Gadis Dari Jendela
Hujan turun perlahan di atap sekolah SMA Harum Cendekia. Suaranya menenangkan, tapi tidak cukup untuk meredakan kegelisahan Revan. Ia duduk di bangku pojok dekat jendela kelas, memandangi rintik air yang mengalir seperti air mata di balik kaca. Matanya kosong. Tidak ada yang istimewa dari pagi itu. Kecuali satu hal.
Seseorang memperhatikannya.
Bukan dari dalam kelas. Bukan dari koridor. Tapi dari luar jendela lantai dua.
Seorang gadis.
Rambut panjang berwarna hitam kebiruan, kulitnya pucat, dan matanya bersinar lembut seperti rembulan. Wajahnya cantik. Tapi yang membuat Revan terpaku... tak ada bayangan tubuh gadis itu di jendela. Ia memicingkan mata, mencoba memastikan apa yang dilihatnya.
Namun saat guru masuk dan menyuruh semua siswa duduk, gadis itu menghilang begitu saja. Revan mengernyit.
“Mungkin cuma bayangan pohon,” gumamnya. Meski dalam hati, ia tahu... itu bukan bayangan.
Hari itu berlalu seperti biasa. Guru yang membosankan. Teman-teman yang terlalu ribut. Dirinya yang kembali tenggelam dalam buku catatan dan dunia sendiri. Revan bukan tipe yang suka basa-basi. Ia bukan penyendiri karena lemah. Ia hanya merasa tidak ada yang benar-benar bisa memahami keheningan dalam dirinya.
Tapi sejak kejadian pagi tadi, ada sesuatu yang berubah.
Ketika ia berjalan menuju loker sepulang sekolah, terdengar suara lembut bersenandung. Tidak ada orang di lorong. Tapi suara itu jelas. Melodi sendu, seperti lagu yang terlupakan dari masa lalu.
Revan menoleh ke belakang. Kosong.
“Revan...”
Suara itu. Memanggil namanya?
Ia menahan napas.
“Siapa?”
Tak ada jawaban. Hanya keheningan yang menebal. Namun detik berikutnya, angin berembus lembut dari arah belakang. Dan di dinding kaca dekat tangga, ia melihat pantulan wajah yang sangat familiar.
Gadis itu lagi.
Tapi saat ia menoleh langsung ke arahnya, tak ada siapa-siapa.
Revan menghela napas panjang. “Aku kurang tidur.”
Namun saat ia kembali melangkah, sebuah catatan kecil jatuh dari loker.
Kertas berwarna merah muda. Tulisan tangan bergaya imut:
"Kamu terlihat sendu hari ini. Senyum lah sedikit~ :)"
Jantung Revan berdetak lebih cepat. Siapa yang bisa menaruh ini? Tidak ada yang tahu kombinasi lokernya.
Ia menatap tulisan itu lama, sebelum akhirnya menyelipkannya ke dalam buku catatan. Ada sesuatu yang aneh... tapi bukan menakutkan. Malah terasa hangat.
Di atap sekolah, sesosok gadis duduk di pinggir tembok. Kakinya bergoyang pelan di udara kosong.
“Dia melihatku...” bisiknya dengan wajah berseri.
Ayla. Gadis yang dulunya adalah siswa di sekolah itu. Ia meninggal beberapa tahun lalu karena kecelakaan. Tapi ia tidak pernah benar-benar pergi. Ia terjebak, bukan karena dendam. Melainkan karena rasa penasaran. Dan satu keinginan sederhana jatuh cinta.
Dari ratusan siswa yang datang dan pergi, hanya satu yang menarik perhatiannya.
Revan.
Dingin. Kalem. Dan... menyedihkan.
“Aku ingin membuatnya tertawa,” gumam Ayla sambil tersenyum manis. “Walau aku cuma hantu.”
Malam itu, Revan terjaga lebih lama dari biasanya. Di kamarnya yang sunyi, ia membaca buku sambil memutar musik instrumental. Tapi pikirannya terus kembali ke gadis itu. Bukan hanya karena wajahnya yang cantik. Tapi juga karena tatapan matanya.
Tatapan yang seolah mengerti kesepian dalam dirinya.
Dan lagi, entah dari mana, suara lembut itu kembali terdengar.
“Revan...”
Ia menoleh ke arah jendela. Terbuka.
Padahal ia yakin sudah menutupnya sebelum tidur.
Di balik tirai yang melambai pelan, sesosok gadis muncul. Kali ini, bukan hanya sebagai bayangan.
Ayla berdiri di sana. Mengenakan seragam sekolah putih abu-abu. Rambutnya melayang pelan, seperti tersentuh angin yang tak terlihat.
“Jangan takut,” katanya pelan.
Revan tidak bisa berkata-kata. Bibirnya terbuka, tapi tak ada suara keluar. Ia tidak merasa takut. Aneh, tapi justru terasa damai.
“Siapa... kamu?”
“Ayla,” jawabnya sambil tersenyum. “Aku cuma... hantu yang jatuh cinta.”