Prolog
"Umi, please jangan nikahin aku sama Reyhan." Aku berjongkok sambil merengek-rengek di hadapan umi yang sedang duduk di sofa ruang keluarga.
"Kami difitnah Umi, itu semua cuma salah paham." Tangisku kembali pecah, mengharapkan belas kasihan dari umi.
"Jangan nikahin Salis sama Reyhan Umi. Salis mohon...," ucapku dengan nada bergetar. Aku tidak tau lagi bagaimana caranya membujuk kedua orangtuaku agar membatalkan pernikahan yang tidak aku inginkan itu.
Umi berdehem singkat, kemudian menatap wajahku setelah sebelumnya membuang pandangannya ke arah lain. "Kamu itu anak santri, Salis. Kamu baru boyong dari pesantren. Umi cuma nggak mau kamu melakukan zinah dengan muridmu sendiri. Kalau kamu sudah pantas untuk menikah, kenapa tidak menikah saja? Untuk kebaikan kamu. Agar kamu tidak terjebak dalam perzinahan." Umi menangkup kedua pipiku dengan mata berkaca-kaca.
Mataku mulai memburam. Seakan-akan ada ribuan batu yang menghancurkan jagat rayaku. Rasanya sesak untuk menerima kenyataan. Terlalu sesak untuk ditanggung sendiri. Bagaimana mungkin aku harus menikah dengan muridku sendiri?
"Besok keluarga Reyhan akan datang untuk melangsungkan pernikahan."
Aku memejamkan mataku pedih. "Umi nggak sayang sama Salis," lirihku getir.
"Justru Umi sayang sama kamu, Sal. Umi cuma...."
"Umi akan menyesal karena sudah menjodohkan aku dengan Reyhan!" teriakku dengan emosi yang sudah tidak terkontrol lagi. Umi sedikit kaget melihat kelakuanku yang berani membentaknnya untuk pertama kali.
"Reyhan itu anak bandel, Umi. Dia bukan anak baik-baik. Dia masih kelas dua SMA, masih labil. Bagaimana mungkin dia bisa jadi imamku?" ucapku sambil menangis tersedu-sedu.
"Kalau kamu tahu, kenapa kamu tetap melakukan hal yang..."
"Umi!!" potongku cepat. "Salis difitnah. Kami nggak melakukan apa-apa di ruang UKS. Itu semua salah paham. Salis cuma ingin bantu ngobatin luka Reyhan yang babak belur habis berantem. Tapi pintu perpustakaannya tiba-tiba terkunci dari luar. Ada yang sengaja melakukan itu, lalu video itu tiba-tiba sudah tersebar."
"Kalau itu cuma fitnah, kenapa Reyhan kamu suruh buka baju?" Umi mulai terpancing emosi.
"Salis udah bilang berulang-ulang kali, kan, Umi. Kalau ada luka di punggung Reyhan, seragam sekolahnya aja ada bekas darah. Jadi, Salis suruh aja Reyhan lepas bajunya."
Umi menghela napas. "Sudahlah. Video itu sudah terlanjut tersebar. Untuk menyelamatkan nama baik Abi. Kamu harus menikahi Reyhan."
Aku akhirnya beranjak sambil menyeka air mataku. "Aku disuruh menyelamatkan nama baik Abi, tapi Abi tidak mau menyelamatkan hidupku."
Umi mendongak, menatapku dengan bibir bergetar.
"Reyhan bukanlah calon imam yang selama ini aku doakan. Dia hanyalah muridku yang selalu membuat aku marah setiap hari." Aku berlari menuju kamar lalu menangis terisak-isak di atas ranjang.
Ini adalah episode paling menyedihkan dalam hidupku. Dan, selanjutnya pasti akan ada kisah-kisah mengerikan yang akan terjadi jika aku menikahi Reyhan. Aku tidak pernah mengerti bagaimana bisa menjadi seperti ini endingnya.
Mungkinkah, seorang guru SMA terjebak khasus seperti ini? Menikah dengan muridnya sendiri karena sebuah kesalah pahaman.
TBC