Ketika aku berhasil masuk, seseorang bersuara di tepat di belakangku. Jantungku berdetak cepat, aku berdiri mematung dengan tenggorokan tercekat. “Pagar itu berlubang ketika ada seekor anjing berusaha keluar dari tempat ini dan sekarang seseorang masuk dari tempat yang sama? Aku tidak tahu apakah dia ingin menggantikan peliharaanku ataukah kembali kabur melewatinya lagi?”
Aku mengetatkan rahang, f**k! Aku akan membunuh siapapun yang mengatakannya, atau mungkin membuatnya kehilangan asset yang berharga bagi seorang pria.
…
Aku berdiri dengan tenang, membersihkan pasir yang menempel di bagian lutut.
“Sudah ketahuan ternyata? Ternyata pengamanan untuk sebuah mansion sangat ketat, seperti sedang melindungi sesuatu yang berharga.” ucapku sembari berbalik, mendapati seorang laki-laki menatapku tajam.
Berikutnya dia menatapku dari atas ke bawah berulang kali dengan pandangan menyelidik. Aku melirik di mana letak cctv, sangat kecil kemungkinan aku bisa kabur dari mansion ini. Apalagi ketika laki-laki ini tahu siapa aku sebenarnya, tanpa facela aku benar-benar melakukan hal nekat.
“Aku bahkan sudah melihatmu sejak berkeliling-keliling di sekitar sini. Sangat mudah untuk menebak apa yang akan kau lakukan?” Laki-laki itu berjalan mendekat, auranya terasa berbeda, dingin dan menakutkan.
Aku bergeming, tidak bergerak satu sentipun dari tempatku berdiri. Laki-laki itu membasahi bibirnya sensual, lalu mengerling aneh kepadaku. Tanpa kurasa, dia sudah berdiri tepat di hadapanku, dia membungkukkan tubuhnya berbisik ditelingaku.
Namaku—Freeze.” Aku menaikkan alis, suasana ini sangat ganjil untukku, sepertinya aku akan muntah ketika merasakan napas lelaki itu tepat di telingaku.
“Bagaimana jika kita lupakan yang terjadi saat ini dan mulai berkenalan secara normal. Hanya kau dan aku, di tempat yang berbeda dan aku akan bermurah hati untuk tidak mengingat kau menerobos masuk ke mansion-ku.” Sinting! Aku mengetatkan rahang ketika dia menyelipkan rambutku di telinga. Oh, tuhan! Aku menyesal menyelamatkan V dari laki-laki sinting ini, mereka berdua sama gilanya.
Aku terkekeh pelan, tidak merasa suasana lucu. Ingin menjauh—sangat jauh dari laki-laki ini. Aku mengangkat tangan, menepuk bahunya seolah membersihkan apapun yang menempel di sana, padahal kemeja yang ia gunakan sangat bersih. “Aku bukan orang bodoh yang percaya dengan omongan laki-laki sepertimu, bisa saja kau sudah menyuruh orang untuk memasang peledak di mobilku dan ketika aku menyalakan mesinnya, DUAR!”
Laki-laki bernama Freeze itu mundur dua langkah, dia tersenyum sinis. Tatapan matanya lebih tajam dari yang sebelumnya, dia mengepalkan tangan. “Jadi jawabanmu?”
“Tidak, aku akan tetap berada di sini sesuai rencana yang telah kau perkirakan. Aku tidak akan pernah mundur jika sudah menetapkan sebuah keputusan, itu hanya kelakuan—seorang pengecut.”
Aku terpaku melihat Freeze yang tiba-tiba tertawa keras, suara tawanya membuatku merinding. Sial! Dia bukan orang biasa.
“Aku salut, sekarang sudah dua perempuan yang tidak takut setelah bertemu denganku.” Aku menatapnya penuh tanda tanya. “Karena perempuan lain, akan lari ketakutan dan memohon ampun untuk dilepaskan.”
Waktu berjalan dengan cepat, Freeze mendorongku ke dinding tembok dengan sekali hentakan. Menahan leherku dengan lengan kiri bagian luar, sementara tangan kanannya kini memegang sebuah pisau kecil yang sangat tajam.
“Kau sudah mulai takut, sweetheart? Sepertinya kau telah memilih keputusan yang salah, jika kau pergi setelah aku menawarkan kesempatan itu kepadamu harusnya kau mengambilnya walaupun kau akan menjadi seorang pengecut, karena itu akan membuatmu hidup lebih lama.” Bisiknya pelan dengan suara rendah, seperti seorang yang siap membunuh.
Aku melirik tangannya yang memegang mess, lalu mendongak menatap tepat ke mata Freeze membalas tatapannya sama tajam. Aku terbatuk pelan ketika menambah dorongannya di leherku, “Sepertinya kau memang perempuan yang cukup berani untuk mengantar nyawamu untuk kulenyapkan.”
Freeze kembali menyimpan mess di saku celana, namun dia tidak mengendurkan tekanan lengannya yang ada di leherku. s**t! Aku akan kehabisan napas! Aku kaget ketika tangan kanannya naik meraba pipi dan berangsur naik ke kelopak mataku.
“Matamu cantik. Aku pikir itu hanya halusinasi mataku tertanya warna iris matamu memang berubah-ubah,” Aku terbelalak, gemetar. Bagaimana bisa? Warna mataku hanya berubah ketika perasaan—Sial! Dia berhasil mempermainkanku.
Freeze terkekeh setengah menyeringai senang, “Oh, lihatlah! Warna matamu kembali berubah! Kali ini warnanya sangat merah,” dia menatapku gembira syarat akan kekejaman. “Semerah darah.”
Dia semakin menguatkan dorongannya, kali ini aku nyaris tidak bernapas. “Le—pas—kan!” ucapku terbata, leherku terasa perih dan menyakitkan.
“Apa? Kau minta apa barusan?” Freeze mengambil kembali pisau bedah yang tadi di masukkannya.
“Le—pas.” ucapku hampir tidak terdengar. Aku kehabisan pasokan oksigen hingga dadaku ikut terasa nyeri karena kekurangan oksigen.
“Kau semakin cantik dengan wajah yang memerah, Oh! Ini sangat menyenangkan.” Pisau itu sudah berada tepat beberapa senti dari mataku.
Aku semakin memperhatikan tangannya, ada yang ganjil di sini. Aku tidak bisa memfokuskan pikiranku karena terdesak. Ayolah, Ly gunakan otak cerdasmu, pikirkan apa yang salah darinya. Pisau itu semakin dekat, aku mencoba menepis tangannya tapi tidak bergerak karena lemas.
Mataku melebar ketika mengetahui apa yang salah, ternyata Freeze seorang actor hebat. “LYING!” dengan sisa tenaga yang tersia aku berteriak.
Aku merasakan perih tepat di bawah mataku, apa sebenarnya yang akan di lakukan laki-laki ini? Apa dia mencoba mengambil mataku? Freeze menaikkan alisnya menatapku, aktivitasnya terhenti karena ucapanku.
“Apa?” tanyanya dengan suara rendah.
Dia benar-benar menghentikan aktivitasnya, seolah menunggu jawaban dari perkataanku. Aku menghirup napas dengan rakus ketika Freeze mengendurkan tekanan pada leherku.
“KAU BOHONG! INI—“ Aku menatap tangan kanannya, “BUKAN DIRIMU! KAU, APAPUN YANG INGIN KAU PERANKAN, APAKAH PEMBUNUH? PSYCHOPATH? ACTING YANG SANGAT BAGUS! TAPI KAU BUKAN SEORANG PEMBUNUH!”