WARNING LAGI!! skip untuk bocil ya, ada konten dewasa bertebaran, ya soalnya mereka udah nikah heheh, skip aja untuk yang masih dibawah umur, tidak saya sarankan membaca bab ini.
Sebuah gedung telah di pilih oleh orang tua Emma, gedung itu mampu menampung sekian banyak tamu undang, mulai dari rekan dosen hingga rekan kepolisian papa Emma. Masih ditambah teman-teman kerja dari kedua mempelai.
Dekorasi pernikahan bernuansa rose gold, bunga-bunga juga pernak pernik pernikahan lainnya yang terpadu sempurna membentuk harmoni yang indah. Emma dengan gaun warna senada, make up yang tidak berlebihan dan potongan gaun dengan cape yang menutupi lekuk dadanya benar-benar cantik.
Akad nikah akan berlangsung sesaat lagi, di tempat yang sama. Mama Emma memasangkan kerudang yang menjuntai dari atas kepala Emma kepada Angga. Angga terlihat tegang namun berusaha menutupi nya dengan senyuman yang menawan.
"Bagaimana mas, sudah siap?" tanya penghulu kepada Angga.
"Inshaallah pak..." jawab Angga.
"Baiklah... Kita mulai sekarang..." ucap penghulu.
Dan prosesi akad nikah pun dimulai dengan Papa Emma yang mengucapkan ijab dibimbing oleh penghulu kemudian Angga menjawab qobul setelahnya, dengan hati-hati namun tegas Angga membaca qobul dalam bahasa Arab sesuai permintaan Emma tempo hari.
Qabiltu nikahaha wa tazwijaha alal mahril madzkur wa radhiitu bihi, wallahu waliyu taufiq
Setelah terdengar sahutan SAH dari para saksi kemudian pembacaan doa setelah ijab Qabul oleh penghulu, Emma mengulurkan tangannya untuk kemudian dia menerima uluran tangan dari Angga, lalu mencium tangannya.
"Alhamdulillah..." ucap papa Emma.
Usai ijab Qabul sukses di ikrarkan, resepsi pernikahan pun dilaksanakan tanpa jeda. Hingga waktu berjalan menuju jam 10 malam. Acara di gedung usai. Keluarga Emma juga semuanya meninggalkan gedung dengan perasaan suka cita. Angga turut pulang kerumah Emma, tanpa iringan keluarganya.
Penat dan lelah sekali hari ini, Emma langsung menuju ke kamarnya, sambil mengangkat gaun yang lumayan berat itu. Sampai di kamar, Emma mengambil kotak make up nya, dia mengeluarkan beberapa tissu basah dan kapas, setelah menuangkan make up remover berupa micellar water, dia mulai mengusapkan perlahan di wajahnya.
Dia mengulanginya sampai beberapa kali, hingga make up sama sekali tak tersisa lagi di kulit wajahnya, kulitny yang sensitif tidak bisa berlama-lama mendapatkan make up karena akan tumbuh jerawat dan dia tidak menyukainya.
Sementara itu di ruang keluarga Angga masih membantu mama Emma untuk membereskan sisa acara syukuran dirumah tadi pagi.
"Angga sudah... Kamu istirahat saja, biar besok pagi mama yang beresin, yuk kamu juga besok balik kerja lagi, kenapa nggak ambil cuti yang panjang sih, masa iya pengantin baru udah langsung kerja lagi." kata mama Emma.
"Iya ma... Liburnya pas nggak bareng sama Emma." jawab Angga.
"Ya udah sana istirahat, ayoo sini mama anter ke kamar Emma. Maksud mama kamar kalian." ralat mamanya.
Mama Emma dengan sedikit memaksa, karena melihat wajah Angga yang kelelahan langsung menunjukkan kamar Emma. Angga masuk kedalam, dia langsung merebahkan diri di ranjang tanpa melepaskan sepatunya.
Emma yang semula hendak mengganti pakaiannya dan tengah kesulitan membuka resleting belakang gaunnya, terkejut melihat Angga masuk, dia berputar dan menyembunyikam bagian belakang badannya yang sudah turun sebagian.
Emma berjalan mendekat kearah Angga kemudian melepaskan sepatu Angga perlahan. Angga tersentak dia bangkit dari tidurnya. Lantas segera melepaskan sebelah sepatunya.
"Tadi aku nggak bawa baju ganti, masa iya... Aku tidur pakai pakaian pengantin kaya gini." kata Angga.
"Ooo iyaa... Terus gimana mas, bentar aku ada kaos overzise kok mas, barangkali muat untuk kamu." kata Emma.
Emma berjalan ke arah lemari pakaiannya, dia mencari kaos miliknya yang paling besar. Dia mengambil satu kemudian menyerahkan pada Angga. Angga menerima nya, sesaat setelah memakai nya dia baru sadar kalau kaos putih itu bergambar siluet Barbie berwarna pink.
"Ya Allah..." ucap Angga lirih.
"Kenapa mas? Nggak muat ya?" tanya Emma sambil masih berusaha membuka bagian belakang resletingnya, dia berbalik dan mendekat kembali ke Angga, dia tertawa melihat Angga manyun melihat penampakannya di depan kaca dengan kaos bergambar siluet Barbie.
"Hehehehe habis itu yang paling oversize di aku mas, lagia kamu cocok kok pakai itu." ucap Emma.
Angga menghembuskan nafasnya, lalu menarik lengan Emma untuk mendekat kearahnya.
"Mau ngerjain aku ya?" kata Angga.
"E... Enggak mas, beneran." jawab Emma.
Sesaat kemudian Angga tampak memandangi istrinya lamat-lamat. Kemudian kembali duduk diatas ranjang, wajahnya terlihat muram.
"Kenapa? apa ada yang salah? Ya udah kalau mas nggak suka aku bisa ambil yang lainnya kok, ayu aku pinjem ke papa." kata Emma dia duduk di samping Angga.
"Enggak kok, nggak papa aku pakai ini aja." kata Angga.
"Terus?" tanya Emma.
"Ya sedih aja, besok aku harus balik kerja ninggalin kamu." kata Angga.
"Ehmmm iya mas, ntar juga kita beda shift." kata Emma.
"Kamu mau nggak ikut aku berangkat besok pagi?" tanya Angga.
"Terus aku bakal tidur dimana mas? Ya sama aja ditempat kamu nggak boleh nginepin cewek, ditempat aku juga nggak boleh nginepin cowok, ya jadi kita sama aja pisah-pisahan kaya biasanya." kata Emma.
"Atau gini aja... Kamu nggak perlu ikut aku kesana, biar aku cari kontrakan dulu, nanti kalau udah dapet baru aku jemput kamu dan kita pindah ke kontrakan baru, gimana?" usul Angga.
"Boleh... Tapi kalau bisa kontrakan nya jangan jauh-jauh dari area pabrik mas, takut pas gak satu shif masuk malam aku berangkat sendirian." kata Emma.
"Siaaapp sayang..." ucap Angga.
Angga mendekat dia melingkarkan tangannya pada perut Emma.
"Udah boleh kan.. kan udah sah." kata Angga mengerling pada Emma.
"Ehm.. m.. mas aku mau ganti baju dulu, baju ini berat banget." kata Emma.
"Mau kabur ya... udah sini biar aku yang bukain." tahan Angga.
Akhirnya Emma kembali duduk tanpa ada pilihan lain. Angga mulai melepaskan semua accesories yang masih menghiasi bagian hijab Emma. Setelah semua terlepas, tangannya dengan cekatan membuka lilitan-lilitan hijab Emma. Nampak lah rambut hitam dan leher putih Emma.
Angga mengusap rambut juga pipi Emma kemudian mulai memberikan kecupan-kecupan ringan pada kedua pipi Emma. Angga mengangkat dagu Emma yang menunduk menyembunyikan rona merah pada kedua pipinya. Melihat kedua pipi Emma yang bersemu justru membuat Angga semakin bernafsu untuk melumat bibir merah muda di depannya.
Sebelah tangannya memegang tengkuk Emma dan sebelah lagi masih berada di bawah dagu Emma. Angga yang tidak melihat respon dari Emma, menghentikan aktivitasnya lalu memandang ke arah istrinya tersebut.
"Balas Emma.." ucap Angga perlahan, dia paham kalau istrinya mungkin masih canggung atau memang benar-benar belum pernah french kiss sebelumnya.
"Hmm??" Emma balik bertanya.
"Lakuin saja.. seperti apa yang aku lakukan." kata Angga.
"Kita coba lagi..." kata Angga.
Angga mengulanginya lagi, dan perlahan Emma mulai membuka bibirnya dan mengizinkan lidah Angga untuk masuk dan bertukar Saliva dengannya.
Sementara Angga turun kemudian menyusup mencari kepala resleting yang sudah turun sebagian di punggung Emma. Setelah menurunkan keseluruhan resleting itu dengan mudah Angga membuka pakaian istrinya. Namun tangan Emma masih memegangi ujung atas dress nya dan mempertahankan di posisinya saat ini.
"Kenapa?" tanya Angga.
"Aku... Masih malu mas?" ucap Emma lirih, Angga tertawa sesaat, kemudian mencumbunya kembali, saat Emma lengah menikmati ciuman dari Angga, Angga menurunkan pakaian Emma, hingga nampak bra berwarna pink itu menutupi cup Emma yang kecil.
"Enggak boleh nolak permintaan suami, dosa." bisik Angga sabil tersenyum. Dia benar-benar menang berlindung di balik kata dosa. Setelah membuka pengait bra, Angga menggiring Emma untuk merebahkan diri.
Ciuman yang semula hanya di bibir dan sekitar leher semakin turun ke d**a, setelah menaikkan bra Emma sampai sebatas leher, Angga berpindah kedua tangganya mendapatkan mainan baru, puas meremas dan memelintir, Angga menghisap dan meninggalkan jejak nya disana hingga berwarna biru keunguan.
Angga menanggalkan gaun Emma yang berat itu dan membuangnya ke lantai. Setelah itu sebelah tangannya mulai menarik garis lurus dari bawah d**a menuju pusar kemudian terakhir berhenti di luar celana dalam Emma, sambil mengenyot d**a Emma, sebelah tangannya sibuk memberikan rangsangan pada bagian bawah Emma, dengan memutar-mutar jari telunjukknya kemudian sedikit menekan pada titik sensitif Emma.
Emma merasakan kenikmatan asing yang tak pernah ia rasakan sebelumnya, namun dia terlalu malu mengakui bahwa dia menikmatinya, sampai terdengar lenguhan dan desahan lirih saat jemari Angga mulai masuk dan mengincar k******s Emma.
Setelah dirasa cukup basah dan siap di masuki oleh batangnya, Angga melepaskan celananya.
"Akan sangat sakit, dan berdarah, tapi jangan takut sayang, aku akan melakukannya dengan perlahan." kata Angga. Dan dia mulai menggesekkan miliknya pada milik Emma.
"Lakukan mas.. aku akan menahan rasa sakitnya." kata Emma, yang sudah tidak bisa lagi menahan gejolak nafsunya.
Emma langsung menegang, lehernya terangkat dan kedua tangganya meremas sprei, airmatanya mengalir seiring rasa sakit yang dia terima. Angga menghapus air mata istrinya menunggu hingga Emma rileks kembali dan mulai menggerakkan bagian bawahnya.
Agak lama menunggu, milik Angga sudah semakin menegang dan dia segera mempercepat genjotannya, Emma hanya meringis menahan sakit, tak bisa merasakan apapun selain rasa sakit. Batang Angga berkedut-kedut didalam memuntahkan cairan calon bayi mereka. Sementara Emma masih melanjutkan tangisnya.
"Sakit banget ya, maaf sayang, tapi setelah berkali-kali kita melakukannya bakalan terasa nikmatnya kok." Bisik Angga sambil menghapus airmata istrinya kemudian meraih tissu untuk membersihkan lelehan cairan bercampur darah pada pangkal paha Emma.
Angga tersenyum puas. Setelah itu dia mengambil celananya dan menuju kamar mandi yang ada di kamar Emma. Sementara Emma masih meringkuk merasakan sensasi panas luar biasa di bagian vitalnya. Dia meraih selimut kemudian menyelimuti tubuh nya lalu tertidur. Angga yang kembali dari kamar mandi usai penuntasan, karena sebenarnya dia tidak tega menghajar istrinya yang sudah kesakitan, dia tidak bisa menuntaskan semua amunisinya, akhirnya dia melanjutkan di toilet beberapa saat.
Begitu Angga kembali, dilihatnya wajah istrinya yang sembab dan pucat meringkuk di balik selimut. Angga mencium kening Emma lalu memeluknua dari luar selimut, membiarkan Emma istirahat dan menenangkan rasa shock nya.
Alarm Emma berbunyi setengah 5 pagi, Emma bergegas mematikan alarm lalu mandi, setelah mandi dan bersuci, dia membangunkan suaminya.
"Mas.. udah jam setengah lima, buruan mandi, bersuci lalu sholat subuh bareng, udah kesiangan mas, mas nanti biar kembali ke pabriknya nggak kesiangan" ucap Emma sambil mengundangkan bagi Angga yang tidur telungkup dengan perlahan.
Angga langsung membuka mata, setelah mengumpulkan nyawanya, dia lalu duduk dan berjalan kekamar mandi. Setelah mandi dan mensucikan dirinya dari hadas besar jinabah, dia mengambil wudhu dan bergabung bersama Emma dan keluarganya untuk sholat subuh.
Setelah sholat, Angga membuka pintu garasi kemudian memanaskan mesin motor Aji yang kemarin dia tinggalkan untuk Angga kembali ke pabrik.
"Kamu balik jam berapa Ngga?" Tanya Papa Emma.
"Jam 5 pa, takut nggak tepat waktu sampai sana." jawab Angga.
"Yahhh sayang sekali ya, padahal juga baru nikah belum sempat bulan madu udah kerja lagi." Kata Papa Emma.
"Iya pa... Nggak papa bulan madunya di tunda aja dulu, nanti kapan-kapan kalau pas kami libur bareng aja." kata Angga.
"Tapi mama nggak mau ditunda-tunda loh Ngga punya cucu nya, masa iya teman-teman mama udah pada punya dua cucu, mama satu aja belum." kata Mama Emma yang ikutan nimbrung, sementara Emma sudah berada di kamarnya lagi untuk mengeringkan rambutnya dengan hair dryer, takut ketombean kalau masih basah ditutup jilbab lagi.
"Iya ma..."kata Angga.
"Ngomong-ngomong semalam udah nyicil belum?" tanya papa Emma.
"Papa ya jangan tanya gitu, malu ah, nanti Angga malu." sahut mama Emma.
"Ya kali mama aja yang malu.. kalau laki mah udah biasa bahas ginian, ya nggak ngga?" Lanjut papa Emma.
"I... Iya pa, udah kok semalam." jawab Angga pada akhirnya.
"Nahh gitu bagus.. kalau kamu pingin cepet, sementara jangan minum dulu ya, janga capek kerja, biar nggak stres dan punya amunisi berkualitas." saran papa Emma.
"Ya soalnya papa dulu gitu, nunggu Sampek dua tahun loh Emma dulu, baru jadi, soalnya ya gitu papa juga sebenarnya suka minum, rokok juga heheheh... " lanjut papa Emma.
"Oh gitu pa... Ya udah Angga berhenti minum kok, biar mama cepet dapat cucu juga nggak nunggu lama Sampek bertahun-tahun." kata Angga.
"Iya gitu pinter... Makanya mama percaya sama kamu." ucap mama nya.
"Pada bahas apa sih? Serius banget." Tanya Emma yang turut bergabung bersama mereka.
"Loh mas mau balik jam berapa? Kok udah nyiapin motor?" tanya Emma lagi.
"Habis ini...soalnya takut kesiangan nanti." jawab Angga.
"Ehmmm..." jawab Emma. Seketika wajahnya muram.
"Minggu depan aku jemput kamu, aku pastiin udah ada kontrakan buat kita." kata Angga
"Iya mas... Kamu hati-hati ya." kata Emma.
"Siaappp sayang.." ucap Angga.
"Mama udah panasin lauk kemarin, belum masak hari ini, yuk kamu sarapan dulu, ayo deh semuanya." aja mama Emma.
"Ayoo ayoo.." ulang papa Emma.
"Ini kamu makan ini biar subur, berhenti makan junkfood ya, minum suus juga." kata mama Emma sambil menambahkan banyak sayuran hijau di mangkuk Emma.
Emma menautkan alisnya, smentara Angga hanya tersenyum.
"Mama pingin cepet punya cucu." bisik Angga kemudian, yang seketika membuat wajah Emma blushing.