Chapter Sembilan

2102 Kata
        Matahari terasa menyengat kulit. Aster melihat rona kemerahan pada kulit tangannya yang mulai terbakar. Dia bergegas berlari menuju tempat tujuannya kali ini sebelum kulitnya terlanjur mengering.         Aster berhenti sebelum memasuki bangunan besar di hadapannya. Mengecek barang-barang bawaan, terutama kertas yang didapatkan dari Josh kemarin. “Oke. Semua lengkap.”         Sesaat dia merasakan ada sesuatu yang melayang hendak mengenai kepalanya dari belakang. Aster menghindar dengan bergerak ke arah kiri dengan cepat. Sebuah bola kasti terpantul setelah menabrak pintu besi di depannya. Bergegas dia balikkan badan untuk melihat siapa yang melakukan itu padanya.         “Refleks yang bagus,” puji lelaki berbadan besar.         “Lebih tepatnya kamu yang terlalu payah. Menyerang seorang gadis dari belakang saja tidak bisa.”         Mereka berdua tetawa bersamaan.         “Bagaimana kabarmu, Dicky?”         “Selalu baik. Kuharap kamu juga sama.” Lelaki itu menjabat tangan Aster. Perawakannya tidak jauh berbeda dengan yang terakhir kali Aster lihat, apalagi sifatnya. Dia masih saja berwatak seperti dulu, meski kini pandangannya terhadap Aster sudah mulai berubah. Mereka berdua mulai berteman dan lebih sering berbicara dibandingkan dulu. “Apa yang sedang kamu lakukan di sini?”         “Aku ingin bertemu walikota.”         “Sudah menjadi orang sibuk, hah?” tanyanya lagi.         Aster hanya tertawa kecil menjawabnya. “Ngomong-ngomong, kamu tidak ada kelas?”         “Tiga puluh menit lagi baru akan dimulai. Aku akan mengajari para pendatang baru di akademi. Kuharap ada orang sepertimu di sana.”         “Kamu akan menyesal jika memilih untuk berhadapan dengan orang itu.”         “Maksudku orang sepertimu saat baru masuk ke akademi,” ucap Dicky sembari tertawa. “Ya sudah, aku akan kembali ke akademi.”         “Ya. Baik-baiklah kepada juniormu!”         “Kamu mengatakan hal yang mustahil!”         Setelah teman lama, atau mungkin musuh lamanya itu pergi, Aster masuk ke dalam gedung. Dia bergegas menuju ke ruangan David, mengetuk pintunya. Beberapa kali dia melakukannya, tapi tidak ada jawaban apapun yang didapatkan. Hingga akhirnya Aster nekat untuk masuk ke dalam ruangan meski tanpa izin. Kepalanya menengok ke kiri dan ke kanan untuk memastikan tidak ada penjaga di sekitar sana. Setelah itu, segeralah dia masuk untuk mencari orang yang ternyata tidak ada dalam ruangannya.         Apa aku datang pada waktu yang salah?         Aster hampir saja langsung menyerah dan memutuskan untuk kembali lain waktu. Tapi jika melakukan hal itu pun dia tidak memiliki hal lain yang bisa dikerjakan. Jadi, Aster memilih untuk menunggu dalam ruangan tersebut. Sembari melihat-lihat benda-benda antik yang berjajar di sisinya.         Aster masih mengingat benar saat dia baru pertama kalinya dibawa ke dalam ruangan yang saat ini sedang tempati. Namun saat itu dengan keadaan yang begitu berbeda. Terkadang kenangan tersebut justru memunculkan perasaan kesal karena harus mengingat wajah licik Jarlish.         Keadaan ruangan tidak berubah banyak, entah kenapa David tidak berniat untuk mengubahnya. Aster berharap dia bisa membuang benda-benda yang ada dan menggantinya dengan benda lain. Agar tidak perlu ada lagi sisa-sisa dari kenangan buruk selama Jarlish memimpin Oakland.         “Ada apa ini, kenapa ada penyusup di ruanganku?” suara David terdengar muncul dari balik pintu.         Aster sedikit tersentak karena terkejut. “Maaf, aku langsung masuk ke dalam.” Wajahnya terlihat sangat serius padahal David hanya sedang mengerjainya.         “Tidak apa. Kamu bebas melakukan apapun di sini. Selama itu tidak merusak atau bukan sesuatu yang aneh.”         Aster tertawa.         “Biar kutebak. Kamu pasti baru saja menemukan sesuatu yang baru?”         “Hmm,” Aster mengerlingkan bota matanya. “Tebakan yang bagus.”         “Ayo duduk, dan buat aku terkejut dengan cerita barumu!”         Aster duduk pada kursi yang ada di depan bangku David. Mereka berdua duduk saling berhadapan. Aster bersiap menjelaskan semua yang dia dapatkan, sementara David telah siap dalam posisi mendengarkan.         “Boleh aku mulai?”         “Silahkan!”         “Jadi… setelah kejadian tempo hari di Dione, aku menemukan sesuatu...”         Aster menjelaskan semua hal yang dia dapatkan mulai dari kedatangannya di Dione. Meski David sudah mengetahui lebih detail mengenai kasus tersebut, tapi masih ada yang belum diceritakan. Dan sekaranglah waktu yang dipilih Aster untuk membeberkan semua. Mengenai Orion dan secarik kertas yang merupakan kunci penyelesaian dari misteri besarnya.         “Oleh karena itu aku mencari informasi mengenai tetua Oakland dan menemukan datanya dari perpustakaan sekolah. Sangat beruntung karena kota ini hanya memiliki satu perpustakaan. Di sana aku melihat empat orang nama para pendiri. Yang ternyata salah seorang dari padanya masih hidup di dalam sebuah rumah kecil di tengah kota. Dia bernama Josh, dialah yang memberitahuku beberapa hal tentang Orion, serta pemilik dari secarik kertas ini.”         David mengambil kertas yang diberikan oleh Aster, lalu memperhatikan isinya yang tidak dia mengerti. “Apa maksudnya gambar ini?”         “Itu adalah peta dari suatu tempat yang direfleksikan sebagai rasi bintang Orion. Mungkin akan lebih mudah jika Anda melihat ini juga.” Aster mengeluarkan peta yang sempat dibuatnya. “Aku membuat peta ini berdasarkan skala sebenarnya. Sayangnya baru Oakland dan Nibbana yang kugambar karena Dione kini sudah tidak ada. Tapi tidak masalah.”         “Lalu apa hubungannya kertas ini dan peta itu?”         “Lihat!” Aster mengambil kertas dari tangan David lalu menaruhnya berdampingan dengan peta miliknya. “Anda bisa melihat sebuah pola yang sama bukan? Bintang Betelligeus ini adalah Nibbana, Meissa adalah Oakland. Maka seharusnya Dione ada pada bintang Bellatrix ini.”         David tertawa penuh keterkejutan. Ternyata tempat yang ditinggalinya sejak dulu mengandung suatu misteri yang baru diketahuinya.         “Lalu apa maksud dari tulisan ini?”         “Sebelumnya aku kurang mengerti, tapi setelah diperhatikan ternyata itu hal sederhana. Pada rasi bintang orion, terdapat satu bintang yang berada di tengah-tengah, dan sepertinya maksud dari tulisan itu adalah agar kita pergi ke koordinat yang ditunjukkan oleh bintang tersebut. Kalau memang benar, berarti di sekitar sini.”         Aster membuat sebuah garis lurus yang menandakan bahwa koordinat tersebut bisa jadi ada di sepanjang garis yang dibuatnya tersebut.         “Kalau memang benar, apa yang ada di sana?”         “Justru itu yang ingin aku selidiki. Bagaimana menurut Anda?”         David berjalan pelan sejenak sembari berpikir. Dia tidak bisa seenaknya mengambil keputusan tanpa menghiraukan resiko yang akan didapatkan.         “Menurutmu apa yang akan kita dapatkan setelah mengetahui hal itu?”         “Meski belum yakin, tapi aku merasa kita bisa merasakan kehidupan yang lebih baik di sana. Entahlah, sebenarnya firasatku yang mengatakan seperti itu. Tapi, jika kita tidak mencobanya, kita tidak akan pernah tahu.”         Meski tidak diberitahukan secara langsung, tapi David mengerti benar bahwa pada akhirnya Aster ingin meminta izin untuk melaksanakan sebuah misi baru. Sejujurnya, sangat berat untuk memberikan izin karena dia benar-benar tidak memiliki bayangan terhadap segala hal yang ada di sana. “Hmm...” suaranya terdengar disaat sedang berpikir.         Aster mulai khawatir David tidak akan menyetujui rencana pelaksaan misinya kali ini. Sebelum terlanjur menerima penolakan, dia bermaksud untuk memperjuangkan keinginannya itu. “Anda tahu, sekokoh-kokohnya kota kita ini, tentu saja suatu saat akan hancur juga. Kita harus mencari sebuah tempat yang lebih layak untuk dihuni.”         “Kita sudah memiliki Nibbana.”         “Tidak ada salahnya untuk mencari yang lainnya. Mungkin masih banyak tempat yang bahkan lebih bagus daripada Nibbana di luar sana.”         “Beri aku waktu berpikir.” Sebagai seorang walikota, dia harus memperhitungkan matang-matang mengenai segala hal yang berhubungan dengan penduduknya. Meski sebuah tempat yang dibayangkan oleh gadis di hadapannya ternyata benar-benar ada, dia tetap tidak boleh menyia-nyiakan keselamatan siapapun meski hanya satu orang saja. Apalagi orang tersebut adalah Aster, yang sudah disayanginya seperti anak sendiri.         Aster terdiam pada kursinya, memperhatikan David yang tengah tertegun di depan peta miliknya. Tidak ada yang bisa dia lakukan selain menunggu keputusan dari sang walikota.         “Oiya, karena Anda berasal dari Dione, seharusnya Anda kenal dengan pria tua bernama Bobby,” lanjutnya.         “Ya, aku tahu. Tapi tidak begitu mengenalnya karena orang-orang menganggapnya gila dan tidak berani mendekat.”         “Kenapa semua berpikir seperti itu?”         “Dia selalu menceritakan hal yang tidak kami mengerti. Soal monster yang melakukan penyiksaan dan melakukan percobaan kepadanya. Bahwa kita semua adalah tahanan dari monster itu. Dan banyak hal yang justru membuat kami takut mendekatinya. Hingga beberapa saat sebelum aku pergi dari sana, pria itu sempat membuat keributan. Dia bertindak seperti kera yang keranjingan, entah karena apa.” David memandang Aster dengan aneh. “Kenapa tiba-tiba kamu menanyakannya?”         “Tidak apa-apa. Aku sempat bertemu dengannya tempo hari. Dan dialah yang pertama kali memberitahu soal Orion kepadaku.”         “Hmm...” David kembali bersuara sama seperti sebelumnya. Sementara Aster sudah tidak tahan menunggunya berpikir lebih lama lagi.         “Jadi... bagaimana?         David akhirnya kembali duduk pada singgasananya. Merebahkan badan serileks mungkin. Menarik napas sebelum mulai menjelaskan.         “Baiklah. Aku akan membuat sebuah misi untuk menyelidiki hal tersebut. Kamu yang akan memimpinnya.”         Rasanya ingin sekali Aster meloncat dan bersorak. Hatinya sangat senang karena izin yang diberikan David sangatlah berarti.         “Ada rekomendasi siapa saja yang akan menjadi pasukanmu?” tanya walikota itu.         “Hmm... yang pasti seorang teman bernama Ethan. Selebihnya aku belum bisa memutuskan. Aku sedikit takut mengajak orang lain ke dalam misi yang mungkin saja akan berbahaya.”         “Tapi aku tidak akan membiarkanmu hanya berangkat berdua, atau bahkan seorang diri. Jangan coba-coba melakukannya kalau tidak ingin aku cabut surat pelaksanaan misi ini!” Aster mengangguk seraya mengerti. “Baiklah kalau begitu, biar aku yang menyiapkan pasukanmu. Apa saja yang kamu butuhkan untuk misi kali ini?”         “Yang pasti aku akan membutuhkan kendaraan yang bisa melaju dengan cepat. Mungkin kalau boleh aku akan mengunakan pesawat milik Dione.”         “Hmm, sepertinya aku akan sedikit mengecek kondisinya terlebih dahulu. Beri beberapa hari untuk itu. Lalu apa lagi?”         “Hal lainnya hanya sebatas bekal secukupnya untuk perjalanan, benda-benda kecil seperti alat tulis, kompas, dan lainnya bisa kusiapkan sendiri.”         David mengangguk-angguk.         “Kalau begitu akan kuizinkan untuk memulai misi ini minggu depan. Selama itu aku akan mempersiapkan kendaraan untukmu dan mengumpulkan pasukan. Sementara kamu sendiri silahkan menggunakan waktu yang ada sebaik mungkin untuk melakukan persiapan.”         “Aku mengerti.”         “Dan satu hal lagi. Kalau bisa jangan biarkan berita tentang ini tersebar ke semua orang! Aku tidak ingin keributan terjadi karenanya. Ada lagi yang ingin kamu tanyakan?”         “Tidak. Semua sudah jelas.”         “Kalau begitu kembalilah satu minggu lagi!”         Aster berjalan keluar dari kediaman walikota dengan perasaan lega. Dia meregangkan otot-ototnya di bawah sinar matahari yang kini terasa lebih hangat. Tentu saja dia merasa senang karena akan kembali melaksanakan sebuah misi. Meski sebenarnya kali ini ada sebuah perasaan berbeda yang dia rasa sebelumnya. Entah kenapa secuil perasaan takut dan khawatir bersemayam dalam hati. Sepertinya petualangan kali ini akan berbeda dari petualangan-petualangan sebelumnya, pikir Aster.         Dia kini bertolak pinggang, memandangi kota besi dengan hiasan kecoklatan dari warna karat. Aster memandangi wajah orang-orang yang sibuk seperti biasa. Sepertinya mereka tidak pernah kehilangan semangat. Wajahnya selalu dihiasi dengan senyuman. Hanya saja Aster berpikir, apakah mereka benar-benar sudah merasa puas dengan kehidupan yang seperti sekarang? Karena bagi dia sendiri hidup di sebuah kota besi yang semakin berkarat terasa seperti hidup di sebelah bom waktu, yang suatu saat akan membahayakan dirinya sendiri. Oleh karena itu, Aster telah memantapkan hatinya untuk memberikan sebuah kehidupan yang jauh lebih baik untuk para penduduk yang ada di sana.         “Hei, adik!” suara Edy terdengar memanggil Aster dari belakang, tapi tentu saja itu bukan benar-benar Edy. Lelaki yang sudah cukup lama tidak dilihatnya berjalan mendekat. “Sedang apa kamu di sini?         “Aku baru saja bertemu dengan ayahmu.”         “Ada kabar baru?”         “Umm... tidak ada.”         “Apa maksudnya ‘umm..’ itu?”         “Itu maksudnya ‘bukan urusanmu’!”         Okta tertawa. Aster merasa lelaki itu sangat lain setelah datang di Oakland. Kini dia menjadi lebih baik dan ramah kepada siapa saja. Bahkan Aster hampir tidak percaya bahwa dia adalah orang yang sama dengan yang ditemuinya di Dione tempo hari.         “Bagaimana kabar ibumu?”         “Baik-baik saja. Oiya, dia belum sempat mengucapkan terima kasih kepadamu.”         Kini Okta memperlihatkan senyuman manisnya. “Justru aku yang harus berterima kasih kepadanya. Jangan lupa sampaikan itu pada ibumu!”         “Umm... baiklah.”         “Apa maksud ‘umm...’ kali ini?”         “Itu maksdunya kamu harus segera pergi karena sepertinya ada seseorang yang menyusulmu.” Aster menunjuk ke arah seorang wanita di belakang Okta. Lelaki itu menoleh ke belakang untuk melambaikan tangannya.         “Kamu benar, aku harus pergi sekarang. Semoga kita bertemu lagi.”         Aster memperhatikan lelaki yang pergi menjauhinya itu. Di satu sisi dia senang Okta akhirnya bisa sadar karena sudah tidak ada di bawah pengaruh ibunya. Tapi di satu sisi Aster benci Okta yang sekarang. Semua sifat lelaki tersebut justru semakin mirip dengan Edy.         Aster menarik napas panjang. Apa yang akan aku lakukan sekarang? Dia berpikir sedikit keras.          Sepertinya aku akan kembali ke Nibbana.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN