Suasana hati Reynard berubah semenjak menghubungi sang istri-Alena. Sudah berapa panggilan menuju ke nomor wanita itu, tetapi belum juga Reynard mendapat jawaban dari panggilan tersebut.
Seharian ini, belum ada kabar apapun dari Alena. Baik sebuah pesan atau panggilan. Apa begini seorang istri, membuat suaminya dalam kegundahan? hanya sekedar menunggu kabar. Apa semua suami di perlakukan seperti ini, oleh istri mereka?
Pertanyaan itu begitu saja hadir seketika. Sesibuk apapun Reynard, tetapi ia selalu menyempatkan waktu untuk memberi kabar kepada Alena. Sebelum janur kuning melengkung, Alena dulu selalu mengangkat telepon dari Reynard.
Setelah menyandang status sebagai suami, kenapa dia tidak merasakan itu lagi setelah lima tahun pernikahan mereka? ah...rasanya Reynard tidak mempercayai semua ini.
Banyak pertanyaan yang berterbangan dalam pikirannya. Tentang sang istri yang kini entah di mana berada.
"Erik, berhenti!" perintah Reynard seketika.
Erik yang mendengar seruan itu, kakinya bergerak menginjak pedal rem. Saat ia menepikan mobil di pinggir trotoar.
"Ada apa, Tuan? kenapa kita berhenti di sini?" tanya Erik penuh heran. Pada hal mereka belum sampai dirumah Nyonya besar, mamanya Reynard.
"Turun!" Dengan raut wajah datar, Reynard kembali memberi perintah pada Erik.
Erik segera turun dari mobil. Ia tidak ingin membuat telinganya lebih sakit lagi mendengar suara bentak Reynard.
Dengan langkah lebar, Reynard mengitari mobil. Hingga posisinya sekarang masuk dan duduk di kursi pengemudi. Saat tangannya hendak menutup pintu mobil, ia melihat Erik masih berdiri di luar.
"Apa kau masih mau tetap berdiri di sana?" bentak Reynard.
Erik mengerjapkan matanya. Ia terperanjak dari lamunan."Ti-tidak, Tuan." ia pun langsung melangkah masuk ke mobil. Namun, lagi-lagi tindakan Erik salah di mata Reynard. Ia duduk di kursi penumpang belakang. Dan itu menambah naik pitam lelaki itu.
"Apa kau pikir aku ini supirmu, ha...?" hardik Reynard. Rasa geramnya begitu membuncah."Pindah ke depan!"
"I-iya, Tuan." Erik kembali berpindah posisi ke kursi penumpang depan. Erik yang telah duduk di dalam mobil, matanya melirik ke arah Reynard. Ternyata lelaki itu masih menatapnya dengan penuh sinis.
'Kenapa dia masih menatapku? dan aku kenapa kelihatan bodoh begini sih!' batin Erik. Manik matanya bergerak tidak karuan.
"Kenapa kau terlihat bodoh begitu sekarang?" celetuk Reynard.
Erik tidak menjawab, ia bergeming. Namun, Reynard sudah kembali menancap gas dengan kecepatan tinggi. Hingga meninggalkan deruan mesin di jalanan.
Tatapan Reynard menejam lurus pada jalanan. Bagaikan singa yang hendak menerkam mangsa. Semua rasa emosi di hatinya seakan disalurkan pada laju mobil.
Erik yang mengetahui bahwa balapan mobil tidak keahlian Reynard, ia mencemaskan anak dari majikannya itu."Tuan, sebaiknya Anda mengurangi laju mobil Anda, Tuan. Mengendarai mobil dalam kecepatan tinggi dan anda bukan ahlinya akan berakibat fatal."
Bukannya Erik bisa menenangkan Reynard lelaki itu malah semakin naik pitam."Apa kau bilang? kau meremehkan aku, begitu? kau pikir, hanya kau saja yang bisa menguasai jalanan!"
Erik mengerjap. Ia tidak menyangka perkataannya menjadi bomerang untuk lelaki itu."Bu-bukan itu maksud, ku--" belum sempat Erik menyudahi ucapannya, Reynard telah menambah kecepatan mobil itu kembali.
'Ah ... kenapa dia keras kepala sekali!" desah batin Erik.
Saat hendak lurus dari perapatan jalan, namun seorang wanita melintasi jalanan itu. Membuat Reynard dan Erik terjingkrak menyadari rem di bawah kaki Reynard menginjak mendadak.
"Brrrmm ...Ciiitt."
"Aaargh ..."pekikan Yuna terdengar. Ia menutup wajahnya dengan kedua telapak tangan.
Mobil Reynard berdecit di jalanan beraspal. Memercikan api pada gesekan ban mobil. Kuda besi itu sempat berputar, hingga terhenti di pinggir trotoar.
Reynard mengalami luka di dahi. ia sempat terbentur pada setir mobil. Tidak dengan Erik ia terselamatkan. Pegangan kuat dan sabuk pengaman yang melekat pada tubuhnya membuat dia terhindar dari benturan. Nafas mereka masih memburu.
"Tuan, Anda terluka," ucap Erik terkesiap. Ia melihat ada secercah darah yang mengalir di dahi Reynard."Anda baik-baik saja, Tuan?"
Reynard mengangguk pelan. Lelaki itu menyandarkan kepalanya di kursi mobil. Matanya terpejam rapat sesaat kemudian terbuka perlahan.
Mata Erik melirik ke kaca spion mobil. Ia melihat wanita itu masih berdiri di tempatnya."Biar saya yang melihat dia, Tuan."
Saat Erik hendak keluar dari mobil, lengannya di cegat oleh tangan Reynard."Tidak usah, kau di sini saja!"
"Tapi, Tuan Anda--" ucap Erik terpotong.
Reynard telah melangkah keluar dari mobil. Mengayunkan langkahnya mendekati Yuna. Ini kesalahan dia, jadi dia sendiri yang akan memastikan terluka atau tidaknya orang itu.
"Kau tidak apa?" tangan Reynard menarik bahu wanita itu yang masih menutup wajahnya.
Namun, tangan Reynard di tepis oleh Yuna. Wanita itu terkejut atas sentuhan tangan Reynard. Wajar saja begitu, Yuna sama sekali tidak mengenal Reynard. Mana bisa ia di sentuh begitu oleh lelaki itu.
"Ma-maaf," ujar Reynard. Menarik kembali tanganya."Apa kau terluka?"
"Tidak, Tuan. Aku tidak apa!" jawab Yuna. Pandangannya seraya menunduk.
Degup jantungnya masih berdetak kencang. Ke dua bahunya terasa lemas dan kaki yang berpijakan ikut gemetar. Hampir saja ia kehilangan nyawanya. Akibat kecerobohan dia tidak melihat jalan ketika menyeberang jalanan. Tangan Yuna masih menggenggam erat kantong plastik putih bertulisan nama salah satu obat.
Mata Reynard menangkap kantong plastik putih yang terdapat beberapa jenis obat. Tangannya menelusup masuk ke kantong celana belakang. Mengeluarkan kartu nama miliknya. Di sana tertera nomor ponsel dan alamat kantor.
"Kalau ada yang terluka, kau bisa hubungi aku ke nomor ini." Kata Reynard sambil menyodorkan kartu namanya.
Yuna yang melihat kartu nama itu, seketika mengangkat kepalanya."Tidak usah, Tuan. Aku tidak terluka dan aku tidak membutuhkan itu."
"Maaf, Tuan. Aku harus segera pergi. Permisi!" sambungnya.
Ia pergi meninggalkan Reynard yang mematung. Matanya masih memperhatikan gerak tubuh Yuna. Yang kembali berlari menelusuri jalanan. Rambutnya yang diikat seperti ekor kuda, ikut berayun mengikuti gerak tubuhnya. Hingga bayangan Yuna hilang dari pandangan Reynard.
Tadinya Reynard berfikir, bahwa Yuna segelintir orang yang akan memanfaatkan keadaan dari kecelakaan itu atau memang sudah di rencanakan. Oleh sebab itu, ia mengeluarkan kartu nama miliknya.
Namun, jauh dari prasangka buruk Reynard wanita itu malah tidak menerimanya dan pergi begitu saja tanpa memaki Reynard yang berkendara dengan kecepatan tinggi.
"Tuan," ucap Erik. Membuyarkan lamunan Reynard. Ia sedari tadi memperhatikan Reynard dari kejauhan."Mari, Tuan."
Erik mempersilahkan Reynard untuk kembali melanjutkan perjalanan mereka. Suatu hal yang Erik lihat dari Reynard, lelaki itu ternyata masih ada rasa pedulinya di balik sangarnya-Reynard terhadap dia.
Reynard kembali memasukan kartu nama itu ke dalam dompet. Ia melangkah lebar masuk ke dalam mobil. Dengan di ikuti Erik di belakangnya.
Sesampainya di mobil. Reynard bersuara."Erik, Kau yang nyetir."
Erik mengangguk pelan. Ia menduduki kembali kursi pengemudi tersebut. Dan seharusnya memang begitu.
"Dia, bukannya..." Erik mencoba mengingat wajah wanita yang hampir saja di tabrak oleh Reynard tadi.
Bersambung...