Bab 7

1145 Kata
Setelah kepergian Yuna, Dokter Farhad kembali menutup pintu. Nyonya Delusa dan Dokter Farhad saling melempar senyum. Hingga sekarang langkah kaki Dokter Farhad berhenti di sisi ranjang Nyonya Delusa-Pasiennya. Lebih tepat, pasien pura-pura. Dan aktingnya sungguh luar biasa. Jika saja ada siaran televisi yang menawarkan Nyonya Delusa untuk main film. Mungkin dia masuk kriteria pemainnya. Tapi, tidak itu di rasa oleh wanita paruh baya tersebut. Mengurusi perusahaan saja, sudah cukup baginya. Itu saja dia kerepotan, apa lagi menjadi aktris. Tidak punya waktu! "Kenapa Nyonya melakukan ini semua?" Dokter Farhad menghembus napas berat."Seharusnya ini tidak aku lakukan, Nyonya. Bisa-bisa aku di penjara." "Kau tenang saja, ini rumah sakit milik ku. Lagi pula aku yang menyuruhmu," ujar Nyonya Delusa. Memberikan ketenangan kepada Dokter Farhad. Benar kata Nyonya Delusa. Rumah sakit itu miliknya. Yang di dirikan oleh almarhum sang suami tercinta. Sebelum ia pergi untuk selama-lamanya. Meninggalkan banyak harta warisan untuk Reynard. Yang menjadi putra satu-satunya penerus keluarga Permana. "Aku hanya memberikan Vitamin untuk Nyonya minum. Semoga kau di berkati umur yang panjang, Nyonya." Dokter Farhad mengembangkan senyuman di raut wajah tampannya. "Semoga ucapanmu di kabulkan." Dokter Farhad melepaskan selang inpus yang tidak terpasang sebenarnya. Dia hanya menempelkan saja pada tangan wanita paruh baya itu. Tidak lama, seseorang masuk ke dalam ruang rawat Nyonya Delusa. Sebuah kantong plastik dengan obat yang telah di tebus oleh Erik. Sedari tadi, dahinya bertaut. Sebab, beberapa kali ia melihat lalu membaca tulisan di obat tersebut. Dengan bacaan "vitamin." Membolak-balikan obat itu. Ia bertanya dalam hati, apa benar ini obatnya? Kemudian pikiran herannya itu, ia buang begitu saja. Dia akan bertanya nanti pada Nyonya Delusa atau Dokter Farhad.. Mata Erik menatap Dokter Farhad, lalu beralih pada Nyonya Delusa. Erik pun mendekati mereka. "Maaf, Nyonya. Apa benar ini obatnya?" tanya Erik penasaran. "Hum...emang kau mau berapa banyak obat yang akan aku minum nanti, Ha...?" protes Nyonya Delusa. Erik menggeleng cepat." Tidak...tidak begitu maksud saya, Nyonya. Ya sudah ini obatnya." Erik menaruh obat itu di atas nakas. Dokter Farhad hanya tersenyum simpul. Tangannya terus bergerak membereskan infus Nyonya Delusa."Beliau tidak sakit apa-apa. Maka dari itu aku memberikan hanya sekedar vitamin untuknya." Erik yang mendengar penuturan Dokter Farhad, ia termanggut-manggut. Dia lupa bahwa Nyonya Delusa hanya berpura-pura sakit. Wanita paruh baya itu menurunkan kakinya dari ranjang rawat. Ketika ia meraih tas di atas nakas di sisi ranjang, tidak sengaja ia melihat sebuah dompet berwarna hijau tosca dekat tas miliknya. Dahi Nyonya Delusa mengerutkan seketika. Tangannya mencoba meraih dompet tersebut. Ia rasa itu bukan punya dia. Ia bertanya kepada Erik melalui sebuah tatapan. lelaki itu juga tidak tau siapa pemilik dompet tersebut. Ia memberi respon dengan bahu terangkat dan gelengan kepala kemudian. Nyonya Delusa akhirnya mencari tahu dengan tangan membuka dompet tersebut. Hal yang pertama di tangkap oleh kedua matanya ialah gambar Yuna dengan wanita yang ia rasa di bawah umurnya. Sudah di pastikan jika dompet itu milik Yuna. Gadis yang telah menolongnya di halte. Lalu ia mencari kartu tanda pengenal Yuna. Juga terlihat di dalam dompet itu beberapa lembar uang yang tidak banyak. Dan dia juga mendapatkannya. Mata Nyonya Delusa mematri jelas setiap ucapan di kartu tersebut yang tertera alamatnya. Sekilas senyuman terpancar di raut wajah Nyonya Delusa. Tanpa bersusah payah mencari, ia mendapatkan alamat gadis tersebut. Lalu ia memasukan dompet tersebut kedalam tas miliknya. "Dokter Farhad, terima kasih atas kerja samanya. Kau memerankan dengan baik!" puji Nyonya Delusa. Dokter Farhad pun tersenyum samar. Sekilas anggukan kecil pun turut hadir. Wanita paruh baya itu keluar dari ruang rawat. Di ikuti oleh Erik di belakang nya. Sesampainya di luar rumah sakit. Erik membukakan pintu mobil. Nyonya Delusa melangkah masuk ke mobil. Duduk di kursi penumpang belakang. Erik kemudian mengitari mobil, lalu masuk untuk mengendari mobil tersebut ke jalanan. Nyonya Delusa yang sedari tadi hanya membuang tatapan ke luar kaca mobil dan menciptakan keheningan di antara mereka. Tetapi lirikan mata Erik melalui kaca spion depan tidak lepas dari wanita itu. Sebab, rasa bahagia apa yang menyelimuti sang Nyonya. Dari raut wajahnya seolah tidak menyimpan beban apapun. Wajahnya berseri semenjak ia melihat sebuah dompet. Entah... Erik juga tidak mengetahui pemilik dari benda itu. "Erik, ada apa kau terus melihat ke arah ku? apa ada yang hendak kau katakan? hem..." Nyonya Delusa menangkap basah Erik. Erik gelagapan. Seolah ia baru saja tertangkap mencuri buah mangga dari pohonnya."Tidak Nyonya...hanya saja sedari tadi saya perhatikan Nyonya tampak bahagia hari ini." Alih-alih bukannya menjawab, Nyonya Delusa malah bertanya balik kepada Erik."Apa Reynard menanyakan aku?" "Dia tidak tau jika Nyonya di rumah sakit. Aku mengatakan kepadanya, Nyonya baik-baik saja. Dan berada di rumah," jawab Erik. "Anak itu benar-benar berubah. Menjadikan kerja sebagai alasan mengusir kesepiannya di tinggal istri." Nyonya Delusa menggeleng samar. Tapi bersyukurnya Erik tidak mengatakan hal yang sebebarnya. "Apa kau tahu kapan istrinya pulang?" tambahnya. Erik menggeleng." Aku tidak mengetahuinya, Nyonya. Mana mungkin aku menanyakan hal itu pada-Nya, Nyonya" "Ah..iya, aku lupa! bisa habis kamu di tangannya." Nyonya Delusa terkekeh. Erik juga ikut menerbitkan senyuman kecil di bibirnya. Setelah bergabung di jalanan dengan hiruk pikuk kendaraan, akhirnya mobil mewah milik Nyonya Delusa sampai di rumah nan megah tersebut. Bangunan tiga lantai itu tampak kokoh berdiri di atas tanah yang sangat luas. Erik memberhentikan mobil itu tepat di depan rumah milik sang Nyonya. Nyonya Delusa yang telah keluar dari mobil, menghentikan langkahnya. Membalikan badannya menghadap Erik yang masih berada di dekat mobil. "Erik, kemari-lah," seru Nyonya Delusa. Erik mengangguk, lalu mendekati Nyonya Delusa. Nyonya Delusa mengeluarkan kartu tanda pengenal milik Yuna."Kau selidiki alamat ini. Pastikan jika alamat yang tertera di sana, benar adanya." "Baik Nyonya," Erik mengangguk tegas. "Kalau begitu, saya pamit dulu. Tuan Rey, menyuruh saya untuk segera ke kembali ke kantor." lanjutnya. "Hemm...silahkan!" *** Sesampainya di kantor Erik telah menunggu Reynard di depan kantor. Lelaki itu menangkap sosok Reynard dengan tampang datar ke arahnya. Saat Reynard hendak masuk ke mobil dengan pintu yang telah di buka oleh Erik, langkahnya terhenti." Apa kau jadi menyambangi ke diaman, mama?" Erik yang menundukkan kepala, mengangkatnya seketika." Sudah, Tuan. Beliau dalam keadaan sehat." Reynard segara masuk ke mobil. Tanpa sepatah kata pun lagi, dia duduk di kursi penumpang. Mobil kembali di kemudi oleh Erik. "Kita mau kemana, Tuan?" tanya Erik "Kita kerumah mama dulu sebentar!" perintah Reynard. Sepanjang perjalanan, Reynard terus mengotak-atik ponselnya. Beberapa kali juga, dia terlihat menempelkan benda pipih itu pada telinga. Bunyi suara nada "berdering" cukup terdengar oleh Erik. Namun, tidak ada hak dia dalam mencampuri urusan sang majikan. Begitu saja guratan halus di dahi Reynard hadir. Ia menggenggam ponsel tersebut dengan erat. Tangan yang satu, mengusap kasar wajahnya. Hingga berlanjut memijat pelipis. Matanya melihat kembali ke arah layar. Reynard menghidupkan tombol yang membuat layar ponsel tersebut menyala. Tetapi, hanya memperlihatkan gambar sang istri bersamanya. Wanita itu tersenyum bahagia di dalam foto yang ia jadikan Wallpaper ponselnya tersebut. Bersambung...
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN