"Masih jomblo nggak nih?" Tanya salah satu anggota kelompok 6 laki-laki. Dia memang terlihat cukup ganteng sih dan terlihat dari tampilannya yang cukup rapi dengan fashion yang oke dan tubuhnya yang gagah. Bahkan beberapa perempuan yang menatapnya pun cukup kagum. Namun, laki-laki tersebut di mata Ana malah terkesan buruk, dia malah terlihat seperti cowok playboy. Sedikitpun tidak ada rasa tertarik dalam diri Ana, malah yang ada dia merasa risih. Dia paling anti dengan laki-laki yang suka memainkan hati cewek. Apalagi laki-laki yang seringkali mengusik dirinya, seperti hal nya menggodanya di saat sedang berjalan atau lewat di depan orang tersebut. Sering terjadi sih ketika ada segerombolan laki-laki yang sedang tongkrongan di pinggir jalan lalu ada perempuan lewat. Hal itu sudah seringkali terjadi, sehingga bagi Ana biasa saja.
Ana pun menatap Elsa lalu mereka berdua saling mengendikkan bahu karena tidak tahu apa yang harus mereka lakukan. Ya sebenarnya cukup mudah sih tinggal di jawab saja, hanya saja dia malas meladeni orang-orang yang menurutnya hanya buang-buang waktu saja. Dia pun menghela napas lalu menatap ke arah teman-temannya, khususnya yang sedang menunggu jawaban.
Beberapa kali ada laki-laki yang sengaja mengerlingkan mata kepadanya. Namun, secepat mungkin Ana memilih untuk memalingkan muka, dia tidak mau menatap laki-laki genit, jika di pandang pun lama-lama hanya bikin enek saja, sayang saja sih kalau sampai isi perutnya keluar. Masih mending kalau cuma itu saja, tidak kebayang saja bagaimana jadinya ketika yang terjadi adalah hal yang lebih dari itu. Ana membayangkan saja sudah cukup ngeri, apalagi kalau nanti merasakannya secara langsung. Entahlah apa yang akan dirinya katakan nanti.
Ana pun mengehela napas, dia terpaksa mau tidak mau harus memperkenalkan dirinya terlebih dahulu, apalagi semakin dia lama maka dari beberapa laki-laki semakin berisik karena tidak sabar ingin kenalan dengan Ana. Biasalah sudah tidak heran lagi dengan hal tersebut karena memang sudah seringkali terjadi. Untung saja Ana sabar dalam menerima kenyataan dan keputusan ini, jika tidak maka nanti yang ada Ana malah semakin tertekan. Sebab, beberapa kejadian aneh yang menimpanya saja cukup membuatnya tertekan dan merasakan aneh, hanya saja dia masih bisa mengontrol diri, sehingga tidak terlalu membuat keluarganya khawatir.
"Hm, tadi ada yang menagih pertanyaan hobi dan motivasi ya?" Tanya Ana pura-pura lupa, padahal sih sebenarnya dia hanya ingin memastikan saja bahwa apa yang didengarnya itu memang benar.
"Iya, tapi masih ada lagi pertanyaan yang belum sempat dipertanyakan dan tadi juga belum ada yang dijawab," jawab salah satu perwakilan laki-laki kelompok 1.
"Pertanyaan yang mana?" Ana pura-pura tidak tahu lagi karena dia sangat tidak ingin menjawab persoalan tersebut. Baginya sih terlalu sulit untuk mengetahui hal tersebut, hanya saja dia tidak ingin kalau nantinya malah akan mempersulit dirinya sendiri maupun orang lain. Oleh karena itu, lebih baik Ana memilih amannya saja.
"Yang tadi itu loh."
"Sudah-sudah jangan bingung gitu, lebih baik jawab dulu pertanyaan yang wajibnya," usul peserta MPLS perempuan dari kelompok 3. Ya mau bagiamana pun kalau semakin lama maka selesai acaranya akan semakin lama atau malah merugikan waktu perkenalan dari kelompok lain. Setiap orang kan ingin memiliki waktu yang adil, bukan malah pilih kasih, apalagi hanya sekedar dengan alasan dari paras wajah. Tak jarang orang-orang melakukan hal tersebut, bisa dikatakan sih sudah menjadi kebiasaan, sehingga sulit untuk dimengerti atau bisa dikatakan tanpa kesengajaan.
"Betul tuh," sahut salah satu anggota kelompok 2 yang perempuan. Dua perempuan tersebut seperti tidak suka melihat Ana terlalu banyak digoda oleh beberapa lelaki. Bisa dinilai sih bahwa 2 perempuan tersebut memang cantik, tetapi jika dipandang terus menerus memang cukup membosankan, mungkin karena dia perawatan yang membuat kulitnya bersih dan putih ditambah tampilannya yang rapi sehingga enak dipandang. Beda lagi dengan penampilan Ana yang memang rapi dan memiliki paras menawan. Semakin menatap Ana maka dia semakin terlihat imut. Mungkin karena Ana itu lebih condong ke arah manis. Ya memang sih sekilas dia sangat cantik, tapi sebenarnya dia itu sangat imut.
Jika ada orang yang mengatakan seperti hal tadi maka Ana sudah tidak heran lagi, dia sudah terbiasa dengan orang-orang yang memang memiliki sifat iri. Tak jarang jika Ana mendapatkan cibiran dari beberapa temannya. Baik yang Ana kenal maupun yang tidak Ana kenal. Lagian Ana juga sudah menganggap bahwa hal tersebut sangatlah wajar. Tidak ada yang tidak mungkin di dunia ini. Jangankan orang lain yang tidak dikenal, yang menjadi teman sendiri saja ada yang berani berbuat seperti hal tersebut. Ana sudah pernah merasakannya ketika duduk di bangku SMP dulu. Memang awalnya ketika masuk di bangku SMP banyak orang yang menatapnya kagum dan bahkan Ana menjadi primadona itu sudah hal yang wajar dan tak asing. Lagi pula jaman sekarang mengenal menggunakan media sosial kan sudah ada dan bisa. Beda lagi kalau jaman dulu. Jadi, tanpa satu sekolah dengan Ana pun beberapa memang ada yang mengenalnya.
Jika bertemu dengan orang-orang yang seperti itu, maka Ana menanggapinya akan dengan senyuman saja. Dia tidak berani berbuat hal-hal yang aneh yang bisa membuat dirinya maupun orang lain rugi. Prinsipnya sih satu dan simpel karena dia memang tidak suka menanggapi orang yang ribet, sehingga jika bertemu dengan orang yang seperti itu maka dia akan berusaha untuk mengabaikannya saja. Dia terlalu lelah menghadapi orang-orang yang memang suka iri. Sebab, bukan hanya satu maupun dua orang saja, melainkan beberapa orang banyak yang berbuat hal aneh seperti itu. Padahal Ana sendiri tidak pernah merugikan mereka. Jika dipikir secara logika sih memang aneh dan tidak masuk akal. Biar pun terjadi mirip seperti sinetron yang ada di televisi. Terutama soal percintaan anak muda yang pada akhirnya berujung sebuah sakit hati karena rasa kelabilan.
Akhirnya tanpa banyak membuang waktu lagi, Ana memutuskan untuk melanjutkan perkenalan diri. "Baik, akan saya lanjut. Hobi saya adalah membaca dan menulis. Nah, kalau motivasi saya sih sebenarnya simpel dan mungkin tak asing lagi bagi teman-teman. Jadi, motivasi saya adalah lebih baik dari hari sebelumnya dan jangan pernah putus asa karena waktu terus berjalan. Ada yang tahu mengapa saya memiliki prinsip hidup seperti tadi dan kemudian dijadikan sebuah motivasi?"
Tidak ada satupun anak yang berani menjawab. Ana sendiri bingung mengapa hal ini sangatlah mudah mempengaruhi gaya hidup mereka. Padahal Ana sendiri tidak melakukan kesalahan yang cukup fatal. Dia hanya berpikir dan bertindak sesuai dengan norma. Bahkan tidak sedikitpun menyinggung perasaan orang lain.
Ana memberanikan diri untuk bertanya lagi untuk mencairkan suasana. "Halo! Apakah ada yang bisa menjawab?"
"Silahkan jawab sendiri saja jika itu memang menjadi prinsip hidup kamu!" Suruh perempuan tadi yang sedikit iri kepada Ana. Sebenarnya sih Ana ingin tahu betul mengenai nama kedua perempuan tadi, sayangnya papan nama yang menggelantung di lehernya itu malah sengaja dibalik, sehingga Ana tidak mengetahui nama perempuan tersebut.
Satu hal yang memang harus Ana lakukan saat sekarang ini adalah sabar. Dia tidak mau hanya karena tidak sabar malah membuat keadaan sangat kacau. Lebih baik dia mengalah meskipun itu sangat menyakitkan daripada tetap ingin menang tetapi malah terlihat seperti orang yang bodoh.
"Baiklah akan saya jawab. Alasan motivasi saya itu karena belajar instrospeksi diri adalah hal yang paling utama, ketika diri sendiri saja tidak mau, lalu bagaimana dengan urusan orang lain," jelas Ana.