Part 32

1145 Kata
Vita yang berada di samping Ana pun langsung memegangi tangan kanan Ana. Dia juga ikut panik dan semua teman anggotanya pun ikut panik. Namun, mereka berusaha untuk tenang agar semua orang tidak memperhatikannya. Semua yang dipikirkannya tidak sesuai dengan yang diharapkan. Dafa menyadari hal tersebut, dia memang sedikit panik dan khawatir, akan tetapi dia tidak ingin mengacaukan acara ini. Biarlah Ana ditangani oleh beberapa temannya. Lagi pula tidak semua temannya mengetahui hal tersebut, hanya dirinya dan teman sekelompoknya. Dalam hati dan pikiran Dafa sangat kacau memikirkan Ana yang menurutnya sedikit aneh. Dia memang tidak mengetahui dan tidak terlalu mengenal Ana, tapi dari raut wajahnya dia sedikit tahu bagaimana reaksi Ana ketika menghadapi hal gaib karena dia masih ingat hari pertamanya MPLS dan di hari kedua ini, Ana mengulangi hal yang sama. Bedanya kali ini dia menutup kedua telinganya sambil memejamkan kedua mata dan raut wajahnya terlihat seperti menahan sakit. Jika dilihat dan diamati sih Ana seperti tersiksa. Dia akan membantu Ana jika dia dan teman-temannya benar-benar sudah tidak kuat, sehingga Dafa memutuskan untuk membantu Ana dari jarak jauh saja. Dia diam-diam akan mengamati Ana dan meyakinkan diri agar tidak terlena. Sebab, Dafa yakin bahwa saat ini Ana sedang melawan serangan dari makhluk gaib tersebut. "Ana, apa yang terjadi pada diri kamu?" Tanya Vita panik. Ana tidak menjawab, dia masih diam dengan kedua tangannya yang semakin erat menutup kedua telinganya. Bukan hanya Vita saja, beberapa temannya juga ikut menyadarkannya. Beberapa ada yang memanggil namanya. Hingga akhirnya Ana pun sadar. Dia menatap lingkungan sekitar dengan tatapan bingung seperti orang linglung. "Kamu kenapa, Ana?" Tanya Dewi. Sintia mendekat lalu bertanya, "Apa yang terjadi pada diri kamu, Ana?" "Jangan kebanyakan ngelamun, Ana!" Sahut Elsa dengan penuh rasa khawatir. Namun, dia sedikit curiga terhadap apa yang terjadi pada diri Ana. Ana masih diam sambil mengamati lingkungan sekitar. Dia masih bingung dan tidak tahu mau bilang apa. Kepalanya juga sedikit nyeri. Satu hal saat ini yang sedang Ana cari adalah sosok makhluk gaib yang berani menjerit hingga membuat telinganya sakit. Ana tidak tahu mengapa makhluk gaib di sekolah barunya suka mengganggu dirinya, padahal Ana sendiri tidak melakukan hal aneh, terutama hal-hal yang mengusik dia. Itulah beberapa hal yang terus bersarang di otak Ana. Dia bingung dan belum mendapatkan jalan keluar atas permasalahan tersebut. Andai kata makhluk tersebut ingin mengajaknya berteman sih boleh-boleh saja, tapi asalkan jangan mengganggu yang menyebabkan badan Ana nyeri-nyeri karena melawan serangan dari makhluk gaib tersebut. Ya memang sih melawannya itu bukan lewat serangan luar, tapi lebih sering mengarah ke batin. Jika batinnya tidak kuat saja bahaya banget dan bisa menyebabkan beberapa hal yang membuat dirinya jatuh pingsan. Setelah dirasa semuanya beres dan tidak ada makhluk gaib yang tidak menatapnya, Ana pun memberanikan diri untuk menatap teman-teman yang ada di sampingnya. Dia heran melihat raut wajah teman-temannya terlihat sangat khawatir, terutama wajah Vita, wajar sih karena dia panitia pendamping. Ana pun mengerutkan keningnya. "Ana, jawab dong jangan malah bengong seperti itu, kita di sini khawatir banget loh," pinta Dewi. Ana pun tersadar atas lamunannya, dia kembali menatap temannya lalu bertanya, "Ada apa?" "Apa kamu nggak apa-apa?" Tanya Sintia untuk memastikan karena pertanyaannya yang tadi saja belum terjawab. "Nggak kok," jawab Ana. "Kirain kamu kenapa-napa, kita semua khawatir sama kamu," kata Zea. "Iya nih si Ana bikin kita khawatir saja, gemas banget deh sama otaknya yang lumayan agak pin plan. Kita semua tuh takut kalau terjadi hal-hal aneh sama kamu. Jadi, tolong cukup ini sekali saja ya." "Ya maaf, aku nggak dengar kalian ngomong apa." "Jadi, kamu ini tuli, Ana?" Tanya Nana dengan wajah polosnya. Tanya boleh sih, tapi kalau menyimpulkan jangan terlalu jauh, takutnya tidak sama dan secara tidak langsung malah menyindir orang lain. Ana sedikit tidak suka dengan kata tuli tersebut karena terkesan cukup kasar dan tidak sopan, sehingga dia berusaha untuk melupakan kata tersebut yang cukup membuatnya ingin emosi. Apalagi mengingat bahwa dirinya sedang membutuhkan batuan orang lain dan teman yang bisa untuk mengayomi dirinya. Ana pun tidak tahu mengapa hal ini bisa terjadi dan bahwa hal yang terjadi untuk kedua kalinya pun dia tidak tahu. Akhirnya Ana pun berusaha untuk melupakan hal tersebut. Namun, dari hal itulah Ana jadi tahu mana yang baik kepada dirinya dan mana yang ada maunya. Biasalah orang-orang bermuka dua di jalan sekarang memang banyak banget dan sulit untuk dibicarakan karena tidak ada habisnya. "Aku nggak tuli kok," jawab Ana, sedangkan Nana sedikit cengar-cengir mungkin karena merasa malu dengan kata-katanya yang tidak mengenakkan diri, terutama hal yang sedikit membuatnya malah kebingungan. "Syukur kalau seperti itu, tadi kami kira kamu seperti mengalami hal aneh!" Cletuk Gladis, dia memang agak canggung ketika akan ikut ngobrol. "Oke, bagaimana kalian sudah siap?" Tanya Dafa langsung to the point. Dia berani mengatakan hal tersebut karena melihat kondisi Ana sudah cukup membaik. Andai Ana tidak ada perkembangan pun maka kemungkinan dia akan lebih memilih membantu Ana daripada menjadi pembicara. Dia lebih mementingkan keselamatan orang lain bukan karena Ana cantik maupun menjadi pusat perhatian orang, hanya saja dia takut kalau terjadi hal buruk terhadap diri Ana. Selain itu, sekolah lah yang juga akan dimintai keterangan. Belum lagi dirinya yang menjadi ketua OSIS pasti ada kemungkinan akan ikut diwawancarai. "Sudah!" Jawab mereka kompak, terutama yang menjadi anggota saja, wajar sih karena mereka merasa aman tanpa memikirkan perasaan temannya yang menjadi ketua dan wakil ketua. Kalau yang mau maju memperkenalkan diri sih menganggap bahwa hal tersebut adalah masalah, padahal pada akhirnya akan tahu dengan sendirinya, mana acaranya mirip seperti ketika masuk ke SMP. Akhirnya hanya berpikir apa pun hasilnya maka harus dicoba dulu karena hanya sebuah kabar tanpa bukti itu bagai masakan tanpa garam, hambar saja. "Ya sudah sekarang dipilih saja tuh kelompok perempuan semua dulu kemudian lanjut laki-laki. Nanti kalian sebutkan nama, hobi, dan motivasi. Mungkin bisa memotivasi orang lain baik itu sengaja maupun tidak sengaja. Mengapa demikian? Karena pada dasarnya motivasi itu berasal dari diri sendiri," jelas Dafa. "Urut saja, Kak, dari kelompok satu dulu karena kalau ditunjuk maupun kesadaran diri akan lama banget," usul peserta MPLS di kelompok dua, dari anak laki-laki sih, tapi entahlah siapa namanya karena yang jelas peserta MPLS tersebut mendapatkan banyak dukungan dari teman-temannya. "Iya, betul itu saya setuju!" Sahut beberapa peserta MPLS lainnya. "Baiklah, silahkan kelompok satu perkenalkan ketua kelompok dan wakil kelompok," ujar Dafa. Ana dan Elsa pun bangun langsung menuju ke depan. Setelah itu, dia melakukan perkenalan terlebih dahulu. Sebelum perkenalan pun suasana lapangan sudah cukup ramai, siapa yg lagi kalau bukan Ana. "Oke teman-teman, sebelumnya perkenalkan nama saya Elsa sebagai ketua kelompok dan untuk sebelah saya kenalan sendiri ya," ujar Elsa lalu memberikan mikrofonnya kepada Ana. "Perkenalkan nama saya Ana, sebagai wakil ketua. Apakah ada yang mau ditanyakan?" Tanya Ana. "Cantik, review nomornya dong!" Cletuk seorang laki-laki dari sudut belakang sebelah kanan. Tepatnya di kelompok terakhir. "Hobi dan motivasi nya kan belum semua. Kasih tahu dong, siapa tahu kan kita samaan!" Kata seorang laki-laki yang berasal dari kelompok 4.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN