“Halo” Sabrina buru-buru mengangkat telepon ketika dia keluar dari kelasnya. Dia tak sempat membaca display name yang ada di ponselnya dan langsung mengangkatnya. Dia pikir ini pasti dari Fahreza mengingat hari ini adalah hari keberangkatan mereka survey.
“Halo rez, aku udah keluar nih.. Kapan kamu jemput aku?” ujar Sabrina langsung.
“Sab, maaf ini juanda bukan Fahreza”
Sabrina langsung menepuk jidatnya langsung. “Maaf….” Belum selesai dia mengucapkan permintaan maafnya, juanda langsung berbicara.
“Fahreza bilang kamu di kampus, aku baru selesai mengurus proposal juga di kampus. Kamu mau nebeng sama aku nggak? Biar Fahreza langsung jemput Lilian karena mereka searah”
“Oh.. Nggak apa-apa nih?”
“Ya nggak apa-apa, tadi Farez bilang langsung ke aku. Kamu tunggu depan parkiran ya”
“Oke”
Juanda langsung menutup sambungan telepon mereka dan membuat Sabrina menatap teleponnya. Kenapa Fahreza tak mengatakan apa-apa masalah ini? Ketika tangan gadis itu akan mengetikkan pesan singkat pada Fahreza, Sabrina tiba-tiba mengurungkan niatnya. Dia tak ingin Fahreza menganggapnya manja atau malah semakin bergantung padanya.
Mengingat hal itu, Sabrina langsung kembali menaruh ponselnya di tas ransel dan berjalan ke arah parkiran. Dia melihat juanda sudah ada di motornya di pintu masuk parkir kampusnya.
“Cepet banget?”Tanya Sabrina langsung, berbasa basi.
“Fmang deket kan? Ayo cepat kita udah telat”
Sabrina langsung duduk di belakang juanda dan membiarkan pemuda itu membawanya langsung ke tempat pertemuan tim KKN mereka. Tidak ada lagi yang dapat Sabrina pikirkan saat ini karena tiba-tiba pikirannya mendadak kosong. Tidak ada yang bisa dia pikirkan sama sekali. Ketika dia sadar, teman-teman satu kabupatennya sudah ada di tempat perjanjian mereka begitu juga Fahreza dan Lilian.
Farez langsung menghampirinya saat mereka datang. Sabrina langsung tersenyum manis ke arah Farez. “Cepet banget nyampenya?” tanya gadis itu basa-basi. Menahan degupan jantungnya yang sudah tak normal dari tadi.
“Iya, hm.. Sab?”
Sabrina menatap Fahreza.
“Lilian mau nebeng aku aja surveynya, soalnya motor juanda agak naik gitu kan, pinggangnya lagi sakit katanya”
Sabrina tak bisa menyembunyikan perubahan wajahnya pada Fahreza, gadis itu terdiam begitu lama, sambil menatap Fahreza dengan pandangan kosong
“Oh.. Oke” Sabrina akhirnya mengangguk sambil memaksakan senyum, Fahreza refleks menepuk-nepuk pundak Sabrina, gadis itu membalasnya dengan senyuman yang akhirnya menoleh ke arah juanda.
“Sabrina sama kamu ya” ujar Fahreza pada juanda yang tengah mengobrol dengan Lilian, pemuda itu menaikkan jempolnya cepat tanda setuju.
Sabrina mengalihkan pandangannya pada Fahreza lagi, yang kini sedang mengobrol dengan beberapa ketua kelompok untuk teknis survey. Gadis itu menghela nafas begitu dalam, meredam rasa yang dirasakan saat ini.
*
“Nana males banget gue lo ngambekan gini” Sabrina melengos karena pemuda disampingnya belum juga menghentikan aksi ngambeknya. Dua hari, dua hari yang lalu mereka resmi jadian, yang menurut Sabrina hal yang paling manis yang pernah dia terima selama hampir dua puluh tahun ini.
“Naaa..” ujarnya memelas, pemuda disampingnya itu malah semakin semangat memakan makanannya tanpa peduli Sabrina yang sudah akan menangis karena hampir dua jam ini diabaikan.
“Gue nangis nih ya kalau lo masih ngambek” ujar Sabrina semakin menggoda pemuda itu. Dia hanya menoleh sebentar kearah Sabrina dan mencelos.
“Nangis aja sana”
“Bete banget gue punya pacar macam lo! Mendingan HTS kayak dulu deh” Sabrina merengut kesal. Akhirnya, sikapnya yang ingin menjaili pacarnya berimbas pada dirinya karena pemuda itu benar-benar marah dan mengabaikannya.
“Gue kan pergi bertiga, nggak berdua doang posesif banget sih lo. Biasanya gue dua puluh empat jam sama temen kampus juga lo biasa aja” ujarnya mulai sebal, pikirannya mengingat kejadian yang membuat pemudanya jengkel seharian. Kemarin Sabrina memang pergi menemani dua teman lelaki jurusannya untuk service motor setelah itu mereka makan dan mengerjakan tugas individu yang memang sedang banyak-banyaknya.
Namun, pemuda itu langsung menjadi naik darah. Cemburu? Mungkin.
“Trus ngapain lo nerima gue kalau tau gue posesif” pemuda itu mengucapkan dengan kata-kata yang cukup pedas. Membuat jantung Sabrina yang masih berada ditempatnya tadi terasa jatuh.
Awalnya, Sabrina mengatakan hal ini karena memang pacarnya itu bertanya apa yang dia lakukan kemarin karena keduanya memang benar-benar sibuk. Sehingga tak sempat bertemu. Tapi niat Sabrina yang ingin memanas-manasi pemuda itu berakhir dengan dia yang diabaikan seperti.
“Nana gue beneran nangis nih” ujar Sabrina pada akhirnya, entah kenapa dia merasa sedih sekali diabaikan seperti ini karena pemuda itu benar-benar mengabaikannya.
Pemuda itu akhirnya mengalihkan pandangannya dan mendapati Sabrina terisak dalam diam. “Ya ampun, ngapain kamu nangis” dengan spontan membawa bahu Sabrina dan memeluk gadis itu dari samping.
“Habisnya lo jahat. Gue kesel sama lo!” Sabrina sudah berhenti terisak dan mulai memaki pemudanya lagi, tanpa disangkanya pemuda itu tetawa keras.
“Kayak anak kecil banget lo. Cup cup” dia menepuk-nepuk pipi Sabrina yang sembab dan merah, semakin meneruskan tawanya.
“Gue cuma lagi kesel aja sama lo Sab, jangan nangis gini dong. Aduuh maafin aku ya maafin aku ya sayang”
Dipanggil begitu, Sabrina langsung memerah dan semakin menyembunyikan wajahnya di kedua telapak tangannya. Jantungnya benar-benar berdegup cepat.
“Yeee.. Malu kan lo” goda pacarnya itu dengan senyum lebarnya.
“Sama pacar lo masih panggil gue lo. Bener-bener lo ya, nggak sopan!” Sabrina akhirnya menjauhkan badannya dan kembali mengaduk makanannya.
“Makanya kamu jangan gitu lagi”
“Jadi salah gue?” ujar gadis itu makin galak.
Pemuda itu semakin tertawa. “Nggak sayang, maaf ya. Kamu seharusnya tau aku ini cowok posesif, nggak suka ceweknya pergi sama cowok lain”
Sabrina memerucutkan bibirnya. “Nggak mau tau”
*
“Fanyaaaaa” Sabrina mengetuk-ngetuk pintu kamar Fanya dengan semangat, membuat heboh penghuni lorong itu karena melirik ke arahnya yang tidak tau malu memanggil-manggil Fanya.
Fanya membuka pintu kamarnya beberapa detik kemudian, dia hanya memakai tanktop dan celana pendek tipis. Sabrina langsung tertawa melihat penampilan temannya yang hancur karena baru bangun tidur.
“Apa lo?” Fanya membaringkan lagi tubuhnya ke kasur dengan menelungkup, seolah Sabrina bukan tamu yang harus dijamu olehnya.
“Fay, gue udah cerita belum kalau gue jadian sama nana”
“Belom” jawab Fanya malas, namun baru beberapa detik dia mencerna kata-kata Sabrina.
“Apa?”
Sabrina tersenyum sumringah. “Iya gue jadian sama nana temen lo itu”
Fanya menegakkan badannya, “Nana? Kenapa lo panggil dia gitu?”
“Cute banget sama kayak orangnya”
Fanya meringis. “Gila lo ya” namun wajahnya masih memasang tampang serius.
Sabrina terkekeh menanggapi Fanya. Dia tau Fanya tidak akan terlalu kaget karena dia adalah salah satu saksi perkembangan hubungan Sabrina dengan pemuda itu. Gadis itu meraih boneka line brown milik Fanya dan memeluknya.
“Kapan lo jadian?”
Sabrina tersenyum mengingat kejadian dua hari yang lalu itu. “Dua hari yang lalu”
Fanya membelalakkan matanya. “Kalian bukannya baru kenal? Kenapa lo gegabah banget ngambil keputusan ini?” ujar Fanya langsung tanpa basa basi.
Tenggorokan Sabrina tercekat mendengar ucapan Fanya yang terlalu pedas itu. “Gue pikir lo bakalan seneng Fay” ujarnya kecewa.
Fanya menggelengkan kepalanya. “Gue seneng Sab”
“Gitu ekspresi lo seneng?”
“Tapi bukan secepat ini Sab. dia baru putus dari temen gue tiga bulan yang lalu dan lo sekarang jadian sama dia?”
“Gue udah nyaman sama dia, dari pada gue HTS sama dia” ujar Sabrina tidak mau kalah.
“Have i told you he’s the man who can be moved?”
Kini gantian Sabrina yang membelalakkan matanya sekarang, “Kok lo tau?”
“Semua orang juga tau Sab! Dia jadian cuma buat lupain cewek itu”
Sabrina menatap Fanya kecewa. “Kok lo ruin my mood sih? Dia beneran ada rasa sama gue, gue bisa ngerasain”
“Gue juga tau dia beneran suka sama lo. Lo nyaris bikin dia gila karena nanya lo tiap hari sama gue, but…”
“Why?” tantang Sabrina tak mau kalah.
Fanya menggeleng kepalanya pelan. “Nggak apa-apa. Gue cuma kaget dan gue cuma khawatir aja sama lo. Gue seneng-seneng aja temen gue jadian”
“Bener”
Fanya mengangguk pelan. Mereka kemudian menceritakan hal-hal ringan dan hubungan Sabrina dengan pemuda itu. Sabrina baru ke kamarnya saat sudah mau tidur.
Sebelum dia mengecek ponsel untuk melihat pesan dari pemudanya.
Fanya barusan line aku sama blg selamat sekaligus ngancam kalau sampai aku jahatin kamu. Haha. Sleep tight, love.
Sabrina menahan senyumnya, merasakan kebahagiaannya yang mulai membuncah.
*
“Saby kamu lagi dimana?” ini sudah tengah malam dan tiba-tiba saja pemudanya menelpon. Dia segera keluar dan duduk di teras.
“Lagi nugas. Kok tumben belum tidur?”
“Kebangun”
“Do’a dong sebelum tidur”
“Kamu nugas apa lagi sih?”
Sabrina terkekeh pelan. “Ya biasa, kamu kayak baru kenal aku. Kamu kenapa kebangun? Mimpi buruk?”
“Mimpi kamu ninggalin aku”
“Ninggalin kamu demi tugas iya! Haha” Sabrina tertawa mendengarkan mimpi buruk pemuda itu, mereka berbicara dalam waktu yang cukup lama.
“Kamu mau dibawain kue bandung nggak?”
“Mau! Mau!”
“Temenmu ada berapa?”
“Delapan!” jawab Sabrina bersemangat.
“Makanan aja lo seneng”
“Biarin. Ke kontrakan temen aku yang waktu itu ya”
“Siap nyonya”
Sabrina terkekeh dan kembali melirik kembali ke arah teman-temannya yang masih mendiskusikan tugas mereka. Selesai pemuda itu mematikan teleponnya, Sabrina kembali bergabung.
“Siapa Sab? Cowok kamu?”
Sabrina hanya terkekeh pelan. “Tenang aja kita dapat makanan” ujar Sabrina semangat kembali meraih laptopnya dan mengerjakan jobdescnya. Baru saja dia mengetik dua paragraph, suara motor mendengung ditelinganya dipagi buta ini.
“Sab cowokmu datang”
Sabrina melirik ke pintu depan dan mendapati pemuda itu sudah datang.
“Fh, kalian mau pesen minum?”
“Mau..”
“Sini list…”
“Lama banget lo” ketika Sabrina sampai di depan pemuda itu, tangannya membawa kresek hitam yang Sabrina yakin itu adalah kue bandung.
“Kita ke indomaret dulu yuk yang”
“Yang.. Yang.. Ada mau aja lo panggil gue yang”
Sabrina terkekeh pelan. “Ayook.. Lo kangen sama gue kan makanya mau beliin martabak”
“Iya”
“Gue juga lagi kangen sama lo”