DUA

1337 Kata
AZKA ANGGANA PRIHAPDIPTO Setiap hari selalu sama saja, bahkan hari Minggu yang dielu-elukan hampir sebagian besar penduduk dibumi terasa sama saja bagiku. Senin yang mendung membuat suasana terasa begitu nikmat. Adem. Nggak panas. Nggak gerah. Aku melewati lorong rumah sakit dengan wajah seperti biasa, wajah tampan yg kaku tanpa senyuman dan langkah lebar-lebar. Aku rindu ruanganku dan ingin segera menyandarkan punggungku ke kursi busa, menyendiri meskipun tidak sendiri dalam artian sebenarnya. Bagaimanapun sebentar lagi jam operasional rumah sakit akan dibuka dan aku harus berkerja. Bertemu para pasien. Sepanjang perjalanan aku melirik sekilas sekelilingku. Aku terbiasa dengan tatapan kagum dari berbagai kalangan wanita.Sayangnya tidak ada wanita yang cukup gila untuk menembus aura dinginku. Nyali mereka selalu ciut ketika mendapatkan tatapan dari mataku yg tajam. Keseluruhan dari mereka hanya sanggup memandangiku dalam diam dan menyimpan kekaguman mereka didalam hati mereka saja. Bergosip dan menyebarkan rumor tentangku yang membuat jodohku semakin menjauh. Biar saja, memangnya aku butuh jodoh? Aku tidak butuh yang namanya pasangan hidup jika terikat hanya karena umur yang kian bertambah mendekati tua namun belum cukup tua untuk mencapai kategori lansia. Bukan berarti aku tidak mau menikah, aku akan menikah jika aku menemukan wanita yang membuatku sreg, yang membangkitkan debar yang telah lama mati. Sayangnya sampai umurku 36 tahun, aku masih belum menemukan wanita yang ingin aku ikat dalam ikatan pernikahan. Jika pada akhirnya aku tidak juga menemukannya? Ya udah sih terima takdir aja jadi bujang lapuk. Pekerjaanku saja sudah cukup ribet, aku tidak ingin ditambah dengan keribetan seorang wanita yang berstatus 'istriku' nantinya. Jadi aku lebih suka menikmati alur kehidupan. Kata orang, laki-laki itu mencari. MALAS. Mending cari uang daripada cari wanita yang bisanya menghabiskan uang. Kata orang lagi, laki-laki itu berjuang. Masa wanita diperjuangin? Malu sama pahlawanlah, yang diperjuangin itu negara bukan wanita. Kata orang lagi dan lagi, laki-laki adalah makhluk yang susah untuk setia. Apa kabar perempuan yang 10 tahun lalu kukenal dan kuberi status 'pacarku' namun saat akan ku naikan statusnya menjadi 'tunanganku' ternyata wanita cantik itu berselingkuh dibelakangku. Tapi yang namanya selingkuh ya dibelakangkan ya, memang ada selingkuh didepan? Siang hari yang biasa saja, aku mengecek hp ku, ketika notifikasi dari wa berbunyi. Pak Bapak Pak Dokter yang tampan, baik hati dan tidak sombong Aku mengernyit membaca pesan wa dari salah satu pasienku. Aku ingat Erlin, dia wanita bertubuh mungil dengan wajah imut dan sifat pemalu, jadi aku tidak percaya Erlin bisa sepede ini mengirimkan pesan setidak penting ini. Biasanya Erlin hanya mengirimkan pesan seputar konsultasi. Ku biarkan pesan Erlin tanpa berniat membalasnya. Toh apa yang mau dibalas? Tidak lama aku meletakkan hp di meja, notifikasi wa kembali berbunyi. Pengirimnya bernama Erlin. Duileh pak Pesan saya cuma diread doang Cukup pesan saya aja ya yang bapak abaikan Perasaan saya jangan #SenyumSelebar-Lebarnya. Aku kembali mengernyit, tidak pernah ada yang terang-terangan mengakui menyimpan kekaguman atau apapun itu padaku. Dan aku yakin Erlin juga termasuk kalangan itu. Lagi, aku hanya mengabaikan pesan itu. Senin berakhir seperti biasa, normal, sangat normal, terlalu normal. Aku telah sampai dirumah, dikamar dan siap untuk menghempaskan diri ini ke alam tidur. Saat bersiap hendak tidur, hp ku berbunyi. Aku lupa mengaktifkan mode silent. Aku selalu mengaktifkan mode silent ketika tidur malam, aku tentu saja perlu istirahat berkualitas setelah seharian bekerja. Aku meraih hp ku, mengaktifkan mode silentnya terlebih dahulu sebelum membaca notifikasi wa tersebut. 'Nomor asing' gumamku. Tentu saja aku terbiasa mendapatkan pesan dari nomor asing, kebanyakan dari pasienku yang berniat berkonsultasi entah memang tulus konsultasi atau hanya modus. Terkadang hanya dibalas sesingkat mungkin olehku bahkan beberapa yang tidak penting hanya berakhir dengan tanda centang 2 berwarna biru. Pak Bapak Oooo Pak Eh saya lupa Ngapain saya manggil manggil anda bapak, anda kan bukan bapak saya Maafkan.... Silahkan lanjutkan bobok tampannya :D Aku mengernyit membaca pesan itu, pesan paling ajaib yang pernah aku terima. Meskipun tanpa aku sadari, bibirku mengulas senyum tipis namun pada akhirnya aku hanya memilih membaca pesan itu tanpa membalasnya. Lagipula apa yang perlu dibalas? Isinya nggak penting dan nggak ada bibit, bebet dan bobotnya. Dan jangan-jangan salah sambung. INDIRA POV "Buset dah cuma di read doang, dikira pesan aku majalah playboy kali ah cuma diliatin doang" gumamku sepelan mungkin. Aku berencana akan mengirimnya pesan lagi nanti malam. Mumpung malam ini aku sedang free dari jadwal ngeles. "Kak...kalau kita ngeblokir orang di WA, orang itu tau nggak sih kak?" Aku bertanya pada Kak Siska, salah satu rekan kerjaku yang mejanya tepat berada disebelahku. Sengaja aku bertanya seperti itu padahal seharusnya pertanyaan yang benar adalah 'Kak, kalau aku diblokir di wa keliatan nggak sih oleh akunya?' "Tau lah, kalau kamu ngeblokir orang di wa, nanti foto profil kamu nggak ada di wa dia, status kamu juga nggak masuk. Dia juga nggak bisa ngirim pesan ke kamu, Dir" Aku mengangguk-angguk meresapi kata-kata Kak Siska. Aku sedang menyiapkan hatiku seandainya wa ku di blokir dokter s***p itu eh maksudnya dokter saraf. "Memangnya kamu mau blokir siapa?" kata Kak Siska mulai kepo. Aku sih memaklumi saja, manusia kan memang hobi kepo. Kalau nggak hobi kepo kayaknya bukan manusia. Kata orang, kepo tanda perhatian. Kata orang sih gitu. Iyain aja dah, jangan suka su'udzon sama orang. Kata pak ustadz dosa. "Seorang insan manusia kak" Kak Siska tertawa mendengar jawabku. "Ya iyalah masa sepasang insang ikan atau sesosok makhluk gaib tak kasat mata" Bel masuk tanda istirahat telah berakhir berbunyi. Aku dan Kak Siska bersiap-siap untuk masuk kekelas berikutnya. "Kakak ngawas ruang berapa kak?" tanyaku berbasa-basi. "Ruang 10. Kamu Dir?" "Tetangga 5 kelas kita kak. Ruang 15" ucapku sambil dadah dadah cantik lalu melenggang indah ke ruang panitia UTS untuk mengambil naskah soal, lembar jawab dan kunci ruangan. Sebenarnya aku juga panitia, namun aku menggantikan guru yang berhalangan hadir. Maklum aku kan anak bawang, anak paling bungsu, anak terakhir yang masuk kesekolah ini, jadi selalu rela dijadikan tumbal. Nasib anak baru ehhh maksudnya jadi guru baru nan muda ditambah cantik jelita kayak aku gini ya emang gitu. Tapi nggak masalah juga sih, kan cuma tinggal duduk manis dikelas sambil melototin anak orang. Enak kok, enak banget malah. Hahahha... *** Setelah sholat isya, aku mencuci wajahku dan menuntaskan rutinitas cantikku dengan menggunakan sederet skincare kecantikan dengan urutan yang kekorea-koreaan. Aku sangat suka menggunakan skincare korea yang cocok untuk kulit sensitive ku yang dikit-dikit timbul jerawat. Stres dikit langsung muncul sebiji jerawat, kedatangan tamu bulanan langsung muncul berbiji-biji jerawat, kapan mulusnya coba ini muka? Kapan-kapan deh. Akan mulus pada waktunya. Dulu aku mengganggap jerawat adalah seni pada wajah. Biar wajahku ada motif polkadotnya gitu, nggak mulus membosankan. Namun karena sudah overdosis motif polkadot aku mulai memikirkan pemakaian skincare dan Alhamdulillah sekarang motif polkadotnya mulai memudar. Ini bukan sponsor skincare ya... Aku membuka aplikasi wa ku dan mulai melancarkan misiku kepada dokter saraf itu. Satu hari satu pesan cinta. Aku mulai mengetikan pesan berantai padanya. Ya ampun pak Itu pesan saya bukan majalah playboy yang cuma diliatin doang Eh tapi nggak apa sih, semoga bisa menghibur bapak aja deh Mungkin ini karma buat saya yang hobinya cuma ngebaca novel Kalau begitu mulai saat ini saya menugaskan bapak sebagai pembaca setia ajalah Toh kayaknya hobi bapak memang membaca bukan menulis apalagi membalas perasaan saya eh maksudnya pesan saya Jadi biarkan saya jadi penulisnya Cita-cita saya yang tertunda itu pak, penulis novel Selamat tidur pak Semoga mimpi ketemu jodoh Dan semoga jodoh bapak itu saya. Aku mengirimnya pesan beruntun perlu waktu setengah jam untuk warna centang dua itu berubah menjadi biru. Jam sudah menunjukan pukul 21.30. Mataku sudah mulai mengantuk. Aku mulai bertanya-tanya dalam hatiku. Laki-laki ini normal kan? Bagaimana mungkin diumurnya yang sudah tidak lagi muda ia tidak berpikiran untuk menikah. 36 tahun! Bagaimana caranya ia menahan godaan wanita yang mahadahsyat selama 36 tahun hidupnya? Sungguh tak mengerti hayati. Bagaimana mungkin ia bisa tidak tergoda dengan wanita secantik dan semanis aku ini? Apakah aku harus menyodorkan godaan lelaki tampan dengan lekuk badan yang aduhai kekarnya padanya baru ia akan tergoda? Ihhh...kok ngeri sih! Ahhhh...sudahlah, mungkin ia menyimpan luka yang tak jua kunjung kering. Sang waktu telah jauh pergi meninggalkannya namun kenangan tetap akan selalu basah dalam aliran darahnya.            
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN