Kerumah Orang Tuanya?

1766 Kata
Seusai makan siang untuk mengisi perut mereka barang sejenak saja, sudah berkali-kali Sauna mendengar getar ponsel milik suaminya itu bersentuhan dengan meja. Sesekali pula Sauna melirik ke arah Horizon yang tak terganggu sedikit saja dengan hapenya, sampai ia menyudahi makannya bersama sang istri dan kembali ke mobil. "Kenapa, Xelo?" tegur Horizon, sesaat mereka tiba di mobil. "Maaf, Pak. Anda suda dicariin sama pimpinan." "Tidak masalah. Sekarang, antar Sauna lebih dulu ke tempat online shop Gangika." Xelo tidak bisa menentang soal ini, "baik, Pak." Melihat ketegangan di wajah milik Xelo. Sauna paham akan apa yang dimaksud oleh asisten pribadinya Horizon. Bisa saja, pimpinan yang dimaksud olehnya adalah atasan Horizon di perusahaan. "Pak Horizon," panggil Sauna, sesaat diam menjadi pilihan keduanya. Horizon menoleh ke arahnya dengan tatapan datar, "ya?" "Turunkan saja aku di depan sana. Biarkan aku naik taksi. Aku rasa, kamu punya kesibukan yang mendesak," jawab Sauna. Horizon masih setia menatap Sauna yang terlihat khawatir akan sesuatu. "Nggak akan, Sauna." "Aku nggak apa-apa. Tidak masalah untukku. Percayalah. Turunkan—" "Tapi masalah bagiku. Duduk dengan tenang dan jangan menolak. Kamu istriku," balasnya lagi kemudian kembali menatap ke arah lain. Sauna masih tak bisa percaya akan reaksi pria itu yang seakan berlebihan. Diamnya Horizon menjadi diamnya Sauna. Itu adalah khas keduanya yang terlihat sangat cocok akan segala sikap mereka. Bukan masalah untuk Sauna, kalau seperti inilah sikap Horizon sekarang. Yang terpenting bagi Sauna, pria itu masih menghormatinya sebagai seorang istri. Bukan orang lain yang mendadak jadi istrinya. Padahal saat pertama kali diminta Horizon untuk menikah dengannya, Sauna merasa, kalau Horizon adalah pria dingin dan angkuh juga mengesalkan. Meratapi masa depannya bersama pria ini selama menikah, ternyata tanggapan Sauna tentang Horizon di awal, banyak salahnya. "Sudah sampai, Bu," kata Xelo. Sauna mengangguk kepala, ketika mobil berhenti tepat di depan ruko yang berada di daerah Jakarta Selatan. Lokasi di mana Gangika dan sahabatnya termasuk Sauna menjalankan bisnis online mereka. Tanpa diketahui oleh Sauna, ruko tempatnya bekerja di sana tidaklah jauh dari perusahaan milik Horizon. "Terima kasih, Xelo." "Sama-sama, Bu Sauna." Kini Sauna menoleh ke arah Horizon yang sejak tadi lebih dulu menatap Sauna dalam diam. "Aku pergi dan selamat bekerja," ujar Sauna hati-hati. Horizon lalu mengangguk kepala sebagai jawaban. Tidak menanti apa pun, Sauna kini menarik handle pintu mobil dan menolak daun pintu seraya menurunkan sebelah kakinya. "Tunggu sebentar," panggil Horizon menahan tubuh Sauna keluar sepenuhnya dari mobil. Wanita ini menoleh ke arah Horizon. "Ada apa?" "Lain kali jangan memanggilku Pak Horizon lagi," protesnya. Kening Sauna berkerut, "lalu, aku harus memanggilmu apa?" "Hori. Itu adalah nama panggilanku. Kamu boleh memanggilku dengan  itu." "Apa itu tidak terdengar kurang aja untuk memanggil nama suami sendiri? Umurku dan umurmu lumayan jauh," kata Sauna mengingatkan. Perlahan, Horizon menoleh ke arah Sauna yang menatapnya dengan mata yang penuh pertanyaan. "Denganmu tidak masalah bagiku. Panggil saja seperti itu," balas Horizon kemudian. "Baiklah, Hori. Aku akan turuti kemaunmu," balas Sauna menganggetkan Horizon. Mendengar namanya disebut dengan leluasa tanpa gugup, Horizon merasa terpuji. "Selamat bekerja," balasnya sambil membuang pandangan. "Hemmm ... buatmu juga, Hori," kata Sauna lagi sambil berlalu pergi. Kepergian Sauna menjadi sorotan Horizon yang malah tersenyum mendengar dua kali namanya disebut oleh istrinya tanpa canggung. Dia sangat menyukai suara Sauna yang  menyebut namanya. Sauna sendiri pun melakukan hal yang serupa di depan sana. Berjalan ke arah pintu nomor 5 dengan perasaan senang yang jelas tercetak di wajahnya. Sauna cuma merasa dihargai sebagai seorang istri dari Horizon Cakrawala. "Selamat datang pengantin baru," sambut Harson yang mengetahui kedatangan Sauna dari pintu kaca. "Harson?" "Iya, ini gue. Selamat ya, Sayang." Harson membuka kedua tangannya meminta Sauna untuk masuk ke dalam dekapan. Dengan senyuman manis dan merasa terhormat, Sauna datang menghampiri pelukan Harson. "Makasih ya, Son?" "Gue turut bahagia mendapati wajah lo yang tampak bahagia. Gue rasa, pria itu baik sama lo, Na?" Sauna mengurai pelukan keduanya dan saling melempar tatap. Diatersenyum dan mengangguk kepala. "Dia sangat baik, Son. Benaran ...." "Astaga, gadis gue yang manis. Akhirnya, telah lo temukan pangeran berkuda putih yang lo iming-imingkan selama ini. Gue turut bahagia, Na, kalau lo bahagia." Sauna menepuk pundak Harson dan mengalungkan sebelah tangannya di atas pundak lelaki itu. "Makasih, Son. Kenapa lo di sini?" Keduanya kini sama-sama memaju langkah menuju anak tangga atas. "Pinggang gue pegel duduk mulu. Karena itu, gue tinggal anak-anak sebentar. Nggak taunya, dari jauh gue lihat lo di antar sama mobil hitam tadi, 'kan?" Sauna mengangguk. "Iya, Son." "Syukurlah, Na. Menikah dak-dakan, kalau dapatnya sebaik itu dan buat lo bahagia dan senyum-senyum kayak gini, gue jamin hidup lo penuh kebahagiaan, Na." "Gue aminkan aja ya, Son." "Selamat datang Sarayu Aruna," sambut Gangika heboh mendengar suara langkahan dan mendapati kedatangan Sauna dari depan anak tangga bersama Herson. Sauna tersenyum. "Makasih, Ka." "Saunaaaa!" Ryung yang berada di ruang packing berlari keluar ruangan mendengar suara Gangika dari ruang utama tempat mereka bekerja. "Kak Ryung." Herson melepas dekapannya dan Sauna melanjut langkah untuk datang ke dalam sambutan tangan Ryung. "Selamat atas pernikahan lo, Na," ucapnya dengan mengusap-usap pundak Sauna. "Iya, Kak. Makasih buat dukungan kalian untukku." Ryung melepas dekapannya dan menatap wajah Sauna hingga menyelidik ke seluruh bagian tubuh. "Lo nggak diapa-apainkan sama pria itu?" Gangika ikut mendekati ketiganya. "Nggak kok, Kak. Hori itu baik banget malahan," pujinya. 'Meskipun rada aneh juga.' "Gue bilang juga apa. Mana mungkinlah, kak Stevan comblangi laki-laki yang menurutnya gak baik untuk Sauna. Kalian tau sendiri 'kan, kayak apa kak Stevan sayangnya sama Sauna," papar Gangika bersemangat. "Iya, karena itu kemarin gue setuju. Meskipun langsung nikah dalam sehari doang setelah ketemuan. Gue nggak ragu kecuali si Ryung yang sibuknya nggak ketulungan dari kemarin," sindir Harson. "Gue cuma mau yang terbaik buat Sauna. Di antara kita semua, taulah kayak mana jalan hidupnya dia kalau nggak ketemu sama kita semua. Ya, meskipun ada Gangika juga yang lebih dulu kenal sama Sauna," saut Ryung tulus. "Duh ... kalian emang yang terbaik buat gue." Sauna merangkul Gangika dan mengajak saling berpelukan satu sama lain. Keempatnya saling membalas pelukan dan tersenyum senang. "Makasih udah mau jadi keluarga buat gue ya, Kakak semua. Meskipun guepaling kecil di sini, kalian nggak pernah ngeremehkan gue." "Jangan ngomong kayak gitu. Gue bisa nangis," timpal Gangika haru. "Iya, gue juga gitu. Jangan pake acara sedih-sedih dong. Hari ini adalah hari di mana Sauna melepas masa lajangnya. Ya, meskipun nggak ada acara spesial buat kita menyaksikan kebahagiaan Sauna sendiri. Setidaknya, Sauna langsung masuk kerja. Itu buat gue besyukur untuk melihatnya secara langsung di hari yang menggembirakan ini," ujar Harson saling tatap dengan yang lainnya. "Iya, gue setuju," saut Ryung. "Gue juga." Gangika semakin mengeratkan pelukannya. "Kalau gue uda dapat gaji dari Gangika, gue traktir kalian deh," usul Sauna. Perasaannya sangat damai sekali di dekat mereka semua. Inilah keluarga yang sesungguhnya menurut Sauna. "Okey! nanti gue yang tambahin buat kita makan di restoran GI." Ryung menimpali ucapan Sauna dengan senang.  "Gue juga. Udalah, biar gue aja yang jadi bandar. Gimana?" tanya Harson. "Jangan! gue aja. Ini hajatan gue, Son." Sauna langsung menolak tanpa pikir. "Tunggu dua hari lagi, kita kumpul ya di tempat favorit kita." Binar mata Sauna yang memancarkan kebahagiaan menjadi sirat bagi ketiga sahabatnya, kalau wanita seperti Sauna memang berbahagia dengan pernikahannya yang terbilang seperti tidak pernah terjadi. Kebahagiaan Sauna  memanglah yang utama bagi ketiga sahabatnya , dikarenakan nasib mereka berempat yang paling menyedihkan cuma Sauna seorang. Seusai saling bercengkrrama tentang pernikahannya. Keempat orang itu kembali pada pekerjaan masing-masing. Gangika berada di posisi tertinggi di Castle Shop, sebab dialah pendiri sekaligus pemilik modal dari usaha yang mereka kelola bersama. Sauna sendiri di tempatkan di bagian produk dalam sosial media. Dialah yang bertugas untuk membagikan produk ke beberapa media sosial dan menghandle pesanan dari media sosial. Sedangkan Ryung, lelaki itu bertugas untuk membungkus atau packing barang. Harson sendiri bertugas sebagai serba bisa. Itulah kehidupan keempat muda-muda seperti mereka yang dipertemukan karena memiliki masalah hidup yang hampir serupa, yaitu keluarga. Jam sudah menunjukkan pukul 15:32. Waktu untuk beristirahat sejenak dari layar komputer. Sauna mengambil hapenya dari dalam tas yang ia bawa sejak di pernikahannya. Tanpa sadar, sejak tadi Horizon mengirimkan pesan lewat aplikasi chattingnnya. Hori:  Aku sudah tiba di perusahaan. Bagaimana kerjaanmu? Hori: Aku sudah selesai di sini. 15 menit mungkin aku tiba di tempatmu. "Astaga," gumam Sauna terkejut. "Kenapa, Na?" tanya Gangika heran mendengar suara dari Sauna di posisinya. Sauna menoleh ke arah Gangika. "Hori mau menjemput pulang, Ka. Apa gue bisa pulang di jam segini?" Gangika tersenyum, "tentu saja bisa. Seharusnya lo juga nggak masuk kali, Na. Masih baru nikah juga langsung kerja. Dikirain, gue ini atasan yang payah." "Nggak gitu juga, Na. Hori juga meminta gue masuk kerja. Dia sendiri nggak marah," balas Sauna sangat leluasa. "Bener-bener pengertian ya, Na? dia jemput lo ke sini?" Sauna mengangguk. "Iya, Ka. Dia uda ngirim pesan sejak lima menit yang lalu. Bentar lagi sampai sini." "Ya udah, lo siap-siaplah," saut Harson dari depan, dengan tangan yang penuh kotak di atas tangannya. "Iya, lo siap-siap. Kasihan kalau nunggui." Mendapati perintah dari Gangika. Sauna buru-buru bersiap diri sebelum Horizon datang menjemputnya. Hanya butuh lima menit untuk Sauna mempersiapkan barang bawannya sebelum tiba di meja kerjanya tadi. Paper bag berisi baju pengantin pun tak lupa dia bawa kembali. "Lo mau ke mana, Na?" Ryung keluar dari ruangan packing. "Mau pulang, Kak. Hori uda di bawah," katanya sesaat mendapati panggilan dari Horizon. "Bye semua, gue pulang. Sampai jumpa besok." Tangan Sauna melambai ke udara dengan senyuman khas yang ia miliki ke arah ketiganya. Gangika dan Harson saling membalas dan mengucapkan kata pengantar kepergian Sauna yang terburu-buru itu. Berbeda pula dengan Ryung. Lelaki itu masih terpaku dengan mulut menganganga di posisinya. Dia menyoroti kepergian Sauna dengan mata terpancar kecemburuan. Tidak pernah gue lihat Sauna sebahagia itu. Ryung merasakan aura yang baik akan kedatangan Horizon ke hidup Sauna. Bukankah seharusnya Ryung senang? Sampai di lantai bawah, Sauna menarik pintu berbahan kaca dan keluar dari sana. Kedua manik matanya menoleh ke arah kiri, kanan dan depan di sepanjang jalanan komplek ruko, tapi tidak ia temukan keberadaan Horizon. Tidak beberapa lama lambaian tangan Horizon dari kaca mobil yang terbuka terarah padanya. Mobil yang dikemudikan pria itu barusan berhenti tepat di seberang jalan. Dengan menggunakan kaca mata hitam, Horizon tampak sangat tampan di mata Sauna. Dia mengemudikan mobilnya sendiri. "Kemarilah," panggil Horizon melempar Sauna kembali ke alam sadar. "Agh, iya." Kedua kaki Sauna melangkah dan menghampiri mobil dengan perasaan canggung. Pintu jok depan lebih dulu terbuka untuk Sauna.  "Naiklah." Sauna masuk dan duduk, kemudian memasang seatbelt. Horizon melajukan mobil dengan kecepatan sedang. "Apa aku kecepatan?" Sauna menoleh dan menggeleng. "Tidak juga." "Syukurlah. Kali ini aku merubah rencana di awal. Kita langsung menuju ke ruamah orang tuaku," kata Horizon membuat Sauna kaget. Ke rumah orang tuanya? Bersambung.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN