Kyla dan Makan Siang

1941 Kata
Robert memang gila. Dia adalah anak yang sangat gila seperti mendiang ayahnya, dimana dia lebih suka menggunakan kekerasan fisik ketimbang berbicara baik-baik jika sudah sangat marah. Dan di sinilah mereka berakhir. Kyla, Natasya, Kate, dan Robert, di sebuah restoran cepat saji. siang. Mereka memutuskan makan di luar setelah mengantar dan membantu Kyla membawa beberapa barang-barangnya keluar dari istananya ke apartemen dimana Natasya tinggal selama ini. "Tapi kau 'kan tidak harus memukul Ed seperti itu, bodoh? Bagaimana jika kau dipolisikan? Kau dan Kate akan repot." Dan siapa yang tidak kesal? Sampai sekarang, Kyla masih syok dan tidak percaya dengan keputusan Robert yang main hajar Edrick tak peduli jika di hari ini Edrick seharusnya berpenampilan rapi karena kedatangan Tuan Dean ke perusahaannya. "Kau membelanya?" nada kasar dan tajam itu menyerang Kyla, "Aku heran kenapa bisa-bisanya kau jatuh cinta kepadanya! Untunglah selama lima tahun pernikahan kalian belum dikaruniai anak!" "Robert! Jadi kau senang Kyla tidak bisa punya anak?" cecar Kate yang melotot ke arah Robert. "Maksudku anak dengan Ed!" bela dirinya sendiri. Kyla menghela napas lelahnya lagi. Dan seperti perkataan Robert barusan. Bukankah suatu anugrah jika di lima tahun pernikahannya dirinya tidak hamil anak Edrick? Lagipula, Edrick memang nyaris tidak pernah menyentuhnya lagi selama dua tahun ke belakang, karena dia sedang sibuk menyentuh-nyentuh Emily di belakangnya. Ya, menggoda dan memacari Emily sang 'mantan sahabat' yang bilangnya selalu menyemangatinya untuk menghadapi perubahan Edrick selama dua tahun ke belakang tersebut. Tetapi siapa sangka? Bahkan seluruh ucapan penyemangat tersebut tidak lain dan tidak bukan adalah sebuah sindirian untuk Kyla yang sudah gagal menjadi seorang istri Edrick karena tidak bisa hamil? "Selamat makan!" Meja yang tadinya kosong kini dipenuhi dengan ayam goreng, kentang goreng, pizza mini dan minuman yang bermacam-macam. Perayaan atas perceraian Kyla, oleh Kate dan Robert, lalu dibantu oleh Natasya dengan uangnya. Ya, Natasya membayar semua menu apapun yang mereka pesan. "Robert, soal kerjasamamu–" dan sebenarnya, Kyla berniat untuk mengobrol serius dengan Robert untuk membahas pemutusan hubungan kerjasamanya dengan Edrick tadi di depan gedung pengadilan. Tetapi, mungkin, tidak ada salahnya dia membahasnya sekarang sambil makan. "Kau akan menikah dengan Kate. Jika kau memutuskan hubungan kerjasamamu dengan Ed, kau akan kesulitan cari uang untuk kebutuhan setelah pernikahanmu." karena Kyla memegang janjinya. Dalam sadar dan tidak sadar akibat mabuk, dia sebenarnya serius untuk membiayai pernikahan mewah Kate dan Robert. "Ha. Aku tidak takut miskin seperti mantan suamimu itu, Kyla." desis Robert. Bahkan dia menyeringai senang, "Rezeki itu sudah diatur oleh Tuhan. Lagipula perusahaanku juga masih aman-aman saja meski putus hubungan dengan perusahaan dia." timpalnya. "Lagipula, aku dan Robert sepakat untuk memulai bisnis baru, Ky!" kini Kate masuk ke dalam percakapan mereka, "Membangun toko kue, dan kau sebagai manajer utamanya!" Baik Kyla dan Natasya sama-sama terbelalak. "H-Hei! Tapi aku–" "Bukankah mimpimu adalah punya toko kue sendiri????" sela Kate, membalas dengan cara yang pernah Kyla perbuat hingga tak berkutik kemarin, "Maka mari mewujudkannya! Aku tidak mau munafik soal menikah di atas kapal pesiar pribadi! Aku dan Robert sepakat untuk mengiyakan tawaranmu, tetapi dengan syarat kau harus punya toko kue!" ucap Kate. "Aku sudah hitung-hitungan dengan Kate, Kyla. Kau akan berhutang sebanyak 800 juta kepada bank. Kau bilang sendiri akan melunasinya sendiri, dan akan menolak mentah-mentah bantuan kami untuk melunasinya. Pertanyaannya adalah, apakah orang sepertimu bisa melunasinya?" ujar Robert yang membuat Kyla tertegun. Karena selama ini, Kyla tidak bekerja kecuali di rumah besarnya menemani ibu mertua dan memasak di dapur jika bosan. Terkadang, dia juga menghabiskan waktunya untuk menggambar sebagai pengusir kebosanannya karena rumah besar tersebut sudah terurus oleh puluhan pelayan. Edrick memang sangat kaya raya. Sayangnya, dia jahat. Itu saja. "Ya, Kak. Robert dan Kyla ada benarnya." Natasya mengangguk mengiyakannya, menoleh lalu, "Kakak bahkan belum pernah bekerja karena langsung dilamar si Edrick. Dan saat ini adalah masa-masa sulit untuk mencari pekerjaan.." "Nah, dengarkan Natt, Ky~" hasut Kate kembali, "Ya? Ayolah! Iya, ya? Aku mohon... " Kate memang sengaja menatap penuh harap, berbinar-binar ke arah Kyla yang hanya bisa mendengus jengkel. Kate tahu kelemahannya, dan Kyla hanya bisa pasrah karena dia kalah jumlah. "Meski lama, setidaknya bisa lunas dan tidak telat." gumam Kyla, "Terima kasih semuanya," "Apasih yang tidak untukmu, Ky?? Ayo bersulang!" Kapan terakhir Kyla bersulang seperti ini? Kapan terakhir kali Kyla menikmati makan siang ramai-ramai kecuali saat masih kuliah? Sekarang, dia merindukan masa-masa dimana dia masih mengenal Edrick sebagai asisten dosen yang dikencaninya. Kemudian momen dimana dirinya dengan Kate tidak pernah saling berbicara kecuali saling membenci dan bersaing satu sama lain sebagai dua mahasiswi terbaik di Jurusan Wirausaha. Entah jin jenis apa yang merasuki keduanya saat ini, tiba-tiba kini mereka menjadi manusia yang hampir tidak pernah absen saling bertukar kabar setiap harinya. Lalu, momen dimana dia belum mengenal Robert si kakak tingkat super dingin yang sebenarnya adalah kakak tirinya. Termasuk, merindukan momen dimana Emily masih menjadi sahabat karib masa kecilnya yang tumbuh kembang bersama-sama. Sahabat yang selalu menjadi tempatnya mengadu terhadap masalah-masalahnya. Seseorang yang juga selalu ada untuknya. Namun sekarang, Emily adalah seseorang yang sudah menghancurkan kehidupan rumah tangganya, serta merebut segalanya. Seolah bertukar posisi dengan Kate. "K-Kak! Kakak!" Cukup keras Natasya menyenggol Kyla yang tengah menikmati kentang gorengnya. "Apa?" omel Kyla yang agak terusik dan menatap Natasya tidak suka. "Itu calon masa depan kakak! Itu tuh!" Kyla sentak mengernyit heran, "Calon masa depan apanya ka–" Dalam sekejap, Kyla kehilangan kata-katanya. Kedua matanya langsung terpaku kepada seorang pria bertubuh gagah yang mengenakan setelan jas serba abu-abu sedang ikut mengantri untuk memesan makanan. Rambut hitam legam itu, wajah tegas itu, dan mata biru safir itu, siapa yang tidak akan mengenal ciri itu? Itu Dean. Dean Sirius, seorang CEO terkemuka di New York. Dia di sini? Dengan cepat Kyla mengelak–membuang pandangannya–yakni kembali fokus kepada kentang gorengnya kala pria bernama Deam Sirius itu menoleh ke arahnya. Ah, kenapa harus melihat ke sini? "Dan dia sedang mengantri makanan cepat saji? Seorang Dean Sirius?" bisik heran Robert yang ikut-ikutan melihatnya. "Uuuuuu~ he he," desis Kate sambil tersenyum-senyum ke arah yang sama, "Calon masa depan, heh?" "Dia juga manusia. Sesekali boleh lah orang sepertinya makan makanan cepat saji–Hei! Kate!" Kyla cukup kesal karena Kate tiba-tiba saja merebut semua kentang gorengnya. Terlebih, dia juga sambil memperlihatkan wajah cengar-cengirnya. Kyla memutar bola matanya malas, "Kate, ayolah...." "Jadi perkataan Natasya benar hm soal kamu yang tertarik dengan Dean Si-ri-us." Ejanya. "Bukan tertarik lagi! Tapi memang suka!" bisik Natasya dengan hebohnya, "Sewaktu kemarin mabuk, kakak bilang suka–" "Natt! Astaga! Bisakah kau diam???" risi Kyla sambil langsung membungkam mulut Natasya–dengan perasaan paniknya. Karena suka? Ah, tidak. Kyla mengaguminya. Lagipula siapa yang tidak suka–kagum? Selain kaya dan role model Dean Sirius itu juga baik dan profesional dalam bekerja. Namun ketimbang dikenal sebagai pebisnis hebat, Dean Sirius lebih terkenal sebagai Pria Tampan Dari New York. Lihat saja dia sekarang? Tidak sedikit setiap pasang mata baik yang mengantri mau pun duduk di dekat etalase dan kasir berbinar-binar ke arahnya. Malahan, ada beberapa orang–para kaum hawa–mengeluarkan ponsel mereka untuk mengabadikannya. Seorang Dean Sirius makan di restoran cepat saji? "Hah! Nah, 'kan!" Kyla benar-benar kaget selain karena Natasya dengan kuat menyingkirkan tangan yang membungkam mulutnya, juga karena menyentaknya Natasya yang kian memecahkan lamunannya. "Liatin aja terus, Kak! Sampai aku habis napas!" sungut Natasya. Ah, ya ampun. Bisa-bisanya aku melamun sambil melihatnya, gerutu Kyla dalam hatinya. "Aku bisa membantuku, Ky. Kau lupa aku ini sebagai apa di perusahaan Moonbright?" tawar Robert sembari bertopang dagu, "Beberapa hari lagi akan ada pameran teknologi di plaza. Kau ikut saja denganku, ya untuk bisa melihatnya, sekalian temani aku. Pastinya dia hadir di sana." "Yup! Sekarang kau bebas, Ky!" seru Kate yang ikut-ikutan bertopang dagu sambil melihat ke arah Kyla, "Tidak ada salahnya kau mencoba mendekati pria super kaya yang bisa membuat si mantanmu itu kalut, he he," desisnya. "Ya! Kakak coba saja dulu! Toh aku yakin dia pasti tertarik pada kakak. Secara 'kan kakakku ini cantik sekali," rayu Natasya–tak mau kalah untuk terus menyerang Kyla. "Hah, kalian ini...," dengus lelah Kyla, "Aku baru saja bercerai, dan aku ini janda. Mana mungkin dia mau?.... Dan kesannya juga, aku jadi tidak ada bedanya dengan Edrick yang langsung terpicut ingin segera menikahi.... Mantan sahabatku setelah melepaskanku." "...." Tak ada satu pun yang berbicara, kecuali terdiam dan merenungkan seluruh perkataan Kyla. "Dan... Siapa tahu dia sudah punya kekasih dan merahasiakannya dari publik? Maka kalau kenyataannya begitu, lalu apa bedanya aku dengan Emily? Beraninya menyukai bahkan mendekati seseorang yang masih punya hubungan," sambung Kyla. "Um... Kak–" "Ya, kita bisa mencari tahu hal itu nanti." Selaan Kate kini menjadi penarik perhatian mereka. Terutama begitu Kate mengatakan suatu hal yang membuat Kyla dan Robert terkejut. "Robert, mungkin kau bisa serahkan masalah presentasi produkmu kepada Kyla. Mari kita buat dia terpesona dengan skill berbicaramu." Ide macam apa itu?, heran batinnya, "Kate–" "Itu ide bagus!" Namun Kyla kalah cepat dengan Robert yang langsung main setuju saja. "Kalian–" "Tidak ada salahnya mendekatinya, Kyla," ujar Robert, "Lagipula jodoh mana tahu? Kalau pun 'proses pendekatan' ini tidak membuat kalian 'bersama', setidaknya kalian bisa berteman dan.... jadi rekan bisnis???" "Hm, hm, ya, Kak Rob benar," setuju Natasya, sambil mengangguk-angguk. Begitukah? "Hah, Robert," Kyla menyerah–dia menyerah karena pastinya mereka akan mencari cara untuk membuatnya mengatakan kata 'mau'. "Bilang saja kau mau menggunakanku sebagai penarik perhatian Dean Sirius supaya mau bekerja sama dengan Moonbright." Dan perkataan Kyla pun dibalas dengan terkekeh-kelehnya Robert. "Ya sudah! Berarti oke, yah??" ulas Kate yang menarik kesimpulannya, "Ky, berarti jangan lama-lama ya menginapnya di tempatnya Clare! Ada banyak hal yang harus dipersiapkan selain latihan bicara dan baju yang harus dikenakan!" "Iya, iya, cerewet. Rencanaku juga hanya akan menginap selama satu hari saja, kok." *** "Kak, aku juga sepertinya baru pulangnya besok." Tak terasa bahwa acara makan siang alias perayaan atas Kyla yang berhasil lepas dari Edrick rupanya memakan waktu selama hampir tiga jam lamanya. Hari sudah sore, menunjukkan pukul tiga sore. Kini mereka di dalam mobil, dengan Kyla sebagai sang sopir karena dia ingin mengemudikan mobil setelah selama lima tahun pernikahannya dia tidak pernah menyetir lagi. "Baiklah. Kalau ada apa-apa kabari aku, yah?" pinta Kyla. "Ya, kepadaku juga." sahut Kate kemudian, "Menginap di kampus adalah hal yang dilarang. Kalau ketahuan kau bisa diskors." "Ya habisnya mau bagaimana lagi?" dengus lelah Natasya, "Aku juga sebenarnya tidak mau, tetapi ini demi bisa pindah jurusan, aku harus menuntaskannya secara maksimal! Tidak masalah jika di jurusan hukum nanti aku diolok-olok. Selama aku berbekal nilai cemerlang di jurusan seni, orang-orang akan diam." "Bagus, bagus. Semangat yang bagus. Belajarlah yang rajin di sana, oke?" Kyla tentu akan ikut senang selama pilihan Natasya bisa membuatnya menjadi diri sendiri. Mereka pun tiba di depan gerbang kampus yang masih terbuka lebar-Sangat lebar untuk siapa saja karena ini adalah hari Minggu. Kate dan Robert turun, lalu disusul Natasya yang menutup pintunya. "Ky! Titip salam untuk Clare, yah!" Kate ke arah Kyla lewat kaca jendela pintu mobil yang masih terbuka. "Itu pasti! Aku juga akan pulang bawa oleh-oleh! Bye semuanya!" "Hati-hati, Kak!" tak lupa Natasya melambai-lambaikan tangannya, ke arah mobil sedan milik Kyla yang selama ini masih disimpan dan dirawat oleh Natasya tengah pergi semakin menjauh dan hilang. Menuju sebuah rumah yang terletak di perbukitan tinggi. Perbukitan? Kyla lebih nyaman menyebutnya sebagai pegunungan, dimana seseorang bernama Clare tinggal. Seseorang yang harus Kyla temui untuk dapat mengucapkan terima kasih karena dialah yang sudah menyelamatkannya dari aksi bunuh diri begitu mendengar kabar langsung dari mulut Emily bahwa dia hamil anaknya Edrick. Meski pada akhirnya, semua itu terbukti adalah kebohongan Emily yang terobsesi mengingin Edrick dan hartanya, serta menyingkirkan sekaligus merebut apa yang dimiliki oleh Kyla. Emily memang hamil, namun bukan mengandung anaknya Edrick. Bukankah Clare sangat hebat dalam mencari informasi?
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN