bc

Kuntilanak Peliharaan Pakde

book_age16+
3
IKUTI
1K
BACA
goodgirl
scary
office/work place
supernatural
friends
like
intro-logo
Uraian

Aku terbangun tepat jam 2 malam karena suara berisik klakson mobil pakde yang terus berbunyi nyaring. Kukucek mata beberapa kali sambil beringsut duduk dan keluar kamar. Aku membuka hordeng ruang keluarga dan mencoba mengintip keluar. Lampu di mobil pakde menyala, hanya saja tak ada siapapun di sana.

'Sepertinya ada yang konslet dengan kabalnya.' pikirku.

Lalu saat akan berbalik sudah ada Pakde di belakangku.

"Ya ampun, Pakde. Ngagetin." Kataku sambil memegang d**a.

"Liat apa?" tanyanya dengan wajah datar.

"Suara berisik dari luar. Sepertinya mobil pakde ada konslet kabelnya."

"Oh ya, coba kamu perhatikan baik-baik."

Aku berbalik lagi ke arah jendela dan membuka hordengnya masih tak terlihat apa-apa.

"Nggak ada apa-apa Pakde," kataku masih memperhatikan ke arah luar.

Tiba-tiba tangan Pakde meraba keningku cukup lama, dia juga terdengar seperti mengucap sebuah mantra.

"Coba perhatikan sekali lagi."

Mataku yang sejak tadi ke arah atas karena melihat tangan Pakde yang tiba-tiba menyentuh kening, kini kembali fokus ke mobil. Dan alangkah terkejutnya aku melihat seorang wanita berambut panjang, berbaju putih tertawa-tawa memainkan klakson mobil dengan riang gembira. Tubuhnya sampai terpelanting ke sana kemari karena tertawa terbahak-bahak.

chap-preview
Pratinjau gratis
Dibuka Mata Batin
Aku baru saja turun dari ojek yang mengantarku pulang. Kuangsurkan uang padanya dan segera berjalan memasuki gang di mana aku tinggal. Gang nomor 13. Jl. Mawar melati no 23 di sana alamat dan rumah bibiku berdiri. Aku berjalan lebih cepat dari biasanya karena cuaca yang gerimis. Tangan kutangkupkan di atas kepala supaya air hujan tidak langsung menyentuh kulit kepala. Kalau kata orang jaman dulu, bisa bikin pusing dan flu mendadak. Tanpa terasa aku telah sampai. Aku membuka kaitan pagar dan masuk, lalu kembali mengaitkan kunci pagar. Lampu mati, gelap. Hanya terlihat kilatan- kilatan cahaya yang menjilat bumi. Kulirik jam di pergelangan tangan. Jam 20.30 malam. Sebagai staff akunting di perusahaan yang cukup ternama aku terbiasa pulang di jam seperti ini. Tok!tok!tok! "Assalamualaikum, Bude!" teriakku setelah mengetuk pintu 3 kali. Sepi, angin semakin kencang bertiup ke arah sini. Aku memeluk diriku sendiri merasakan hawa dingin yang menusuk-nusuk ke kulit arteri. Kreaaak!! "Baru pulang, Nduk?" tanya Bude dengan senyum khasnya. Aku membalas senyumnya, kemudian mengambil punggung tangannya, lalu menciumnya dengan takjim. "Iya, Bude. Susah mau pulang sore. Banyak kerjaan." Kami masuk beriringan. "Apa nggak ada tempat kerja lainnya, Nduk?" "Ada Bude, tapi gajinya kecil. Kalau hajiku kecil jadi nggak bisa ngasih mamak dan Bude. Aku kerja kan niatnya bantu-bantu keluarga dan berusaha mandiri. Karena Bude tahulah keadaaan ekonomi mamak itu seperti apa." "Iya, tapi Bude kasihan sama kamu. Pasti capek!" "Nggak kok, Bude. Ala bisa karena biasa. Aku kuat, Insha Allah." Kami sama-sama tertawa. "Ya udah aku mandi dulu ya, Bude. Setelah itu mau salat Isya, belum salat soalnya." Bude terdiam. "Kamu nggak salat di kantormu, Nduk?" bisik Bude, lalu jalan mendekat dan kembali berbisik. "Pakde melarang kita ibadah di rumah. Kalau mau salat di Masjid aja sekalian atau di kantormu." "Oh iya, aku lupa. Ya udah aku nanti ke mushola yang ada di bawah sana aja." "Maaf ya, Nduk." "Iya, nggak apa-apa kok Bude. Aku maklum." Bude tersenyum samar, kemudian berlalu ke arah kamarnya. "Mbak!" Riska tiba-tiba sudah ada di belakangku, mengagetkan. "Astagfirullahalazim! Kamu bikin mbak jantungan." "Abisnya Mbak asik banget ngbrol sama Ibu." "Udah ah, Mbak mau mandi dulu. Gerah!" "Okelah, aku juga mau masuk kamar." Sepulang dari salat Isya di musala aku duduk di depan tv yang di sebelahnya berdekatan dengan praktek Pakde Toro. Saat sedang asik menonton film azab, tiba-tiba ada yang datang, Bude langsung mengantarnya ke kamar praktek Pakde Toro. Aku dan Riska bertatapan. "Mau ngapain, Bu?" tanya Riska sedikit berbisik. "Pasang susuk!" sahut Bude ikut berbisik. Riska mendekatiku dan membisikkan sesuatu. "Mbak kita ngintip, yuk!" katanya yang membuat mataku membulat seketika. "Hus! Nanti kalau ketauan bapakmu bisa kena marah." "Nggak Mbak tenang aja." kata Riska meyakinkan. Ia mengajakku menunduk di bawah hordeng pintu, karena hordeng pintu tidak sampai ke lantai jadi jika menunduk kami bisa melihat aktivitas di dalam sana. "Sttt .... " kata Riska mengingatkan. Kami melihat seorang pria yang sepertinya masih bujangan menyerahkan sebuah kotak sebenar kotak korek api. Pakde membukanya dan mengeluarkan isinya. Aku dan Riska bertatapan, kemudian kembali memperhatikan. "Pejamkan matamu," perintah Pakde dan orang itu memejamkan mata. Pakde seperti merapalkan sebuah mantra dengan mata terpejam, lalu mengambil sesuatu dari dalam kotak korek itu. Sebuah benda seperti lidi sepanjang jari kelingking. Pakde meniupnya beberapa kali, lalu memposisikan diri di depan orang itu. Mereka duduk bersila saling berhadapan. Tangan Pakde terangkat dan menancapkan benda itu ke kening pasiennya. Mataku membulat sempurna saat benda itu masuk begitu saja ke sana sampai tak bersisa. "Astagfirullahalazim." Reflek aku bicara sendiri yang membuat mereka berdua terusik. Pakde menoleh bersamaan dengan pria itu, lalu melotot menatap kami. Baik aku ataupun Riska langsung berdiri dan berlari ke kamar kami masing-masing. Degup jantungku bertalu-talu melihat kejadian tadi. Aku tahu Pakde penganut ilmu hitam, hanya saja baru kali ini aku melihatnya praktek dengan mata kepalaku sendiri. Aku berbaring dan berusaha melupakan kejadian barusan. Kupejamkan mata dan tanpa sadar aku terlelap. *** Aku terbangun tepat jam 2 malam karena suara berisik klakson mobil pakde yang terus berbunyi nyaring. Kukucek mata beberapa kali sambil beringsut duduk dan keluar kamar. Aku membuka hordeng ruang keluarga dan mencoba mengintip keluar. Lampu di mobil pakde menyala, hanya saja tak ada siapapun di sana. 'Sepertinya ada yang konslet dengan kabalnya.' pikirku. Lalu saat akan berbalik sudah ada Pakde di belakangku. "Ya ampun, Pakde. Ngagetin." Kataku sambil memegang d**a. "Liat apa?" tanyanya dengan wajah datar. "Suara berisik dari luar. Sepertinya mobil pakde ada konslet kabelnya." "Oh ya, coba kamu perhatikan baik-baik." Aku berbalik lagi ke arah jendela dan membuka hordengnya masih tak terlihat apa-apa. "Nggak ada apa-apa Pakde," kataku masih memperhatikan ke arah luar. Tiba-tiba tangan Pakde meraba keningku cukup lama, dia juga terdengar seperti mengucap sebuah mantra. "Coba perhatikan sekali lagi." Mataku yang sejak tadi ke arah atas karena melihat tangan Pakde yang tiba-tiba menyentuh kening, kini kembali fokus ke mobil. Dan alangkah terkejutnya aku melihat seorang wanita berambut panjang, berbaju putih tertawa-tawa memainkan klakson mobil dengan riang gembira. Tubuhnya sampai terpelanting ke sana kemari karena tertawa terbahak-bahak.

editor-pick
Dreame-Pilihan editor

bc

DIHAMILI PAKSA Duda Mafia Anak 1

read
40.9K
bc

TERNODA

read
198.7K
bc

B̶u̶k̶a̶n̶ Pacar Pura-Pura

read
155.8K
bc

Sentuhan Semalam Sang Mafia

read
188.7K
bc

Dinikahi Karena Dendam

read
233.8K
bc

Hasrat Meresahkan Pria Dewasa

read
30.4K
bc

Setelah 10 Tahun Berpisah

read
59.8K

Pindai untuk mengunduh app

download_iosApp Store
google icon
Google Play
Facebook