Penyintas Kebakaran

3688 Kata
     Pagi ini usai menandatangi perpanjangan kontrak, Emma masuk ke line nya bertepatan dengan briefing. Dia langsung di peluk oleh Azizah.        "Emmaaaaa... ya Allah aku tanpamu, ambyar Emm... aku kerja ditarget, masih harus ngurusin anak-anak, ngurusin perlengkapan ini itu..." ucap Azizah, dan Emma hanya tersenyum menanggapinya.       "Iyya nih Emm.. jangan nggak masuk nggak masuk napa, benang telat-telat, terus aku ngerusakin upper harus nyari sendiri." keluh Rere.        "Nahhh ini nih... kalian kerja harus punya tanggung jawab dong, jangan cuma ngandelin Emma, ngandelin GL, kalian pikir jadi transfer enak, kalian yang buat salah dia yang aku marahin, nyari ganti kesana kemari, padahal kerjaannya sendiri numpuk, kalian nggak mau tau, ada yang hilang Emma, ada yang rusak Emma, apa-apa Emma, pas dia nggak masuk ngerasain kan gimana susahnya nyari ganti material." Cecar Azizah sambil melepaskan pelukannya ke Emma.       "Dia juga manusia biasa kaya kalian, punya rasa capek, bosen, penat, lelah, hargain kerja kerasnya, belajarlah kalau kerja itu punya tanggung jawab, saya tau kerjaan Emma kaya gimana, kalian enak tinggal duduk sambil saling nyalahin satu sama lain, dia ini yang jalan kesana kemari, nggak ada waktu buat istirahat, kalian mana tau, kaki Emma bengkak kemarin..." ucap Azizah.       "Kamu jangan sakit-sakit lagi ya Emm, makan yang banyak, biar nggak kurus, biar kuat kesana kemari ya." ucap seorang anggota line 8 yang tertua.       "Okkke siaaapp..." ucap Emma.       "Sabar banget kamu ngadepin anak-anak semoga cepet dapat jodoh kamu Emm.." tambah yang lain.       "Hehehhe aaminnn makasihh..." ucap Emma.       "Nggak perlu di doain juga cowok nya udah banyak." ketus Rere.       "Udah udah... jadi hari ini kita kerja Steve Mauren, dari gedung B ya, ingatttt jangan sampai rusak... dan sore ini harus selesai, karena pengiriman besok pagi soalnya, di gedung B kewalahan jadi kita bantuin, bukan customer kita tapi pertahankan kualitas kerja kalian okkee! paham?" ucap Azizah.       "Paham... " jawab mereka.       "Ya sudah selamat bekerja dan berkarya, ingat output perjam, ditulisss!" tambah Azizah.       "Iyaaaa..." jawab mereka.       Setelah itu mereka semua bersiap dan mulai bekerja di tempat masing-masing.       "Emm... minta ke prepare semi flex ya, sama ambilin lining yang di repair kesana, aku kemarin kasih ke Ines." titah Azizah.       "Iya." jawab Emma, sementara dia masih melanjutkan mencatat di buku kerja.       Setelah membawa keranjang kloos juga MP, dia berjalan meninggalkan line nya.       Sesaat setelah mendaftarkan benang, dia melanjutkan ke prepare. Kebetulan dia tidak melihat Ines di tempat nya. Setelah menunggu sejenak, dia menghampiri Seah yang tengah sibuk membuat laporan.       "Kamu ngapain Se?" tanya Emma.       "Niihhhhh... si admin sok cantik itu... bisa-bisanya dia nyuruh aku ngerjain laporan, padahal dia admin nya." jawab Seah.       "Mbak Ines?" tanya Emma.       "Ya siapa lagi... padahal kerjaan aku juga banyak..." keluh Seah.       "Ya udah lah... kamu kerjain job kamu aja, ngapain, kamu juga dikejar target kan." kata Emma ikutan kesal.      "Iya juga ya... bego banget mau-maunya aku disuruh-suruh sama dia." ucap Seah sambil menutup buku Ines lalu melanjutkan memotong rentengan helgrip yang baru saja dijahit.       "Suka nyusahin orang aja." lanjut Seah.      "Emang... dan sekarang dia dimana?" tanya Emma.       "Nggak tau tuh, pasti lagi mondar mandir di Skiving caper ke Angga." jawab Seah.      "Hah?" sahut Emma.      "Ehhh... kenapa? kaget kamu mengandung cemburu tuh." sahut Seah.      "Bisa aja kamu..." ucap Emma dia lantas melihat ke arah Angga, dan benar saja Ines tengah berada di sana, sambil membawa selembar kertas.       "Ehhh iya dia sana Se..." tunjuk Emma.      "Kannn bener aku bilang juga apa..." timpal Seah.       "Ya udah sono samperin, kamu ada butuh sama dia kan, sekalian kasih tau suruh ngerjain tuh laporannya." kata Seah.        "Iya Se..." jawab Emma.        Setelah sebelumnya dia sempat mampir untuk meminta semiflex dari man power bertubuh mungil di dekat perbatasan prepare Skiving, dia melanjutkan menemui Ines.       "Mbak Ines, kemarin mbak Azizah ninggalin lining di mbak ya? udah selesai belum?" tanya Emma.      "Oh iya udah kok kayanya, kamu cek aja di Suci." kata Ines.       "Oh iya mbak..." jawab Emma, namun saat dia hendak pergi dari tempat itu. GL Angga yang kebetulan lewat menatap kearahnya, lalu berhenti.       "Naaahhhh ini kamu yang calon istrinya Angga kan? tuh lihat kerjaan suami kamu, masak kerja sambil ngelamun nggak kelar-kelar ngeblock dari tadi sampek numpuk-numpuk!" kata GL botak.       "Apa sih pak..ini juga dikerjain kok." sahut Angga.       Emma melihat kearah tumpukan Vamp yang menunggu untuk di block Angga, lalu berpindah menatap Angga.       "Semangat mas..." ucap Emma tidak lupa melemparkan senyum penyemangat untuk Angga.      "Okkee..." balas Angga, membalas senyum Emma. Dia yang lebih tau pekerjaannya, sebenarnya nggak lelet cuma beda material beda penanganan, ada yang bisa diajak cepet, ada yang agak manja. Dan Emma juga memahami itu.       "Yang dimaksud calon istrinya Angga itu kamu?" bisik Ines ke Emma.      "Halah masih calon kan ya." sahutnya kemudian.      Emma menggedikkan bahu, namun Angga buru-buru menanggapi pertanyaan Ines barusan.      "Kurang lebih seperti itu mbak..." jawab Angga.       "Ohh... gitu." sahut Ines.       "Kok kamu masih deket sama Rio, sama Fadhil juga, kalau udah punya calon suami?" tanya Ines.       "Dekat seperti apa mbak? saya hanya baik pada orang-orang yang baik sama saya, memangnya mbak Ines pikir saya punya kedekatan seperti apa sama mereka?" Emma menjawab dengan tempo cepat, bukan masalah dia menjaga perasaan Angga, tapi intonasi bicara Ines seakan menyebutnya cewek murahan.      "Oohh... ya nggak sih, hehehe." jawab Ines jadi salah tingkah sendiri.       GL Angga hanya berlalu begitu saja karena sadar dia yang memicu keributan.       "Ya udah mbak, aku mau ambil lining dulu, permisi... oh iya tadi pesen Seah, suruh ambil buku di Seah buat ngerjain laporan, soalnya dia keteter." pamit Emma.       "Oh... i iya." sahut Ines.       Emma kembali ke line dengan membawa semiflex juga linning yang sudah di repair. Sebelumnya dia ambil keranjang benang yang tadi sudah dia daftarkan di gudang benang.      Begitu sampai di tempat duduknya, dia melihat anak baru dengan memakai id on job training tengah duduk di kursinya sambil menangis.      "Kenapa?" tanya Emma.      "Mbak Emma, maaf ya, tadi aku nggak sengaja numpahin latex di vamp, maaf mbak beneran aku nggak sengaja." ucap anak itu.      "Ya Allah... kok bisa sih, ini bukan kerjaan kita, ini dari gedung B." ucap Emma sambil menerima Vamp yang sudah berubah warna menjadi Bianco itu.       "Maaf mbak nggak sengaja..." ucap anak itu sambil nangis-nangis.      "Udahhh cari in sana, namanya juga anak baru, toh dia juga sudah minta maaf, dan ini minta selesai hari ini loh." ucap Rere.        "Iya aku pasti cari Re, tapi masa lupa sih sama kata Emak tadi, kerja harus hati-hati, harus punya rasa   tanggung jawab." kata Emma.        "Mentang-mentang dibelain, jadi males kerja deh tuh." sahut Rere.        Emma hanya menarik nafas dalam-dalam lalu menghembuskannya.         "Mbak Azizah ngerti nggak?" tanya Emma pada anak itu.       "Belum mbak, aku takut nggak berani bilang, mbak aku ikut nyari nggak papa mbak." kata anak itu.       "Mbak Azizah mana?" tanya Emma.       "Tadi dipanggil Bu Isna mbak."        "Ya udah ayo temenin aku ke gedung B ya..." ajak Emma.       "Galuh... aku nitip ya, nanti kalau Emak ku nyari bilang aku ke gedung B." Ucap Emma kepada transfer line sebelah.        "Ok ok... " jawab Galuh.       Emma ngajak anak training tadi untuk ikut dengannya pergi ke kegedung sebelah.      "Maaf ya mbak..." ucap anak itu lagi.         "Iya... makanya kamu aku ajak biar ngerti gimana susahnya nyari material hehe, nama kamu siapa?" tanya Emma.       "Mika... mbak" jawab anak OJT an tadi.       "Oh... Mika kamu yang sabar ya kalau nanti misalkan jadi satu line sama aku, kamu tau sendiri kan ada yang suka ngompor-ngomporin tadi." kata Emma.       "Oh mbak Rere ya?" tanya Mika.       "Iya, nggak tau kenapa gitu banget ke aku." jawab Emma, mereka mengambil jalan pintas lewat belakang Skiving B terus menuju Stitching B.       "Mbak... ada sisa an material Suede Nero nggak?" tanya Emma.       "Artikel apa? kamu dari gedung A kan?" tanya Admin Prepare Skiving.       "Iya mbak tadi ada yang rusak soalnya." jawab Emma.       "Udah nggak ada deh kayanya, tapi coba aja kamu cari sendiri di gudang Skiving sana ya belakangnya Stitching tuh itu yang ada gerbang nya warna biru." tunjuk admin gedung B.        "Oh iya mbak makasii..." ucap Emma.        "Yukkk..." jawab Admin.        "Ayok Mika..." ajak Emma pada Mika.       "Iya mbak..." sahut Mika.        Mereka berdua masuk kedalam gudang kulit yang terletak di bagian belakang Stitching. ada sebuah gerbang besar yang menjadi pembatas antara Stitching dan Gudang. Setelah masuk mereka menutupnya lagi, takut kalau-kalau ada inspect yang melihat mereka masuk ke gudang dan mengambil material sendiri.        Mereka masuk kedalam, didalam sana sebenarnya tidak sebesar gudang kulit utama, karena hanyalah gudang sisa material Skiving.       "Mbak kalau nggak ada gimana?" tanya Mika.       "Ada... pasti ada, kalau nggak ada ya terpaksa recut ganti." jawab Emma.       "Apa itu mbak, ya semacam harus beli sepotong doang kaya kena denda gitu." kata Emma.       "Terus mbak... siapa yang bayar?" tanya Mika, dia terlihat panik, tentu saja karena dia tidak punya uang, baru juga anak training.       "Yang bayar emak kita." kata Emma.       "Yahh pasti bakalan kena marah, susah banget kerja disini mbak." sahut Mika.       "Ya emang ginilah kenyataanya Mika, dibalik layar tak ada yang seindah postingan feed para customer kita Armia, Steve Mauren, Zanvara dan lainnya, kita orang-orang dibalik layar yang susah ehhehe, aku juga nyesel kerja disini." curhat Emma.       "Tambah kerjaan mbak Emma kaya gini, aku gak bisa bayangin." kata Mika.        "Iya gitulah Mika, masih ada di line ada yang ngiri, bilang kerjaan ku paling enak, inilah itulah ya udahlah... toh kalau aku sebagai anak produksi juga belum tentu bisa kaya mereka." jawab Emma.       "Looh mbak diluar kok rame banget ada apaan ya?" tanya Mika yang tiba-tiba kaget mendengar suara begitu riuh diluar.        "Nggak tau, mungkin ada yang pingsan." jawab Emma.       "Ooo seheboh ini ya mbak kalau ada yang pingsan." sahut Mika.        "Enggak juga sih, nggak tau ada apa, ya udahlah, kita cari aja dulu materialnya terus balik." ajak Emma. Mereka makin masuk kedalam.       Hampir satu jam mereka mencari akhirnya bisa menemukan sepotong Suede Nero.       "Nahh akhirnya kamu tau gimana susahnya nyari material di gudang sepengap ini." kata Emma.       "Iya mbak... makasih ya udah dibantuin." ucap Mika.       "Iya... yaudah pulang yuk." ajak Emma.       Mereka berjalan menuju gerbang yang tadi mereka tutup. Setelah membuka gerbang betapa terkejutnya mereka berdua, menyadari mereka terjebak dalam kobaran api.        "Astagfirullah... " ucap Emma.       "Mbak... mbak gimana ini mbakkk.... kita bisa mati disini mbakk." ucap Mika.       "Bentar-bentar, udah jangan panik, bantu aku dorong drum-drum berisi SBP dan Tolluenne ini kedalam gudang ayooo..." ajak Emma.       "Kenapa kita nggak keluar aja mbak?" tanya Mika.       "Gimana kita mau keluar mika, kamu bisa lihat kan api segede itu, dan aku jujur baru sekali ini terjebak dalam api, parahnya lagi kita bersama barang mudah meledak." tunjuk Emma yang melihat api mengepung Stitching B.       "Kalau api sampai sini, bukan cuma kita yang mati, gedung juga bakalan meledak Mika, ayo kita amankan dulu ini." Ucap Emma, dibantu Mika dia mendorong drum-drum itu kedalam gudang lalu menutup gerbangnya.       "Mbak kalau suhu disini panas, nggak menutup kemungkinan kita juga akan meledak kan." kata Mika semakin ketakutan.       Emma menyelipkan upper tadi kedalam seragamnya lalu mengambil ponselnya.       "Emakk... kita terjebak di gudang B dan diluar api udah gede banget, tolongin dong..." ucap Emma.         "Ya Allah Emmaaa... bentar ini kami sedang di evakuasi semua meninggalkan gedung aku kasih tau ke Bu Isna dulu ya, damkar belum juga datang ini gimana sih." ucap Azizah panik bukan main.       Azizah menutup telponnya, dan dia melawan arus evakuasi. dia mencari SPV nya untuk mengatakan ada anaknya yang masih terjebak didalam.       "Pakkkk jangan ditutup gerbang ya pakkkk.... anak saya masih ada didalam sana." teriak Azizah.       "Siapa Jah, anak kamu ngapain ke gedung B." tanya Bu Isna.       "Emma Bu dia nyari material yang rusak, dia kesana sama anak baru." jawab Azizah.       "Tapi kita gak bisa masuk kesana Bu..." ucap security yang membantu evakuasi.       "Banyak bahan mudah terbakar di dalam sana, kita harus nunggu damkar." tambahnya.       "Emma masih didalam sana?" tanya Seah dan Ulfa bersamaan pada Azizah. yang berteriak-teriak memancing perhatian karyawan lain.        "Iyaaaa...." jawab Azizah.        "Pakkkk tolong ada dua nyawa yang terperangkap disana kita tidak bisa diam saja." seru Azizah.       "Tapi kita bisa apa?"        "Ya Allah Emmaaaaaa....." Azizah histeris dengan berurai airmata.        "Aku akan masuk kesana." kata Angga pada Seah dan Ulfa, dia lantas menerobos security dan berlari kearah sumber api.        "Aku juga..." kata Seah.       "Jangan se... kamu tau itu bahaya, kalau Angga mungkin dia bisa cepet bantu evakuasi, gimana kalau kamu malah menghambatnya." tahan Ulfa.        "Gimana kalau Angga butuh bantuan kita..." kata Seah.         "Ya udah aku ikut..." kata Ulfa mereka mengejar Angga masuk ke dalam.        "Heeeeee kaliannnn... mau kemana?" teriak Azizah .       Sementara itu didalam asap mulai menyeruak dari cela bawah gerbang dan memenuhi gudang.        Emma masih berpikir jernih dia mengambil roll kulit dari atas rak kemudian menjadikannya penyumbat aliran asap masuk dari celah gerbang. Namun sia-sia asap mengepung mereka dari atas.        "Mbakk kita bakalan mati disini, suhu udah meningkat drastis mbak, dan drum-drum itu bakalan meledak di suhu tinggi kan." kata Mika.       Disitu Emma mulai menangis, mereka berdua berpelukan didalam sana.       "Harusnya pas rame-rame tadi kita keluar Mika." ucap Emma.       "Semua gara-gara aku mbak, karena aku kita nyasar kesini." kata Mika.       Sementara itu diluar gedung B Angga berusah masuk melalui pintu lain.       "Kalian coba berputar cari gerbang lain!" ucap Angga.       Beberapa saat kemudian mereka kembali berkumpul dengan menggelengkan kepala.      Mata Angga tertuju pada bagian atas gedung, asap mulai membubung tinggi.       "Asap dari kulit yang terbakar tajem banget baunya." ucapnya kemudian.       Dia melihat tumpukan kursi bekas yang menggunung, dan mulai memanjat kesana, dari sebuah lubang angin yang cukup besar dia melongok ke dalam.       "Aku bisa masuk dari sini, tepat di gudang, mereka terjebak di gudang kan?" tanya Angga.       "Iya kamu hati-hati ya... kami tungguin disini bawa Emma keluar, kalau butuh apa-apa teriak aja." ucap Seah.       "Iyaa..." jawab Angga.       Tepat dia masuk adalah sebuah rak tertinggi didalam gudang. Dia masuk kedalam dan menjejakkan kaki nya perlahan diatas rak kemudian turun menuju baris rak bawah nya terus bawahya lagi. Sampai dia berhasil menjejak di lantai.        Dia segera berlari ke segala arah untuk menemukan sosok Emma.       "Emma... " panggil Angga ketika dia melihat sosok berjilbab duduk meringkuk bersama seorang anak lagi.       "Mas Angga... ngapain kamu masuk kesini mas, lihat asap ini bahaya buat edema kamu." ucap Emma.       "Udah jangan pedulikan itu..." ucap Angga.       "Ayo kita keluar sebelum bangunan ini meledak." ajak Angga.       "Mas dia udah nafas pendek, nggak tahan bau asap ini, tolong selametin duluan." ucap Emma sambil nunjuk Mika.       "Emma..."       "Setidaknya aku sehat dan paru-paru ku gak bermasalah mas." jawab Emma.       "Ayo kalian berdua ikuti aku." ucap Angga.       Mereka bertiga berjalan ke bagian belakang gudang tempat Angga masuk tadi.       "Ayo kalian bisa manjat kan, kita manjat rak ini buat bisa sampai keluar, ada Seah dan temen kamu di luar sana." kata Angga.       "Aku nggak bisa mas." ucap Mika yang wajahnya mulai pucat.        "Mas kamu naik duluan, terus bantu dia naik dari atas..." kata Emma.       "Kamu gimana?" tanya Angga.        "Udah tenang aja, aku sehat dan aku baik-baik aja, yang penting kalian segera keluar." ucap Emma kemudian.       "Emma... kamu emang layak buat diselametin." ucap Angga yang dengan cepat mengecup bibir Emma yang sudah mulai pucat.       "Aku akan kembali buat bantu kamu."ucap Angga kemudian.       Mika memalingkan wajahnya untuk menghargai privasi mereka berdua.       "Udahh buruan..." kata Emma.       Angga mulai naik, dan mengarahkan Mika kemana harus meletakkan kaki dan menolongnya menggapai rak berikutnya.       Angga melihat Emma masih ada di bawah dia mempercepat langkah buat evakuasi Mika.       "Mbak... kamu nggak naik?" tanya Mika setelah dia berada di atas.       "Iya aku manjat kok, cepetan cari udara segar Mika." jawab Emma mulai menaiki satu baris rak pertama.        Angga berhasil keluar, dia meminta Seah untuk membantu turun dari sana.       "Emma gimana?" tanya Ulfa       "Aku akan balik kedalam buat bantuin dia, dia masih manjat." jawab Angga.       "Dia itu nggak bisa manjat, dan phobia ketinggian." kata Seah.       Sementara itu Emma menurunkan kembali kakinya lalu terduduk sambil memegangi dadanya yang sesak. Dia sudah tidak kuat lagi. Matanya berkabut lalu jatuh tak sadarkan diri.       Mendengar pernyataan Seah bahwa Emma tidak bisa memanjat dan phobia ketinggian, Angga langsung panik, darahnya terkesiap, seketika dia masuk lagi kedalam dan mendapati Emma sudah pingsan di lantai.       "Emma... Emma..." teriak Angga dari atas.       "Mbak Emma kenapa?" tanya Mika.       "Emma kenapa?" tanya Ulfa dan Seah bersamaan.       "Dia pingsan... kalian berdua bawa anak ini pergi dari sini, dan cari bantuan bilang ada yang pingsan didalam, aku akan coba cari cara lain buat keluar dari sini, aku nggak bisa bawa dia naik kesini." kata Angga.       "Iya..." jawab Ulfa, dia mengulurkan tangannya pada Seah dan Mika yang menuruni tumpukan kursi bekas yang seabrek itu.        "Emma... Emma..." Angga berusaha menyadarkan Emma. dengan menepuk-nepuk kedua pipi Emma.        "Gilaa asapnya tajem banget sih." umpat Angga.         Angga mencoba membuka gerbang yang menjadi pembatas antara sttitching dengan Gudang.        Api sudah menjalar kemana-mana. Bohong banget di sinetron kalau ada tokoh yang berhasil menerobos  kobaran api, karena radius 5 meter saja panasnya sudah sangat menyengat.        Namun dia melihat sebuah hydran yang tidak jauh dari tempat ya berdiri. Dia mengambil lantas mengarahkan ke sumber api terdekat.       "Dari sini aku bisa keluar dan masuk ke gerbang sana. Yang tidak lain adalah jalan pintas dari gedung A. Semoga perhitunganku nggak meleset." ucap Angga.       Angga kembali ke dalam lalu menutupi sebagian wajah Emma dengan ujung jilbad yang dikenakannya. Agar tidak banyak menghirup udara beracun ini.       Kemudian mengangkatnya dengan setengah berlari menuju gerbang yang dia lihat tadi sebelum api kembali merembet melahap habis semua bahan produksi.           Dan benar sekali, begitu dia masuk ke gerbang itu, tidak lain adalah ruang maintenance gedung A.        Angga melanjutkan langkahnya menuju gerbang utama. Begitu dia keluar, Seah dan Ulfa sudah mengirim bantuan beberapa orang security juga petugas medis, yang langsung membawa Emma ke posko darurat di luar pabrik,        Emma mendapatkan bantuan pernafasan juga injeksi untuk menolongnya dari dehidrasi serta menambah glukosa dalam tubuh.        Beberapa saat kemudian terdengar raungan dari sirine pemadam kebakaran. Mereka semua bisa benafas dengan lega, karena tidak akan terjadi ledakan lebih besar lagi.        Namun tidak dengan Angga, dia masih belum tenang karena Emma tidak kunjung siuman. Tidak lama setelahnya Adrian masuk ke posko dengan panik.       Dia mengambil sehelai kain entah itu kain apa untuk menyelimuti Emma.       "Kenapa dia belum sadar ya pak?" tanya Adrian pada seorang dokter yang menolong Emma tadi.       "Dia terlalu banyak menghirup udara beracun yang tidak dapat segera di netralisir oleh paru-paru nya, ditambah keadaan psikis nya yang masih syok pasca terjebak kebakaran." jelas dokter.       Adrian meraih tangan Emma kemudian menggenggamnya. Angga melepaskan tangan Adrian dari Emma dan menutupi tangannya dengan selimut.       "Jangan gitu pak, dia nggak pernah nyaman kontak fisik sama laki-laki." kata Angga.       "Kamu siapa?" tanya Adrian.       "Saya calon suaminya." jawab Angga.       "Jangan ngada-ngada, dia nggak bakalan mau sama kamu, kamu pikir saya nggak tau siapa kamu." ucap Andrian sambil menunjuk letak tatto Angga.       "Ya terserah bapak, saya cuma menjawab pertanyaan bapak tentang siapa saya." jawab Angga.       Melihat perdebatan dua orang tadi Seah, Ulfa dan Mika mengurungkan niatnya untuk melihat kondisi Emma. mereka bertiga duduk diluar tenda darurat.       "Mbak mas-mas yang nyelametin kami tadi itu siapa nya mbak Emma?" tanya Mika.       "Calon suaminya." jawab Ulfa dan Seah bersamaan.       "Pantesan tadi sempat kasih ciuman gitu pas keadaan darurat di dalam." gumam Mika.       Seah dan Ulfa saling berpandangan.       "Main cepet banget tuh anak." kata Ulfa.       "Tau tuh..." jawab Seah.       "Terus yang gak pakai seragam tadi siapa?" tanya Mika, dia mengambil tepat duduk di dekat Seah dan Ulfa       "Dia Asmen yang suka sama Emma." jawab Seah.       "Wahh banyak yang suka sama mbak Emma ya." sahut Mika.        "Tapi emang pantas dicintai banyak orang kok." lanjutnya kemudian.       "Kamu belum tau semuanya Mika, ada Rio anak molding, Fadhil anak cutting dies, Kiki anak TSD." sela Ulfa.       "Kiki juga?" tanya Seah.       "Iyaaaaa..." jawab Ulfa.       "Wiiiih banyak banget sih, terus mbak Emma pilih yang mana?" tanya Mika.      "Nggak tau..." jawab Seah.       "Cuma Angga yang berani-berani nya mendeklarasikan diri sebagai calon suami Emma." lanjut Seah.       Sementara itu Adrian yang kesal pada Angga, keluar dari posko dan berjalan kearah staff nya.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN