah serta dibantu oleh staf kapal, ia pun akhirnya berhasil turun. Langkahnya terseret karena belenggu di kakinya membatasi geraknya. Setiap gerakan terasa kikuk dan lambat. Dominic menghela napas keras. Jelas sekali pria itu merasa tak sabar melihat Aveline, tapi kali ini ia memilih untuk bungkam. Tatapannya tetap saja tajam dan menusuk, seperti menahan emosi yang siap meledak kapan saja. Mereka kemudian masuk ke dalam area dalam kapal yang lebih sepi dan tertutup dengan hembusan angin AC. Dominic pun menekan tombol lift, sementara Aveline masih berusaha menata napasnya yang terengah. Manik biru laut gadis itu memandangi dinding logam berkilat dan interior mewah yang detail di setiap sudut. Bahkan lantai lift pun terbuat dari marmer. Lalu saat lift berhenti di lantai teratas dan pintunya terbuka, Aveline kembali terkesiap. Tampak langit malam terbentang luas di atas kepala mereka, dengan angin laut menerpa lembut wajahnya. Di atas dek paling tinggi yang tersusun layaknya rooftop garden, terbentang meja bundar elegan yang sudah ditata dengan lilin, kristal, dan dua kursi berlapis beludru hitam. Cahaya lembut dari lampu-lampu gantung kecil menciptakan suasana romantis yang tak terbayangkan olehnya. Makanan beraroma lezat tersaji di atas meja, menguarkan aroma yang membangkitkan selera. Tapi Aveline tak merasa lapar. Yang ia rasakan hanyalah campuran antara kemarahan, ketakutan, dan kebingungan. Ia menoleh dengan ekspresi tak percaya ke arah Dominic. “Anda membawaku ke kapal sebesar ini… hanya untuk makan malam?” Dominic balas menoleh, dan menjawab dengan datar, “Kamu tak layak untuk duduk di mana pun selain di tempat yang terbaik, jika sudah resmi menjadi milikku.” Seketika Aveline merasa mual dan ingin muntah. Rasanya ingin sekali ia berlari, tapi belenggu yang di kakinya tak bisa ia ingkari. Hatinya kembali diliputi oleh penyesalan. Betapa bodohnya… kenapa ia harus mencari tahu siapa pria misterius ini? Kenapa ia harus membuka pintu pada seseorang yang ternyata jauh lebih jahat dari semua pria yang pernah ia kenal? Aveline mencoba menahan air mata, berdiri di sana dengan tubuh yang masih gemetar dan hati yang hancur secara perlahan. *** Ia telah duduk dengan kaku di kursinya, berhadapan dengan Dominic di meja makan mewah yang terletak di rooftop kapal pesiar. Cahaya lembut dari lampu gantung bergoyang pelan diterpa angin laut, dan bintang-bintang di langit malam seakan ikut menyaksikan makan malam paling aneh dan ter-absurd di dalam hidupnya. Awalnya Aveline hanya menatap datar pada piring di depannya, bersikeras tidak akan menyentuh makanan yang tersaji. Tapi aroma steak wagyu panggang, asparagus dengan saus lemon butter, dan segelas anggur merah yang jernih, perlahan-lahan mulai mengikis tekadnya. Perutnya yang kosong sejak pagi mulai menggerutu pelan, mengkhianati harga dirinya. "Aku butuh tenaga untuk menghadapi ini semua," gumannya lirih, sebelum akhirnya mengambil garpu dan mulai makan walaupun dengan enggan. Selama beberapa menit, hanya suara alat makan yang terdengar. Tak ada sapaan, basa-basi, atau pun sekedar senyuman. Dominic makan dengan tenang, seperti seorang raja yang terbiasa dilayani oleh dunia. Mata coklatnya kadang menatap lekat pada Aveline, meskipun ekspresinya tetap saja dingin, misterius, dan penuh kendali. Setelah beberapa suapan, Aveline pun meletakkan garpunya. "Sampai kapan Anda akan menahanku seperti ini?" tanyanya dengan suara pelan tapi tegas, seolah mencoba menyembunyikan kegugupan di balik keberaniannya. Dominic mengangkat wajahnya dan membalas tatapan Aveline, lalu tersenyum miring. "Kamu lulusan terbaik, Aveline. Seorang mahasiswi cerdas yang katanya berpikiran kritis. Tapi kenapa untuk hal yang bahkan sesederhana ini kamu masih belum mengerti juga?" cetusnya sarkas, sinis, dan mengintimidasi Dominic meletakkan garpu dan pisau di atas piringnya dengan rapi, lalu menyandarkan tubuh ke sandaran kursi. Ia menatap Aveline dengan penuh klaim. "Aku tidak akan melepaskanmu. Tidak hari ini, tidak besok, dan mungkin tidak akan pernah," ucapnya tenang namun tajam seperti belati. Lalu ia mencondongkan tubuh sedikit, dan menatap Aveline lebih dekat. "Tapi kalau kamu beruntung, mungkin saja aku akan bosan suatu hari nanti dan melepasmu. Kemungkinan itu tetap ada, meskipun sangat kecil prosentasenya. Karena aku tidak terbiasa kehilangan sesuatu yang sudah jadi milikku." ***
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN