04

1621 Kata
Chapter 04   Ini sudah jam 9 pagi, Jevon sudah mandi lagi, tubuhnya sudah harum karena bau sabun dan parfum beraroma mint kesukaannya, oh iya jangan lupakan dirinya yang sudah memasak makaroni skotel untuk dirinya dan juga adiknya. Ralat bukan adik, tapi kesayangan Jevon.   Sementara itu, kesayangan Jevon masih terlelap sembari memeluk gulingnya. Sepertinya Hana tidak punya niatan untuk bangun dari tidurnya kecuali tubuhnya ingin buang air kecil.   Jevon yang sudah rapih dan wangi itu akhirnya duduk kembali diatas ranjang. Tangannya mengelus lembut pipi serta rambut Hana. Dia tersenyum memandangi wajah adiknya yang tetidur begitu damai. "Cantik," ucapnya pelan.   Jika saja Jevon bukan panitia reunian tim basketnya, pasti dia juga masih terlelap disamping Hana, memeluk tubuh mungil adiknya dengan erat.   Habisnya masalah pekerjaan membuat mereka jauh. Jevon diharuskan berkerja di cabang perusahaan Ayahnya yang sialnya berada jauh dari ibu kota negara ini, cabang yang ada di Kalimantan. Kalau bisa dia ingin disini saja, agar tidak usah jauh-jauh dari Hana.   Tapi kalo Jevon masih bersikeras ingin disini, ya sudah dipastikan Jevon akan dijodohkan dengan Jennie--perempuan gila yang menguntitnya sampai kamar mandi kampus--Jevon hanya tidak ingin dijodohkan, dia hanya ingin bersama Hana. Sayangnya mereka itu adik kakak.   Sayang sekali. "Hana," panggil Jevon dengan lembut tepat didepan telinga Hana. Sang empu jelas merinding lah dibuatnya. Tapi Hana tidak langsung bangun. "Emh?"   Jevon tidak menyerah begitu saja. Dia menusuk-nusuk pipi Hana dengan jari lentiknya. "Sayangg, mau sampe kapan kamu hibernasi? Bangun sayangg." Hana menepis tangan Jevon. "Bacod kau megantropus!"   Jevon mengelus dadanya. Sabar aja dia mah dikatain megantropus sama adiknya juga. "Hana, kok kamu ngomong kasar sama Daddy."   "Daddy ndasmu!"   "Ih sayang, mau Daddy b**m-in hah?" Jevon pun menindih Hana. Sebelumnya, Jevon sempat menelan ludahnya dulu ketika sadar kalau Hana yang sekarang bukan Hana yang dulu. Yang kalo pake piyama pororo keliatan imut. Sekarang Hana kelihatan dewasa dan seksi, bahkan dengam piyama pororo sekalipun. Apalagi dua kancing atas piayamanya Hana terbuka, dan dibalik piyama itu enggak ada kaos dalam atau apapun lagi. Dia tampak sangat seksi dimata Jevon.   Oh sial. Sepertinya sekarang Jevon junior akan bangun.   "Hanaa," sekali lagi Jevon memanggil nama orang yang sedang dia tindih. Hana menyahut dengan sebal. "Apa setan?!"   "Bangunn!"   "Ga mauu, masih ngantuk."   "Bangun atau Daddy cium?"   "Mau bobo aja."   "Yaudah." Selanjutnya Jevon menempelkan bibir tipisnya diatas pipi Hana lalu mengigitnya. Hana? Jelas berontak dia. Cuman mau gimana lagi? Tenaga Jevon lebih kuat.   "A-anying!" pada akhirnya dengan terpaksa Hana membuka matanya dan mengumpat. Dia kemudian mendorong Jevon. "Jevon setann!"          "Setan apa sayang?" balas si Jevon dengan senyum nakalnya yang sialannya dapat membuat jantung Hana berdetak lebih kencang.   "Setan! Pergi sanaa! Gua alergi setan, hiyy." Lagi-lagi Hana mendorong Jevon. Tapi yah yang namanya Jevon, semakin didorong untuk menjauh Jevon semakin lah dia mendekat.   Malah kini wajah Jevon sudah berada didepan wajah Hana, jarak antar keduanya sangat dekat, hanya terpisahkan hidung masing-masing.   "Mau apa lo?" Hana bertanya dengan galak, kesadaeannya belum pulih, pandangannya masih ngeblur.   "Ih jangan galak-galak dong. Mau di enakin ga?"   "Dih najis."   "Bener nih ga mau dienakin?" Jevon memainkan jarinya diantara rambut panjang Hana. "bener ga mau dienakin sama Daddy?"   "Bang tobat ih, astagah! Canda mulu. Ga lucu tau!" respon Hana dibarengi dengan tatapan tajamnya yang tampak sebel dengan Jevon.   Jevon menarik sudut bibirnya. Senyumnya kini menjadi nakal. Seolah enggak mendengar ucapan Hana yang sebelumnya, dia berkata. "Tapi kamu lucu Hana. Daddy pengen makan kamu."   "Bangun bangsat."   "Ini udah bangun, malah 'adik'nya daddy juga udah bangun," ucap Jevon lengkap dengan smirk andalannya.   Tubuh Hana menegang mendengar dirty talknya Jevon. Sialan, kenapa darahnya malah berdesir ketika sang kakak menggodanya? Padahal ini pelecehan, kenapa Hana enggak keberatan? Kayanya Hana mulai sinting.   Bangsat emang, ini semua gara-gara Jevon.   "Ya bodo."   "Kamu harus tanggung jawab Hana."   "Engga—hmph!!" mata Hana membulat tatkala merasakan bibir Jevon menekan bibirnya. Tubuhnya menjadi lemas seketika, seperti akan disidang dosen.   Awalnya bibir Jevon hanya menekan bibirnya, namun lama kelamaan Jevon semakin liar. Dia menggosokan lidahnya pada luar bibirnya Hana yang masih terkatup rapat. Kemudian lelaki  itu memiringkan kepalanya ke sisi kanan dan mengigit pelan bibir bawah Hana.   "Arh." Begitu Hana meringgis kesakitan, Jevon segera memasukan lidahnya kedalam rongga mulut Hana, mengajak lidah Hana berdansa bersamanya, tak lupa lidahnya mengabsen seluruh isi mulut Hana. Hana sebenarnya sudah pasrah dan tidak berniat untuk membalas ciuman Jevon. Namun, entah ada bisikan setan darimana sehingga Hana membalas tantangan perang lidah dari Jevon dengan memutar lidahnya. Bahkan dia sampai melingkarkan kedua tangannya di leher Jevon, tangannya mendorong kepala Jevon agar memperdalam ciumannya. Hana sepertinya lebih agresif dari Jevon.   Iya. Kalau saja telpon Jevon tidak berbunyi dan Jevon tidak menjawabnya. Mungkin pagi Hana dipenuhi oleh basahnya saliva hasil perang bibir mereka.   "Ya?" kata Jevon setengah kesal ketika mengangkat telponnya.   "Lu dimana Bang?" tanya Hanif. Jevon dapat mengenal itu Hanif tanpa harus melihat nama penelponnya, menurut Jevon suaranya Hanif itu khas.   "Masih di rumah," balas Jevon.   "Cepet kesini. Disini dah rame."   "Iya bawel."   Bip!   Jevon kemudian mematikan sambungan telponnya. Ia lalu menatap Hana yang sudah memeluk gulingnya kembali.   "Han, gua reunian dulu ya?" ucap Jevon lalu mengecup telinga Hana, tak lupa ia menjilatnya. Jelas dalam hati Hana sudah memberikan berbagai macam umpatan untuk Jevon. "lu ga akan bangun?"   Hana hanya mengegelengkan kepalanya sebagai reaksi.   "Emang lu ga bakal kemana-mana gitu?" tanya Jevon lagi.   "Enggak tau, kalo mood gua keluar cari ide bersama Conan," balas Hana, dia menatap Jevon. "yaudah, pergi sana lo."   "Iya-iyaaa, jangan kangen."   "Ga mungkin gua kangen sama upil badak."   "Anjir!"   "Udah sana."   "Cium lagi dong," goda Jevon dengan nakalnya.   "Hah?" Begitu Hana menolehkan kepalanya, Jevon sesegera mungkin mencuri satu ciuman dari bibir adiknya itu. Ciuman yang singkat dan tidak seintim tadi. Namun dapat membuat jantung keduanya sama-sama berdegup kencang.   Syial.   "Jangan lupa dimakan makaroni schotel nya," kata Jevon setelah menjauhkan bibirnya dari bibir Hana. Dia mengusap kepala Hana. "i love you."   Lelaki itu lalu mengambil ponsel dan dompetnya lalu pergi. Meninggalkan Hana yang masih terdiam diatas kasurnya.   Hana memegang bibirnya sendiri.   Kadang dia berpikir kalau ini adalah hal yang salah karena Jevon adalah kakaknya, tapi Hana juga tidak bisa bohong kalau dia menyukai semua yang dilakukan Jevon padanya. Entah itu candaan garingnya, ataupun sentuhannya yang membuatnya candu.   Mau bagaimana lagi? Hana terlanjur menyukai kesalahan yang dia buat bersama Jevon, maksudnya hubungan terlarang ini.   Malah orang yang menjadi first kissnya Hana itu Jevon, itu terjadi saat Hana berumur 17 taun. Jevon juga menjadi orang pertama yang mengisi hatinya, sebelum Mark malah. Tapi tetep kan, dosa terbesar Hana adalah ketika dia dan Jevon diam-diam memiliki hubungan yang bukan seperti adik-kakak, tapi seperti perempuan dengan lelaki yang sedang di mabuk cinta. Untungnya hal terjauh yang mereka lalukan adalah seperti beberapa menit yang lalu. Jevon tidak sampai merusak segel adiknya.   Emang sih, sekarang hubungan Hana dan Jevon enggak kaya dulu--sebelum Jevon dipindahkan ke Kalimantan. Habis, perasaan Hana terhadap Jevon enggak separah dulu. Hana banyak menemui lelaki yang mencuri hatinya—seperti Mark contohnya—walaupun pada akhirnya Hana berhasil mendapatkan hatinya kembali.   Kalau Jevon sih ga tau. Tapi denger-denger dari Sewon—temannya Jevon yang juga kenal sama Hana--Jevon enggak pernah bersama perempuan ketika di Kalimantan. Malah pernah ketika Jevon mabok, Sewon mendengar nama Hana disebut terus-terusan.   Kadang Hana merasa bersalah dengan lelaki yang menyukainya. Pada Jevon juga. Karena jujur, Hana saat ini tidak punya perasaan apapun pada lelaki manapun saat ini. Bohong sih, perasaannya pada Jevon masih ada sekitar 40% lagi. "Ah udah lah, ngapain sih mikirin itu," Hana meyibak selimutnya lalu bangun dari tidurnya. Gara-gara Jevon tadi Hana jadi enggak bisa tidur dan malah lapar, kan.   "Ayo fokus cari ide yang fresh," Hana lalu mengambil ponselnya yang ada didekat laptopnya. Tapi setelah itu dia juga bangun. "sembari makan deh."     Januar lagi-lagi mengehela napasnya ketika otaknya mentok dalam merangkai kata-kata. Bibirnya berkomat-kamit layaknya dukun beranak, berharap idenya akan kembali menyapanya sehingga tugas akhir kuliah S2nya enggak terabaikan begini.   Sayangnya kenyataan enggak semanis harapan Januar. Idenya enggak kunjung kembali menyapa dirinya.   Yang ada malah ponselnya bergetar dari saku boxernya. Januar mengambil penda berbentuk persegi panjang dengan logo apel yang tergigit dibelakangnya itu.   Tadinya sih Januar mau memarahi yang menelponnya lewat line itu, tapi begitu melihat nama 'Hana❤' yang menelponnya, Januar enggak jadi marah.   Mana bisa dong marah sama gebetan sendiri?   Malah sebelumnya Januar berdehem dulu biar suaranya kedengeran jelas. "Halo, Han? Tumben nelpon?"   "Pengen aja. Lu sibuk ga Jan?"  tanya Hana dibalik teleponnya.   "Enggak kok," kata Januar dengan sedikit berdusta. Padahal mah lagi sibuk nyari rangkaian kata yang pas buat tesisnya. "emang kenapa?"   "Makan bareng yu? Sekalian nebus kesalahan gua yang kemarin. Gue stress kalo di rumah terus."   "Tapi emang elu ada salah sama gua? Seinget gue lu kemarin ga ngapa-ngapain dah Han."   "Ada Jen. Ntar aja pas ketemu gua bahas."   "Oke."   "Kalo mau bawa tugas akhir lo bawa aja. Siapa tau gua bisa bantu nyusun kata-katanya."   "Oh boleh deh. Mau ketemuan dimana?"   "Entah, lu punya saran tempat bagus yang dingin dan makanannya enak gitu?"   "Em ada sih. April cafe mau? Baru dibuka minggu kemarin. Arah dari rumah gue mau ke kampus."   "Ayo dah. Bareng ya kesananya, gua baru denger tuh tempat."   "Mau gua jemput Han?"   "Gua aja ke rumah elu, ntar kesananya bareng-bareng. Biar elu ga usah muter."   "Eh ga usah gua jemput aja."   "Engga ah, kasian elunya bolak-balik."   "Tapi Han—"   "Yaudah gua mandi dulu ya? Lu juga siap-siap. Kayanya gua sampe ke rumah lo 30 menit lagi." "Iya sayangg."   "Bye, Jen."   "Bye sayang."   Januar menutup telpon dari Hana dengan perasaan bahagia. Bahagia banget malah. Keajaiban tau pas ngedenger Hana ngajakin dia makan. Biasanya kan Hana itu males diluar. Lebih memilih memakan mie instan di apartemennya.   Dan ini Hana yang ngajakin duluan buat makan di luar. MANTAP KAN? "Yeayyy!"   Sementara Januar sedang berbahagia karena diajakin makan duluan sama sang gebetan, ada sepasang mata yang menatapnya sebal, kemudian orang itu mendecih sebal lalu membalikan badannya.   "Cih, sialan."  
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN