Aideen Stanley
"Lelah sekali," ujar Aideen Stanley meregangkan tubuhnya yang tengah berjemur di bawah cahaya matahari pagi di kursi santai rumahnya.
"Hm." Miya,Pembantu terdekat Aideen, yang berdiri tidak jauh dari Aideen berusaha menahan kedutan disudut bibirnya. "Nyonya, kalau saya tidak salah ingat Anda belum melakukan apa-apa pagi ini."
"Ya, kau benar." Aideen Stanley mengangguk. "Tidakkah kau tahu orang-orang akan merasa lelah ketika tidak melakukan apa-apa, tapi tetap harus semangat untuk tidak melakukan apa-apa," katanya.
"Ya, ya Nyonya benar sekali," jawab Miya mengangguk, seolah-olah dia telah diajari. Tapi hanya dirinya sendiri yang tahu betapa keras dia mencoba menahan tawa.
"Supaya semangat tidak melakukan apa-apa mari kita memutar musik," kata Aideen. "Eh, eh tidak jadi, kasihan juga nanti kalau musiknya pusing," lanjutnya membatalkan.
Jadi Aideen Stanley hanya memilih untuk rebahan, tidak bergerak, menikmati udara sekitar Royal Tuampa Residance yang berbau uang, dan mengingat bagaimana dia bisa sampai di tempat ini, tempat yang diindikasikan dengan kemewahan dan banyak uang, dan dia mencoba mencerna semua kenyataan di depannya lagi dan lagi.
Tempat ini bukan tempat dia harus berada.
Rumah ini bukan rumahnya.
Pakaian ini bukan miliknya.
Bahkan tubuh ini bukan miliknya.
Ditambah suami yang ganteng, kaya dan berkuasa, yang juga bukan miliknya!!!
Sayang sekali, tidak bisa di...
Sayang sekali, tidak bisa hmm...
Aideen Stanley sejenak mengheningkan cipta, merasa berduka untuk dirinya sendiri.
Tapi ketika ingin bersedih sudut matanya melihat siput yang berada di pot bunga taman, pikiran Aideen Stanley malah menjadi berkelana ke tempat lain.
"Kasian sekali sepasang siput. Kalau mereka sudah menikah, tetap saja tidak bisa serumah," desahnya, tapi dia juga merasa kasihan pada dirinya sendiri, maksudnya, pada tubuh yang sekarang menjadi miliknya, meski sudah menikah dan serumah, tapi tetap saja mereka tidak bersama.
Huh! Sedih. Sedih. Sedih.
Nah, ya, kembali ke perihal mengingat bagaimana dia sampai di tempat membosankan ini, tidak, tidak, sebenarnya tempat ini sama sekali tidak membosankan.
Sebenarnya begini ceritanya, AIDEEN Stanley itu wanita cuek yang bahkan besok kiamat dia tidak akan peduli, sayang sekali ketika tengah bermain game online favoritnya, terjadi korsleting listrik, sehingga tubuhnya hancur, jiwanya protes tidak ingin mati karena gamenya belum selesai dia mainkan, 'mana beli skin mahal-mahal dan susah-susah naikin level, kan ngak rela'
"Mengapa aku tidak bisa hidup lama? Aku sudah sangat sangat berprilaku baik. Polisi tidur saja aku bangunin," kata Aideen Stanley memprotes. "Dan aku sudah hidup dengan motto, kalau orang lain bisa mengapa harus saya."
Meski begitu cuek, sebenarnya ada tiga hal yang dipedulikan Aideen Stanley.
Satu, kuku dan jari. Dua, Game. Tiga, Harga pasar keuangan.
Selain tiga hal di atas, Aideen tidak akan mengambil pusing.
Semua hal!!!
Seperti kosmetik, pertengkaran antar wanita, hubungan antar manusia, prestise, cinta, komitmen, romantisme, etiket, dan banyak hal lagi, Aideen pikir semua hal itu merepotkan.
Tapi sekarang dia harus menjalani kehidupan seorang Enofno River!!!
Dia tidak terima. Dia sama sekali tidak ingin menjadi Enofno River.
Karena ENOFNO River itu merupakan seorang wanita muda sentimen, yang sepanjang hidupnya selalu merasa ditinggalkan, sepanjang hari hanya menangis dan mengeluh, tidak hanya itu, Enofno juga mengalami depresi yang makin hari makin berat.
Menurut Aideen, Enofno River itu Baper, Koper dan Bagasi.
BAPER, BAwa PERasaan.
KOPER, KOrban PERasaan.
BAGASI, BAhagia ngGAk, Sedih Iya.
Karena dalam benak Enofno River, semua orang yang muncul dalam hidupnya, terutama laki-laki, hanya datang untuk menyakitinya, karena kalau menyikati yah pembantu.
Setiap detik yang dijalani Enofno River, dia hanya berharap bisa cepat mati, cepat menutup mata dan tak pernah membuka lagi, lalu menyeberang agar telinganya tidak mendengar lagi kalimat-kalimat menyayat hati, gosip-gosip kejam, perlakuan tidak adil dan kesepian yang lebih menakutkan dari kematian.
Kesepian yang menggerogoti jiwanya sehingga ia hampir gila, sayang sekali tubuh sialannya belum ditakdirkan untuk mati apalagi menyeberang ke akhirat karena terikat perjanjian kehidupan.
Melihat dua wanita gila itu, Dewa kematian sakit kepala, dan dengan marah ia menukar nasib kedua jiwa tersebut. Sehingga Aideen Stanley menempati tubuh Enofno River untuk melanjutkan games-nya, dan Enofno menempati takdir Aideen untuk mati dan menyeberang.
Aideen Stanley yang pada awalnya hanya peduli pada Games-nya tidak menyadari masalah yang akan ia hadapi selanjutnya.
Karena di dunia ini tidak ada yang namanya makan siang gratis.
Untuk membayar tubuh Enofno yang ia gunakan, ia harus menghadapi suami yang dingin, sedangkan Aideen tidak pernah pacaran karena dia hanya pernah satu kali jatuh cinta, jatuh cinta sendirian dengan dirinya sendiri.
Juga ada masih ada deretan masalah lagi, pelayan yang tidak hormat, ipar yang berisik, kekasih suami yang banyak drama, orang tua yang egois, mertua yang acuh tak acuh, teman-teman yang hanya ingin menuai manfaat dengan slogan 'No money, No Friend'
MEREPOTKAN!!!
MEREPOTKAN!!!
Karena namanya manusia hidup pasti di selimuti banyak masalah, kalau mau di selimuti wijen mending jadi onde-onde.
Karena berbagai masalah yang menyelimuti itu, Aideen Stanley hampir gila karena waktu bermain games-nya tersita untuk sejumlah hal merepotkan yang harus ia hadapi setiap harinya.
Mungkin kecuekan Aideen yang sudah sampai ke setiap tulang dan sel-sel bisa dianggap berkah terbesar untuk menghadapi kehidupan 'Enonfo', jika tidak ia mungkin juga bakal ditakdirkan untuk menjadi Enofno kedua.
Aideen Stanley menghela nafas, berdiri, dan memikirkan apa yang harus di lalukan.
Sebenarnya dia bisa memasak, hanya saja hasilnya dark mode. Jadi dia hanya berencana kembali ke kamar.
Tapi dia merasa agak kesal, lalu ditatapnya dua kelinci yang memantul-mantul di dadanya dengan garang.
Ia mulai merindukan d**a rata Cup-A-nya, yang ringan, praktis dan mudah dibawa kemana saja dan kapan saja, tidak peduli apakah ia berlarian sepanjang jalan atau melompat-lompat seperti kangguru, sama sekali tidak menganggu.
Tidak akan sesak ketika ia tidur telungkup.
Tidak ada pantulan ketika ia berjalan.
Juga, hal yang paling merepotkan, ia tidak bisa berkeliaran disekitar rumah hanya dengan menggunakan baju kaos dan celana dalam.
Meski rumah besar itu agak sepi, tapi ada beberapa pekerja laki-laki juga, sehingga penampilan dua kelinci itu memungkinkan para pekerja itu menaruh pikiran lain padanya. Sehingga Aideen hanya mengizinkan tukang kebun datang satu kali seminggu, sedangkan pekerja lainnya tidak diizinkan masuk ke wilayah-wilayah yang telah ditandai Aideen.
Juga masih ada suami Enofno, tapi ia belum pernah melihat lelaki itu selama dua bulan terakhir. Yah, itu bisa dikatakan kabar baik untuknya.
Dan dalam dua dekade kehidupan sebelumnya, Aideen hanya membutuhkan dua jenis pakaian, satu baju kaos, dua celana dalam. Selebihnya, ia hanya mengunakan seperlunya.