Hari Senin ini adalah hari pertama Emma masuk kerja pasca dirinya dirawat di rumah sakit. Dia berangkat bersama Seah juga Ulfa, dari deretan kos putri.
"Beneran udah sehat kamu Emm?" tanya Ulfa.
"Udah kok Fa.." jawab Emma.
"Sorry ya nggak bisa nemenin di rumah sakit." ucap Ulfa juga Seah.
"Nggak papa... lagian aku tau kok kalian capek banget." jawab Emma.
"Terus kamu sama papa mama kamu aja Emm?" tanya Seah.
"Iya... actually sama mas Angga juga sih, dia sering nyamperin aku selama dirawat." jawab Emma.
"Serius?" tanya Seah.
"Iya..." jawab Emma.
"Wait... cinlok gak?" tanya Ulfa.
"Cinlok sama manusia kulkas? mana bisa?" jawab Emma.
"Manusia kulkas?" tanya Ulfa lagi.
"Iya... dia dingin banget sumpah." jawab Emma.
"Nggak heran sih, dia mana pernah ternsenyum muka nya gitu terus." tambah Seah.
"Tapi menurut ku nih ya... cowok modelan kaya gitu, kalau udah bucin malah bikin melting." sahut Ulfa.
"Masa sih?" tanya Emma.
"Cieeee penasaran...." kata Seah.
"Soalnya dia nggak pernah dibikin melting sama cowok." jawab Ulfa.
"Aduh kalian berdua ini..." ucap Emma ngeloyor mendahului mereka berdua.
Sampai di portal scan Emma berdiri tepat di belakang Angga. Tak sengaja dia melihat bahwa Angga gagal scan.
"Ehh mas Angga gagal scan.." ucap Emma pada Ulfa dan Seah yang berada di sebelahnya.
"Ya kamu kejar dia, kasih tau dong." ucap Seah setengah menggoda Emma.
"Emanggg nya siapa sih Se?" tanya Ulfa sengaja dibuat-buat pada Seah.
"Calon imam yang masih salah login." jawab Seah.
"Maksudnya salah login?" tanya Ulfa yang kali ini serius.
"Iya... imam nya belum fasih masuk masjid soalnya, masih suka login ke club malam ehehehe." kata Seah sambil tertawa, dia memang lebih kenal Angga karena mereka satu gedung di A1.
"Apaan sih se..." sahut Emma.
"Oohhh I see... bukannya itu pangerannya Skiving?" tanya Ulfa kemudian.
"Yupppss.. Crushing ke temen kamu itu." jawab Seah.
"Oooowww... bakalan banyak saingan tuh." lanjut Ulfa.
"Masa sih?" tanya Seah.
"Yupppss... semua cowok yang pernah berhubungan kerja sama dia gak ada yang gak kepincut sama dia." jawab Ulfa.
Emma berjalan mendahului mereka berdua untuk mengejar Angga.
"Mas... kamu gagal scan tadi." ucap Emma begitu berhasil menjajari Angga yang sedang jalan bersama Rio.
"Masa sih?" Angga balik bertanya?
"Iyaa... coba aja lagi!" ucap Emma
"Ya udah aku duluan..." pamit Rio berjalan meninggalkan mereka berdua.
Angga mengangguk menanggapi Rio. Kemudian dia mencoba scan sekali lagi. Dan benar saja, dia gagal scan.
"Kok bisa ya?" gumam Angga.
"Belum perpanjangan kontrak ya?" tanya Emma.
"Ooooh Iyaa..." Ucap Angga sambil menepuk jidatnya.
"Aku lupa seharusnya udah bulan kemarin hehehe..." tambah Angga.
"Ya udah bareng aja... aku juga perpanjangan hari ini..." mereka berdua berjalan beriringan menuju klinik perusahaan.
Karena aturan perusahaan adalah menerima perpanjangan kontrak apabila karyawan dalam keadaan fit. Jadi Angga juga Emma harus melakukan medical check up terlebih dulu.
"Hari ini kamu nulis kontrak nggak papa, tapi untuk kerja off dulu, tensi kamu rendah dan absensi kamu izin 3 hari karena rawat inap ya?" tanya petugas.
"Ohh iya Bu... tapi boleh saya minta surat keterangan buat saya kirim ke departemen saya?" tanya Emma kemudian.
"Iya saya kasih kok." jawab petugas
Dia tidak bisa membayangkan bagaimana GL akan menceramahi nya esok hari.
Setelah selesai dengan pemeriksaannya, Emma bermaksud nungguin Angga untuk ke HRD bareng. Nanggung udah nggak ada teman lagi soalnya.
"Emma kamu duluan aja nggak papa, aku harus ke luar dulu." ucap Angga menepuk pundak Emma yang terlihat sabar menantinya sedari tadi.
"Looh keluar kemana?" tanya Emma.
"Harus pemeriksaan mendalam di paru-paru, dan ini ada rujukan ke laboratorium buat thorax." jawab Angga.
"Loohh emang kenapa mas?" tanya Emma.
"Enggak papa cuma periksa aja kok, udah kamu duluan aja nggak papa." jawab Angga.
Emma sama sekali tidak puas dengan jawaban Angga. Dia masuk kedalam lantas menanyakan kenapa Angga harus thorax hari ini.
"Maaf Bu, kenapa dia harus thorax?" tanya Emma pada petugas klinik.
"Kamu siapa nya dia?" tanya petugas sambil memicingkan matanya melihat Emma.
"Sa... saya, saya calon istrinya." jawab Emma kemudian diikuti tawa dari Angga.
"Ohh calon istri... ya jadi gini, calon suami kamu ini, saat kami periksa, semacam ada yang tidak beres dengan kondisi paru-parunya, dan lingkungan kerjanya juga dikelilingi bau tajam kan, tapi karena tidak ada peralatan yang memadai jadi kami tidak bisa memastikan itu apa, jadi kami rujuk ke Laboratorium di RS Medika, buat thorax di sana." jelas petugas.
"Boleh saya ikut?" tanya Emma.
"Kamu gak jadi nulis kontrak hari ini?" tanya petugas.
"Besok saja Bu." jawab Emma.
"Ya udah ikut aja, ambulance udah siap, kalian bakal diantar Sampek sana, habis itu nanti balik kesini laporan ya." imbuh petugas.
"Iya Bu..." jawab Emma.
Mereka berdua masuk ke ambulance untuk pergi ke RS Medika.
"Maaf mas... ngaku-ngaku..." ucap Emma begitu masuk ke ambulance dan duduk di sebelah Angga.
"Biar impas ya?" tanya Angga.
"Ya sebenarnya nggak gitu juga sih." jawab Emma.
Angga berbaring di brankar sambil tiduran main hp sementara Emma masih tetap berada di tempat duduknya.
Angga tahu, Emma mengkhawatirkan kondisinya, namun dia tidak berani mengatakan terus terang.
"Waalaikum salam ma?" jawab Emma pada seseorang diujung panggilannya.
"Iya Emma masuk kok hari ini, tapi harus off dulu soalnya pas perpanjangan kontrak medical check up tadi, tiba-tiba kondisi Emma unfit." jelas Emma.
"Enggak papa ma, cuma istirahat sehari aja kok."
"Iya hehehhe... jadi nggak kerja hari ini.."
"Oh... ini lagi mau kerumah sakit nganter mas Angga thorax."
"Emma juga nggak tahu ma, maka nya Emma anterin dia." jawab Emma.
"Iya ma... he em... waalaikumsalam." Jawab Emma kemudian memasukkan ponsel kedalam saku nya.
Sampai di rumah sakit, setelah beberapa saat menunggu dalam antrian akhirnya tiba giliran Angga.
Emma memperhatikan dengan seksama layar yang ditunjukkan dokter padanya.
"Ini adalah gambar dari keadaan paru-paru nya mas Angga. Kondisinya bisa dikatakan tidak baik dan sangat buruk, dalam kasus Edema paru seperti ini, paling fatal adalah saat tiba-tiba penderita kehabisan nafas, soalnya paru-paru yang seharusnya berisi udara ini dipenuhi oleh cairan." jelas dokter.
"Terus pengobatannya gimana dok?" tanya Emma.
"Iya untuk kasus mas Angga kami sarankan untuk Diuretik hari ini ya mbak, belum parah tapi harus segera ditangani. Nanti juga akan kami terapi oksigen juga." kata Dokter.
"Oh iya dok..." jawab Emma.
"Rawat jalan saja dok, kasih obat saja pasti saya minum kok, maklum calon istri saya suka panikan orangnya." sahut Angga dari tempatnya.
"Kayanya bandel ya mbak calon suaminya." ucap dokter kepada Emma.
"I.. iya pak bandel emang." sahut Emma.
Akhirnya Angga hanya pasrah menerima keputusan dokter juga Emma yang mengharuskan dirinya diuretik dan terapi oksigen hari ini.
Di sebuah ruang perawatan dokter memasang sungkup pernafasan untuk Angga. Dia melakukan terapi oksigen dan juga pengobatan diuretik dengan duduk bersandar.
Sudah jalan satu jam, tersisa satu jam lagi untuk terapi. Sementara itu Angga yang duduk dengan alat bantu pernafasan mulai terkantuk-kantuk.
Emma mendekat lalu menyandarkan kepala Angga di pundaknya. Dia melakukannya karena balas Budi untuk Angga sudah begitu baik ketika dia dirawat di rumah sakit kemarin.
Emma melongok kearah ponsel Angga yang berkedip-kedip. Kemudian muncul pop up yang me reply pesan Angga.
"Kamu yang udah ninggalin aku dan play victim di depan semua orang, jadi jangan berani-berani datang lagi dan mengusik hidupku." tulis Angga yang di reply dengan jawaban "Maafin aku sayang, iya aku yang salah, aku minta maaf dan aku mohon kita bisa balik lagi kaya dulu."
"Jadi dia ditinggalin ceweknya." batin Emma, pandangannya masih terpaku pada layar ponsel Angga. Sesaat kemudian hp itu bergetar, panggilan masuk dari GL Angga. Membuat Angga terkejut lalu membuka matanya, dia terkejut begitu menyadari dirinya bersandar nyaman pada bahu Emma.
"Ehh sorry sorry..." ucap Emma.
"Eh... i iya mas... GL kamu telpon." tunjuk Emma kemudian pada ponsel Angga.
"Iya duh males banget jelasinnya." jawab Angga.
"Tolong kamu angkat ya, bilang apa kek... terserah kamu." ucap Angga sambil menyerahkan ponselnya untuk Emma.
"Kok aku..." sahut Emma.
"Please..." ucap Angga.
Emma menerima ponsel Angga, sesaat setelah dia swipe layar untuk menerima, panggilan itu langsung berubah jadi video call.
"Lahh kok jadi VC?" tanya Emma pada Angga.
"Ya begitulah bapak ku gak beda jauh kan sama emak kamu." jawab Angga.
"Assalamualaikum pak..." sapa Emma, setelah menyetujui panggilan video itu.
Wajah yang semula berang tadi, berubah melunak seketika.
"Waalaikumsalam... Angga ada?"
"Ehmm... mas Angga sedang dalam pengobatan pak." jawab Emma.
"Kamu siapa? kamu bukan pacarnya yang disuruh bohong sama dia kan? tadi kata temennya dia perpanjangan kontrak tapi gak balik-balik. Ini kerjaannya numpuk banyakk banget ini..." serang GL berkepala botak dari video tersebut.
"Bukan pak, saya bukan pacarnya, dan ini mas Angga, seperti yang saya bilang tadi masih dalam perawatan habis ini juga balik ke pabrik buat sampein surat izinnya." Emma mengarahkan kamera ke arah Angga yang masih memakai peralatan terapi oksigen.
"Laahhh kamu ngapain Ngga?"
Angga hanya melambaikan tangannya kemudian bersandar sambil menutup matanya lagi.
"Ya udah pak... nanti kalau udah selesai dia bakal telpon balik ke bapak." sela Emma.
"Kamu... transfer Stitching kan? Ohhh kamu yang ditungguin Angga di rumah sakit kemarin? kamu calon istrinya?" cerocos GL Angga.
"Iyaaa..." jawab Angga sambil merebut hp dari tangan Emma kemudian mematikannya.
"Iiihh nggak sopan tau, masih ngomong juga, dimatiin." kata Emma kemudian.
"Udah mulai keluar dari topik, udah biarin aja, ngomong-ngomong ini masih lama ya, nggak selesai-selesai sih..." ucap Angga sambil melepas paksa sungkup dari wajahnya.
"Ehhhh... jangan dibuka, mau sembuh apa mau mati?" kata Emma.
Tidak ada pilihan bagi Angga selain memakainya lagi. Dan meluruskan kaki nya sambil bersandar di dinding yang sudah membuatnya bosan, karena terapi oksigen harus di lakukan dengan duduk, seandainya boleh sambil berbaring pasti sudah menjadi hari rebahan baginya.
2 jam berlalu, Angga bisa bergerak dengan bebas, dokter telah melepas alat di pernafasannya, Sementara Emma terlelap dikursi dekat ranjang Angga. Di punggung tangannya masih terdapat luka bekas infus kemarin.
"Kondisinya sendiri saja belum membaik, bisa-bisanya mengkhawatirkan orang lain." ucap Angga.
"Emma..." Angga mengguncang bahu Emma perlahan.
"Emma..." ulangnya sekali lagi.
Emma terbangun, melihat jam tangannya kemudian melihat Angga.
"Udah selesai?" tanya Emma.
"Udah... ayo pulang, kasian tuh pak sopir ambulan udah pasti gabut banget nungguin kita dari tadi, sendirian pula." kata Angga, wajahnya yang tersenyum memberikan kehangatan yang berbeda dari biasanya.
"I...iya." Emma justru gugup melihat Angga yang biasa dingin jadi bisa tersenyum semanis ini.
Setelah mengambil hasil pemeriksaan dan bukti pembayaran dari jaminan kesehatan yang ditanggung oleh pabrik, mereka kembali ke klinik perusahaan untuk memberikan laporan hasil thorax dan surat izin meninggalkan pekerjaan, yang selanjutnya di sampaikan ke HRD untuk approval.
Emma keluar dari gerbang dan berteduh di pojok ATM karena hujan turun sepagi ini dengan mendung yang sudah menggantung sejak subuh.
"Yahhh mana gak bawa payung lagi." ucap Emma sambil mengibaskan ujung jilbabnya yang basah merata.
Dan tiba-tiba atap ATM yang tidak seberapa luas itu langsung menjadi naungan gratis bagi para pejalan kaki yang kebetulan melintas di depan pabrik.
"Emma..." panggil Angga.
"Ayo aku antar pulang." kata Angga dari atas motornya.
"Udah nggak perlu banyak mikir." tambah Angga kemudian.
Emma melangkah ke bawah guyuran hujan dan naik ke motor Angga.
"Emm... mampir di kos ku ya, ntar kalau hujannya reda aku antar pulang." kata Angga.
"Haaahh..."
"Udah jangan mikir yang enggak-enggak, aku nggak ada nafsu juga sama kamu." potong Angga sambil tertawa.
"Kos aku deket loh mas, di gang Dahlia sini aja." ucap Emma.
"Kos ku lebih deket, di jalan Anggrek." jawab Angga.
Tanpa menunggu keputusan Emma, Angga mempercepat laju motornya karena hujan sudah turun dengan disertai kabut menutupi jalanan.
"Tumben sih deres banget hujannya." ucap Angga begitu masuk gerbang kos nya.
"Sepi banget kos nya?" tanya Emma. Dia menangkupkan tangan di depan d**a untuk mengurangi rasa dingin.
"Ada kok mereka di dalam, sebagian juga shif pagi, dah ayo masuk, kamar ku ada di atas." ajak Angga.
"Bisa-bisanya nih anak ngajak aku ke kamarnya." batin Emma kesal.
Dia melihat kesekitar sebelum masuk ke ruangan untuk memastikan bahwa jarak kamar Angga ke rumah para tetangga tidaklah terlalu jauh, jika Angga berani macam-macam setidaknya dia tau kemana mencari pertolongan.
"Ini kamar Rio." tunjuk Angga pada sebuah kamar begitu mereka sampai di lantai dua.
"Kamar ku paling ujung." lanjutnya.
Emma diam tidak menanggapi, pikirannya masih negatif dan tidak ada penawarnya.
cklak
Angga memutar kenop pintu dan mereka berdua masuk, rapi sekali kamar Angga, lebih rapi dari kamar Seah.
Angga mengambil sebuah Hoodie dari dalam almari kemudian memberikan pada Emma.
"Kamu ganti baju kamu yang basah itu biar gak kedinginan, apa perlu aku pinjemin celana juga?" tanya Angga.
"Enggak... nggak usah." jawab Emma.
"Kamu bisa serutin talinya buat gantiin jilbab kamu, aku mau keluar bikin teh anget, kunci aja pintunya dari dalam kalau kamu ganti baju." ucap Angga, dia melangkah pergi sambil membawa handuk dan pakaian ganti.
"Ehmmm ya baik sih, sebenarnya... padahal Seah bilang dia golongan hardcore kalau ke cewek-cewek suka ngajakin nginep." ucap Emma lirih, dia. buru-buru mengunci pintu
Setelah mengganti seragamnya yang basah dengan hoodie Angga yang oversize padanya, Emma berjalan membuka kunci pada pintu kamar Angga.
Beberapa saat kemudian Angga masuk dengan membawa dua gelas teh hangat. Emma berjalan menuju jendela dan membukannya. Namun Angga buru-buru menahan tangan Emma agar tidak membuka nya.
Emma tidak mau kalah dia bersikeras ingin membuka jendela itu. Akhirnya Angga mengalah dan menjauhkan tangannya dari Emma. Dan begitu jendela terbuka, air dingin dari derasnya hujan masuk dan menghantam wajah Emma.
Emma reflek memejamkan mata sambil memalingkan wajahnya dari guyuran hujan. Angga buru-buru menutup lagi jendela tersebut lalu mengusap perlahan air hujan yang membasahi wajah Emma.
"Kok nggak bilang sih kalau airnya bakalan masuk?" kata Emma.
"Emang kamu mau denger? enggak kan?" jawab Angga, dia mengambil tissu dari atas nakas lalu melanjutkan mengusap wajah Emma.
Emma mengambil alih tissu itu dan mengeringkan wajahnya sendiri. Dia duduk di atas ranjang Angga sambil melempar bekas tisu ke tempat sampah.
"Lama banget hujannya, kaya udah jam 4 sore, padahal masih jam 10 pagi." ucap Emma.
Angga mengambil seragam dan jilbab Emma yang basah lalu menggantung nya di depan kipas yang dia maksimal kan putarannya.
"Makasih... mas hehehe jujur aku tadi nething ke kamu." ucap Emma malu-malu.
"Aku udah tau kok." jawab Angga.
"Tapi kamu mau aja gantung seragam aku, pdahal udah basah toh gak dipakai lagi besok ganti seragam." kata Emma.
"Buat calon istri, apa yang nggak bakal dilakuin..." ucap Angga sekenanya.
"Hahhh???"
"Kamu pikir aku bercanda?" tanya Angga.
"Serius?" tanya Emma.
"Nggak perlu minta jawaban ke kamu sih, aku hanya masih belajar memantaskan diri hehe..." jawab Angga.
"BTW berat ya, sainganku banyak... Rio, Fadhil, Asmen Buaya, mungkin banyak lagi yang aku ngga tau." kata Angga.
"Sebenarnya gampang sih, buat aku yakin aja udah, nggak perlu ribet-ribet kok." Sahut Emma.
"Gimana cara ngeyakinin hati kamu?" tanya Angga serius.
"Itu yang harus kamu cari tahu sendiri..." jawab Emma.
Mungkin Angga insecure jika harus bersaing diantara para cowok yang selama ini dekat dengan Emma. Sedangkan Sholat saja dia masih ogah-ogahan. Dia mengambil sebatang rokok dari dalam kotaknya, lalu menyulutnya.
Tapi Emma buru-buru merebut dan mematikan rokok tersebut lalu membuangnya dari ventilasi jendela.
"Baru juga tadi pengobatan, sekarang udah mau diracunin lagi." kata Emma kesal.
"Aku Edema paru bukan karena rokok Emma..." kata Angga kemudian.
"Terus?" tanya Emma.
"Aku makek... tapi itu dulu, sekarang udah enggak." ungkap Angga.
"Hahh??"
"Iya karena itu, aku nggak pantes buat kamu kan..." sahut Angga.
Emma menarik nafas dalam-dalam lalu menghembuskannya. Dia tertunduk sampai beberapa saat, entah apa yang dipikirkannya.
"Aku tahu mas... sebobrok-bobrok nya laki-laki dia masih mengharapkan perempuan baik-baik sebagai istrinya. Dan aku tidak pernah mengharamkan diriku untuk kamu, karena aku juga perempuan biasa aja, nggak ada istimewa nya, asalkan kamu tahu, asalkan kamu ngerti... kamu harus bisa mencintai diri kamu sendiri menyayangi diri kamu sendiri sebelum mencintai dan menyayangi orang lain..." tutur Emma.
Mendengar itu terbitlah binar dari mata Angga.
"Makasih... makasihh buat kesempatan yang kamu berikan, aku juga nggak mau kecewain papa kamu." kata Angga.
"Papa?"
"Iya... oh ini rahasia ku dengan papa kamu, kamu nggak perlu tahu." jawab Angga, dia menyembunyikan perihal papa Emma yang memberikan dukungan untuk memperjuangkan Emma dengan caranya sendiri.
"Tapi kalau boleh tahu Emm... antara aku, Fadhil dan Rio, kamu cenderung kemana?" tanya Angga.
"Mas mau jawaban jujur?" Emma balik bertanya.
"Iya sekalipun itu menyakitkan." jawab Angga.
"Aku cenderung ke Rio mas... aku kenal dia sudah sejak kami sekolah, dia baik dan nggak pernah macem-macem ke aku." jawab Emma.
"Kalau Adrian?"
"Pak Adrian... aku sama sekali tidak ada perasaan apa-apa ke dia." jawab Emma.
"Beruntungnya Rio bisa dicintai oleh kamu Emma..." gumam Angga.
"Diihh... apaan sih mas?"
"Btw mas... ini kenapa pakai tatto jangkar?" tanya Emma, matanya jeli mengamati gambar di lengan atas Angga.
"Memilih gambar tatto seperti memilih seorang istri, bakalan nemenin kita sampai akhir usia. Jadi kalau bisa nggak boleh asal, gimanapun itu gak bakal bisa di hapus sampai kita mati, Dan aku sengaja bikin gambar jangkar ini sekilas memang seperti menggambarkan seorang Pelaut, namun arti sesungguhnya adalah simbol yang memiliki arti, Perlindungan, Harapan & Pengorbanan. Lebih ditunjukan sebagai rasa Tanggung Jawab sebagai Kepala Keluarga. Dan aku buatnya setelah ayah ku meninggal." jelas Angga.
"Innalilahi wa inna illahi rojiun... jadi ayah mas Angga udah meninggal?" ucap Emma.
"Iya... 5 tahun yang lalu." jawab Angga.
"Mau lihat tatto yang lain?" tanya Angga.
"Emang ada lagi?" Emma balik bertanya.
Angga membuka kaos yang dia pakai kemudian memperlihatkan tatto bergambar bunga lotus dalam kubangan lumpur di punggungnya.
"Gede banget... tattonya, apa nggak sakit pas bikin?" tanya Emma
"Ini membawa arti, bahwa semua itu indah, walau tidak ada yang sempurna." jelas Angga sambil menurunkan kembali kaosnya.
"Ternyata ada maknanya ya.." ucap Emma.
"Iyalah..." sahut Angga.
"Nih teh anget... biar nggak masuk angin." Angga menyodorkan gelas teh yang tadi dia bawa.
"Makasiihh..." ucap Emma.
Mereka berdua mulai akrab satu sama lain, hingga tak terasa hujan reda ditengah hari. Sesuai janjinya Angga bakalan ngantar Emma pulang.