Part 27

1714 Kata
Elsa menatap Dafa dengan tangan kanannya menunjuk dirinya sendiri, sedangkan Ana menghela napas karena untuk kedua kalinya kegiatan MPLS dirinya berurusan dengan Dafa. Padahal harapan dia cukup hari pertama saja dan untuk selanjutnya tidak ingin berurusan. Apalagi dalam kegiatan KBO nanti dia sangat yakin bahwa Dafa pasti akan ikut, sedangkan kegiatan yang berkaitan dengan KBO pasti berurusan dengan beberapa kakak kelas sebagaimana seperti dirinya ketika mengikuti kegiatan tersebut ketika duduk di bangku SMP dulu. Mengingat hal tersebut membuat dirinya pasrah terhadap keadaan, dia merasa hidupnya tidak akan tenang karena akan terus menjadi pusat perhatian. Padahal harapan Ana masuk di SMA yang berbeda dengan temannya itu menaruh harapan agar dirinya bisa hidup tenang, melepas segala kenangan yang membuat dirinya merasa lelah dengan keadaan. Namun, semua itu terasa tidak mungkin karena dari beberapa cirinya sudah terlihat bahwa hal tersebut hampir sama dengan apa yang terjadi kepada dirinya dulu. Ada sedikit rasa sedih ketika keinginan dan harapan tersebut tidak sesuai dengan kenyataan. Hal tersebut juga kembali lagi kepada situasi dan kondisi. Di luar sana masih banyak orang yang ingin menjadi seseorang terkenal tapi hal itu tidak dengan Ana. Menjadi orang terkenal sama hal nya akan menjadi bahan pergunjingan, baik itu hal positif maupun hal negatif. Apalagi di lingkungan sosial jika terjadi maupun terhadap sekumpulan orang maka pembahasan yang mengarah kepada hal pergunjingan itu pasti ada, baik disengaja maupun tidak disengaja. Sudah tak heran lagi dengan hal-hal tersebut. Kini Ana dan Elsa saling menatap lalu mengendikkan bahu. Setelah itu, mereka berdua kembali menatap Dafa yang sedang menatapnya balik. Ada sedikit rasa grogi dalam diri Elsa, akan tetapi Ana malah terlihat biasa saja, lebih tepatnya Ana sangat malas. Jika seperti ini terus saja maka lama-kelamaan Ana akan merasa bosan dalam menjalani kegiatan di sekolah yang berhubungan dengan hal tersebut. Kalau bisa memilih maka dia ingin sekali langsung ke kegiatan belajar mengajar, bukan malah menghabiskan waktu untuk kegiatan MPLS. Sebab, sejak dulu Ana selalu berpikir bahwa tanpa pengenalan lingkungan sekolah pun pasti akan kenal dengan sendirinya seiring berjalannya waktu. Apalagi nanti jika sudah berada di dalam kelas pasti akan melakukan kenalan lagi, bahkan setiap mata pelajaran. "Iya kamu, kalian berdua," ucap Dafa tegas. Benar dugaan Ana, kini dirinya dan Elsa menjadi pusat perhatian. Tatapan Ana tidak sengaja bertemu dengan Gibran dan Yoga yang ternyata juga sedang menatapnya. Bedanya hanya Yoga saja yang memberikan senyuman kepada dirinya, sedangkan Dafa dan Gibran menatapnya sangat dingin seperti orang yang tidak kenal, meskipun di hari pertama mereka saling ngobrol bersama. Ana tidak ingin terlalu banyak berpikir, terutama berpikir terhadap hal-hal yang tidak penting. Oleh karena itu, Ana hanya berpikiran positif dan simpel bahwa saat ini Dafa dan Gibran terlihat dingin karena menjaga image, sebagaimana agar diri mereka dihormati oleh orang lain. "Jangan ngobrol sendiri, hargai orang yang sedang berbicara di depan!" Tegur Dafa dan hal tersebut menjadikan suasana tegang dan canggung. Dua orang yang mendapatkan teguran, tapi semua peserta MPLS yang berada di dalam aula pun ikut tenang. Sebenarnya bukan karena Ana dan Elsa saja yang malah ngobrol, tapi teman-teman mereka juga melakukan hal yang sama, hanya saja mereka berdua yang malah terkena sasaran, sehingga hal tersebut lah yang membuat seseorang merasakan apa itu sebuah penghargaan dan hal tersebut juga bisa menyinggung bagi mereka yang juga ngobrol. "Memangnya dihargai berapa, Kak?" Cletuk seseorang yang berada di barisan paling depan. Kalung namanya tertulis nama Panji. "Kamu tidak sopan, sekali lagi kalau ngomong tidak sopan maka akan ada konsekuensinya dan itu bukan urusan saya lagi, tapi kamu harus berurusan langsung dengan guru BK," ujar Dafa sangat santai karena dia tipikal orang yang tidak mau ribet dalam mengurus beberapa siswa yang melakukan pelanggaran. Dia paling tidak suka kalau mengurus hal-hal yang berkaitan dengan hukuman karena nanti dirinya secara tidak langsung akan dibenci oleh beberapa siswa, meskipun dia hanya menjalankan sebuah tugas dan yang salah yang dihukum. Hal tersebut sudah sering terjadi di dalam lingkungan sekolah, khususnya bagi beberapa anak yang memang tidak memiliki rasa malu. Panji hanya diam dan tidak menyahuti Dafa lagi karena dia yakin jika dirinya mengatakan hal lagi maka nanti dirinya akan mendapatkan sebuah hukuman. Ya kali saja disaat hari pertama justru malah melakukan hal yang aneh, yaitu dengan membuat suatu masalah. Dia menganggap bahwa orang yang seperti Dafa adalah orang yang memiliki kepribadian tegas dan sangat sulit untuk diajak bercanda. Orang yang seperti Dafa malah lebih suka terhadap hal-hal yang serius. Oleh karena itu, hidupnya terlihat tidak enak, malah terlihat seperti orang yang dikejar oleh waktu. "Lain kali berpikir dulu sebelum bertindak," ujar Dafa. Hening, itulah suasana yang tercipta pada saat ini. Suasana hening dan tegang hanya membuat keadaan semakin canggung dan membosankan. Dari rasa bosan tersebut lah yang membuat seseorang cepat ataupun mudah merasa mengantuk. Hal itulah yang seringkali membuat seseorang menilai bagaimana orang lain memperlakukan dirinya sendiri. Beberapa orang juga ada yang menatap Ana dan Elsa tidak suka karena mereka menggunakan bahwa sekarang acaranya terasa sangat formal. Namun, beberapa laki-laki justru malah banyak yang menatap Ana dan Elsa secara bergantian dan bahkan tatapan mereka seperti sudah menjadi candu. Tidak bisa dipungkiri bahwa Ana dan Elsa memang cantik, sehingga menatap mereka berdua terasa sebuah anugrah terindah. "Oke, acara selanjutnya adalah pembagian kelompok Kemah Bakti OSIS atau yang sering kita sebut sebagai KBO. Silahkan teman-teman bisa melihat di papan pengumuman yang sudah ada di depan aula, kemudian kalian langsung kumpul sesuai dengan petakan yang sudah ada nomor kelompok masing-masing. Nah, untuk melihat nomor kelompok bisa dimulai dari barisan paling depan, baris lah yang tertib agar tidak ada kerusuhan," jelas Dafa panjang lebar. Kali ini dia juga ikut merasakan canggung akibat tadi apa yang sudah dirinya katakan. Ada sedikit rasa bersalah sih karena secara tidak langsung dirinya telah membuat orang lain merasa tidak nyaman. Bisa dilihat dan dirasakan oleh dirinya sendiri karena Dafa saja tidak suka jika dirinya berada dalam posisi tersebut. Dia lebih suka terhadap hal-hal yang lebih santai dibandingkan dengan hal-hal yang menguras tenaga. Lebih baik enjoy dan menikmati setiap hal yang ada dibandingkan terlalu sering memperbanyak hal yang malah membuat diri sendiri maupun orang lain tidak nyaman. Setidaknya dia sedikit berpikir bahwa apa yang ada dipikirannya itu tidak semudah diterima oleh orang lain, terutama bagi orang yang memiliki hati sensitif. "Nggak usah pada tegang gitu kali, santai saja. Ingat ya, dimulai baris paling depan ya, papan pengumuman perempuan ada di sebelah kiri, sedangkan papan pengumuman laki-laki ada di sebelah kanan. Sengaja di pisah agar tidak terjadi keributan. Apakah paham?" Tanya Dafa. Dia berbicara sangat lancar, tapi apa yang dikatakan di mulut dengan yang ada di batinnya berbeda karena dia sedikit membatin takut jika dirinya ternyata melakukan kesalahan yang tidak disengaja dan membuat mereka tidak nyaman. Sebisa mungkin dirinya mencairkan suasana, akan tetapi keadaannya masih sama, bahkan bisa dikatakan krik-krik, seperti suara jangkrik yang terdengar jelas ketika keadaan hening. "Paham!" Jawab mereka bersamaan. "Dimulai dari sekarang, dilarang berdesak-desakan, budayakan mengantri dan sabar." Tanpa banyak bicara lagi, barisan paling depan pun langsung melangkahkan kaki menuju ke arah pintu keluar aula dan langsung menuju ke papan pengumuman yang sudah diperintahkan tadi. Menggunakan cara tersebut agar lebih efektif dan efisien. Sebab, jika dengan cara berdesakan maka malah akan lebih sulit melihat penguna tersebut, sedangkan jika tertata rapi kan bisa 4 atau 5 orang sekaligus dalam mencari namanya. Sambil mengantri, Ana menyandarkan tubuhnya di tembok. Dia sedikit lelah dan mengantuk karena kegiatannya hanya duduk saja sejak tadi. Jika bukan karena hal yang wajib, mungkin Ana lebih memilih untuk tidak berbakat sekolah saja. Dia lebih suka duduk di kursi ketika ada acara dibandingkan duduk di lantai. Selain kedua kakinya lelah dan pegal, matanya pun terasa sangat berat seakan ada sesuatu yang menggantung di bagian bulu mata. "Kamu nggak apa-apa, Na?" Tanya Elsa yang melihat Ana seperti orang resah dan tidak nyaman. Dia bisa melihat dari gerak gerik tubuh Ana yang sedang mencari posisinya agar terasa nyaman dan enak. Sebab, ketika kedua kakinya akan di luruskan tidak bisa karena tempat duduknya lumayan sempit. Kalau mau diluruskan ke samping juga tidak sopan. Takut ada yang tersandung dan kesannya malah seperti rumah sendiri. Kembali lagi kepada hal yang sebelumnya bahwa Ana tidak ingin menjadi pusat perhatian lagi. Cukup lelah menjadi bahan gunjingan. Belum lagi terkadang ada kabar hoax yang secara tidak langsung menjadi bahan fitnah. Itulah mengapa Ana menghindar hal-hal yang mengenai kepopuleran. "Aku nggak apa-apa kok," jawab Ana. "Na, kamu tahu nggak?" "Ya enggak lah, kan kamu belum ngomong." "Kak Dafa ganteng banget ya," ucap Elsan reflek kedua mata Ana pun membulat sempurna. Dia tidak menyangka kalau ternyata Elsa mengagumi Dafa. Tidak perlu diragukan lagi karena saat ini memang banyak perempuan yang mengagumi Dafa secara tidak langsung. Ana saja sampai membayangkan kalau dia orangnya mau maupun gampangan maka kemungkinan besar akan ada seseorang yang akan melakukan seperti halnya yang Yoga lakukan terhadap perempuan-perempuan yang menjadi korban pemberi harapan palsu. "Biasa saja sih, tapi banyak yang bilang seperti itu, termasuk diri kamu yang baru saja ngomong seorang itu," ujar Ana mengingtt dulu ada beberapa yang mengejar dirinya, padahal sih sudah sangat jelas bahwa Ana akan tetap berpegang teguh terhadap prinsipnya bahwa dia akan terus menjaga harga dirinya dan fokus pendidikan demi kedua orang tua dan masa depan yang cerah. Do'a dari orang tua dan usahanya dalam menjalani pendidikan selama ini menaruh harapan agar bisa mengantarkan ke depan pintu gerbang menuju kesuksesan karena pada dasarnya kehidupan itu tidak selamanya bergantung kepada orang lain. "Tapi, Na, coba kamu lihat cowok yang berdiri di ambang pintu itu!" Elsa menunjuk ke arah laki-laki tersebut. "Oh dia Kak Yoga. Kenapa memangnya?" "Dia manis banget, gemes sekali di kelilingi cowok ganteng," ucap Elsa menangkup kedua pipinya. Ana mengernyitkan kedua Alisnya dan tidak menyangka saja dan bahkan dia menganggap Elsa seorang orang aneh. Melihat Dafa dan Yoga sedikit membuat Elsa menjadi perempuan yang norak, seakan tidak pernah melihat laki-laki. Padahal keseharian di jalan banyak sekali kendaraan yang melintas di jalan raya. Entahlah mungkin itulah yang namanya bahwa cinta itu buta. "Aku nggak tahu lagi apa yang ada di jalan pikiran kamu. Harusnya jangan terlalu halu kepada orang yang rasanya tidak sebanding dengan diri kita. Setidaknya bisa membuat otak kamu agar tidak macet karena kurang asupan." "Apaan sih? Aku kan cuma mengagumi mereka." "Hati-hati dengan mulut yang berkedok mengagumi, padahal di dalam hati tidak bisa dipungkiri bahwa hati tersebut memberikan tanda bahwa dirinya sakit hati." "Lagi pada sibuk apa sih?" Tanya seseorang yang tiba-tiba berada di samping Ana.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN