Part 6

1616 Kata
Seperti biasa, Rayhan nongkrong bersama Satria dan Vino, teman sesama Strongnya alias ‘strees tak tertolong’ dipojokan kelas sebelum bel sekolah berbunyi. Sebenarnya mereka itu satu kelas kecuali Vino, karena dia beda jurusan sendiri. Sekarang ini mereka berada di ruangan Rayhan, karena lagi try out jadi ruangan mereka terpisah. Rayhan bukan cowok pendiam atau rajin, yang dibilang cowok perfeck, dia itu lelaki biasa ala kadarnya dan tidak telalu tampan apalagi jelek. Manis. Rayhan itu orangnya manis dengan alis tebal dan bibir agak sedikit pink alami. Rayhan tidak suka merokok layaknya temen-temannya, bahkan kadang kala ia di bully oleh Satria dan Vino gara-gara nggak doyan rokok.Pernah suatu hari Rayhan mencoba untuk merokok, kerena ajakan salah satu teman se-gengnya. Baru menghisap sedikit ia langsung muntah-muntah, sontak saja teman-temannya langsung tertawa. Dan sejak insiden itulah ia menjadi bahan guyonan teman-temannya. “Han, kok semalem lo nggak ikut nimbrung kita di grup sih?” Satria menarik bangku sebelah Rayhan yang kosong. “Hp gue ketinggalan dirumah Nyokap.” “Lha? Emang lo semalem kemana? Hp pake ditinggal segala.”Vino ikut nimbrung sambil ngupil dan dilemparin kesembarang arah. Sedangkan Rayhan langsung menegang. karena di rasa dia telah salah ngomong. ‘Lha? Iya-ya. Kemarin meraka kan nggak ada yang tahu kalau gue married. duh salah ngomong lagi’ “Han. Malah bengong, ngelamunin apa lo?! Jangan bilang hp nya disita gara-gara ketahuan nonton yang iya-iya, ayo ngaku nggak lo.” “Anjiir. Emang gue kayak lo apa. Ya pasti nggak lah. Maksudnya hp gue itu disita Nyokap, gara-gara lupa nggak jemput Kak Nabila.” Rayhan beralasan agar temannya tidak curiga. “Kakak lo yang cantik itu udah pulang ya? Asyiik bisa main kerumah nih, biar bisa liat Kak Nabila.” Mampus. Rayhan langsung menoleh kearah Vino. Mau digebukin bokapnya apa, baru satu hari nikah udah main sama temen-temennya nggak pulang-pulang. Bukan masalah ya buat Rayhan kalau kawannya ingin main kerumah, tapi mereka kalau udah main nggak inget waktu. Udah lama pake banget lagi. Kalau dulu sih nggak apa-apa, nginep juga terserah. Tapi kali ini itu beda, dia udah tinggal sama mertuanya, kalau dia nggak pulang-pulang yang ada dia biru-biru lagi sama Bokapnya. Tapi itu tidak sepenuhnya benar, karena hanya imajinasi Rayhan saja. Bokapnya tidak segarang itu. “Nggak ah, kasian Kakak gue, ntar dia mencret lagi gara-gara liat kalian.” “k*****t lo. Di kata kita bakteri apa, bisa bikin orang mencret.” Vino nendang kaki Rayhan tidak terima. “Bukan bakteri tapi peranakan kuman. Ha...ha...ha...” Rayhan ngakak nggak jelas, yang membuat mereka jadi bahan tontonan satu kelas. Hal itu membuat Vino dan Satria langsung mengabsen seluruh penghuni kebun binatang. “Udah ah, gue mau balik, makin s***p gue ngeladenin si Rayhan.” Satria beranjak dari duduknya dan disusul dengan Vino. “Gue juga, ilfil lama-lama deket sama dia.” Rayhan tidak menghiraukan mereka, dia masih ngakak memegangi perutnya, mencoba menetralkan tawanya supaya bisa berhenti. “Eh, tapi sorry lho ya, gue nggak bisa kalau main sekarang, lain kali aja lah.” Rayhan mencoba sedikit berteriak agar Vino dan Stria yang sudah melewati pintu kelas bisa mendengar, dan hal itu direspon oleh Satria yang mengangkat jari jempolnya. *** “Han, nggak main dulu sama kita?” “Nggak, gue mau langsung pulang.” “Lo kesambet apa sih, Han? Tumben amat langsung pulang, biasanya juga ngacir dulu ama kita-kita.” Vino merasa heran dengan perubahan sikap Rayhan hari ini. “Tadi pagi gue dikejar kuntilanak, Vin, gara-gara minjem paku nggak gue balikin, makanya sekarang rada aneh. Lagian, lo tuh nggak usah heran, deh. Harusnya lo tu syukur karena temen ada perubahan. Ini malah dikatain kesambet.” Vino nyengir nggak jelas sambil nyenggol Satria, entah perkataan Rayhan yang ngawur atau karena apa, sedangkan Satria malah bergidik ngeri karena kelakuan aneh Vino. “Han, kayaknya kesambet kamu nular deh.” “Kok bisa?” “Lihat tuh, kelakuan Vino makin nggak waras dia— Adaww!” Vino menjitak kepala Satria sambil melotot tajam. “Enak aja lu kalau ngomong. Mulut nggak pernah makan bangku sekolah apa?!” “Satria mah nggak pernah makan bangku sekolah, dia kan sukanya makan cabe-cabean.” Kalau ini yang ngomong Rayhan, dengan sejuta bon cabe di mulutnya mangkannya nggak heran kalau ngomong biasa pedes. “Lu, Han. Level bon cabe dikurangin dikit napa.” Rayhan hanaya terkikik mendengar gerutuan sahabatnya. “Eh, tunggu deh. Kayaknya ada yang aneh hari ini, tapi apa ya?” Satria menngerutkan keningnya, berfikir karena merasa ada keanehan diantara mereka. “Lo lupa nyukur bulu ketek mungkin.” Kalo ini sudah tidak diragukan lagi siapa yang berbicara, sudah pasti Vino, yang otaknya tinggal separo. Memang sih diantara mereka yang sering asal ngomong nggak wajar itu Vino. Mengherankan memang, dia itu anak IPA, yang biasanya dikatain paling serius, tapi tidak bagi Vino, entah kesurupan apa dia bisa masuk kesana. “Anjiir. Lo kalo ngomong asal ceplos aja Vin, emang lo tahu bentuk bulu ketek gue apa?” “Taulah, bentuk hati yang terbelah dua, keriting lagi.” Vino tertawa ngakak, dan langsung dihadiahi jitakan dikepalanya. “Setan lo, Sat. Sakit tau!” Vino mengusap kepalanya yang tadi dijitak Satria. “Makanya kalo ngomong itu difikir dulu. Gue lagi serius nih!” Satria bersedekap tangan dan memasang muka serius sambil bibirnya di monyong-monyongin. “Nggak usah pada berantem deh lo pada, lo juga nggak usah sok mikir deh Sat, kayak pernah serius aja. Lagi pula nggak akan jadi pertanyaan kubur, ngapain lo pusing-pusing. Udah ah, gue mau cari angkutan, udah rindu gue ama hp kesayangan.” Rayhan berjalan meninggalkan kedua temannya. Sedangkan Satria dan Vino saling pandang karena menemukan keanehan yang tadi diomongin Satria. “Eh Han, motor lo mana?!” Vino bertanya sedikit berteriak agar Rayhan bisa mendengarnya. “Gue gadein buat modal nikah, makanya sekarang lagi nyari angkutan!” Rayhan menjawab ngawur, walau yang diomongin tidak sepenuhnya dusta. Dia memang sudah menikah. “Ha...ha...ha... imajinasi lu makin nggak masuk akal, Han. Emang siapa cewek yang mau nikah sama lo? Hati-hati kalau naik angkot ntar lo dikira hamil lagi, gara-gara muntah-muntah ngirup asep rokok.” Satria teriak-teriak nggak jelas disamping kuping Vino, membuat sang empunya kuping langsung ngekepin telinganya. Sedangkan Rayhan tidak menghiraukan, dia tetap berjalan mencari angkutan yang lewat, tapi dari tadi nggak ada satupun angkutan yang mau berhenti, karena penuh semua. Sebenarnya Rayhan pulang cepet bukan karena mau mengambil hp dan motornya saja, tapi karena suruhan Papanya, yang katanya ada hal penting yang mau disampaikan. Setelah satu jam menunggu, akhirnya ada juga angkot yang berhenti. Rayhan pun segera menaikinya, dan duduk di bangku paling belakang. “Baru pulang sekolah ya, kak?” Cewek yang tengah duduk di sampingnya bertanya sambil tersenyum. ‘Kagak, abis ngerampok tadi, terus naik angkot, biar nggak dikejar polisi.’ Rayhan membatin dalam hati. Nggak mungkin lah dia ngomongin secara langsung. Meskipun sering ceplas-ceplos kalau ngomong, Rayhan masih punya hati, mana mungkin menyakiti hati perempuan yang telah tersenyum kepadanya. “Iya.” Rayhan menjawab pendek. Sependek hewan tinggi, tau kan hewan itu, yang ngisep darah, hidupnya di kasur, eeknya warnanya item. Yang nggak tahu cari di mbah google aja deh. Soalnya itu mbah-mbah biasanya tahu segalanya. Mendengar jawaban Rayhan yang pendek membuat gadis itu tidak bertanya lagi, mungkin dia sudah tahu kalau itu kode, bahwa yang diajak bicara enggan mengobrol. Setelah satu jam berada di dalam angkot, mendengar sopir angkot teriak-teriak nyari penumpang, di tambah lagi badan udah nempel di kaca jendela gara-gara angkutan udah penuh, tapi masih aja masukin penumpang. Kalau udah begini, Rayhan berasa kayak berada di iklan-iklan minuman yang lagi kegerahan. Tapi bedanya, yang ini nggak ada yang ngasih minuman. Akhirnya Rayhan sampai juga di depan komplek rumahnya, setelah berdesak-desakan didalam angkot. “Lho dek, nggak salah turun kau itu?” Sopir angkot itu bertanya dengan suara khas bataknya. “Nggak Bang. Emang kenapa?” “Itu kan perumahan orang kaya, mana mungkin naik angkot. Salah turun lah kau itu.” “Nggak Bang, gak salah turun, cuman salah naik Hehehe. Mari bang.” Rayhan mengangguk sopan. Mencoba bercanda, kemudian berjalan meninggalkan sopir angkot yang tengah bingung dengan omongannya barusan. Rayhan langsung membuka pintu rumah. Begitu masuk, ia sudah melihat Kakaknya  sedang menonton televisi sambil memakan cemilan di pangkuannya. Lelaki itu segera menghempaskan tubuhnya disamping kakaknya, sontak saja membuat Nabila langsung menoleh kearahnya. “Lho? Pengantin baru kok udah balik kerumah. Mana nggak ngajak istrinya lagi, nggak kasian apa?” Mendengar celotehan Kakaknya, matanya yang tadi sempat terpejam kembali terbuka dan melirik Nabila tajam. “Apaan sih, Kak? Nggak jelas banget.” Rayhan menggerutu kesal. Nabila tertawa. “Biasa aja kali, Han. Semalem nggak di kasih jatah sama Aira ya?” Rayhan yang merasa kesal, segera melempar bantal sofa kearah Kakaknya, yang dibalas dengan kekehan yang semakin keras. “Mending Kakak cepet balik deh. Bikin kesel aja.” “Yakin nyuruh Kakak balik? Ntar kalau Aira ikutan balik, tidurnya nggak ada yang ngelonin lho.” Rayhan yang sudah kepalang kesel, segera memasukan tangannya ke ketiak, setelahnya ia mengusapnya kehidung Nabila. “Hooeek. Kamu jorok banget sih, Han. Mana bau asem lagi!” Nabila segera mengusap hidungnya kasar, sambil menggerutu kesal. Sedangkan Rayhan malah tertawa terpingkal-pingkal sambil memegangi perutnya yang langsung dihadiahi Kakaknya dengan jitakan dikepalanya. Tawa Rayhan berhenti, ia mengusap kepalanya yang tadi terkena jitakan Nabila. “Lagian, Kakak sih yang mulai. Rayhan itu capek, Kak. Semalem bergadang gara-gara nggak bisa tidur. Harus adatasi. Paginya try out, nyari angkutan susah waktu pulang. Di tambah lagi Kakak yang rese, nyebelin, hidup lagi. Untung cantik, ka—” “Eh! k*****t kamu, Han. Ngatain Kakak seenaknya, kalau bukan karena Kakak,ng gak bakalan kamu nikah sama Aira.” “Lha itu, Kakak tahu, siapa biang keroknya.” “Itu bukan biang kerok, tapi anugrah buat kamu, yang artinya jodohmu bisa dipercepat. Harusnya kamu tuh berterima kasih sama Kakak.” Nabila berpendapat, tetap tidak mau kalah. Beginilah mereka, kalau dirumah selalu bertengkar. “Dih, ngapain harus terima kasih. Lagian ya—Eh,Papa?” Omongan Rayhan terhenti, saat melihat Papanya baru memasuki rumah. Karena memang ini tujuannya mendatangi rumah orangtuanya. “Udah lama, Han?” “Nggak kok, Pa. Rayhan baru sampai. Ada apa ya Pa, kok nyuruh Rayhan datang kerumah?” Haris mengambil duduk diantara kedua anaknya. Lalu memandang Rayhan dan Nabila bergantian. “Kalian habis berantem?” Baik Rayhan maupun Nabila tidak ada yang menjawab. Kebiasaan kalau mereka lagi bersiteru. Haris menghembuskan napas perlahan. “Kalian itu udah pada gede, masih aja berantem. Nabila, kamu itu lebih tua, harusnya bisa mengalah sama adikmu. Kamu juga, Han, udah punya istri, masih aja suka godain Kakak mu.” Baik Rayhan maupun Nabila hanya menunduk mendengar nasihat Haris. “Oh, iya Pa. Tadi pertanyaan Rayhan belum dijawab lho. Kenapa Papa nyuruh Rayhan datang kerumah?” Rayhan kembali bertanya mengingat pertanyaannya yang tadi belum di jawab sang Papa. “Jadi gini, Han—” “Assalamu’alaikum.” Perkataan Haris langsung terputus, begitu melihat Mamanya yang baru memasuki rumah mereka. “Mama!” Pekik Nabila kaget dan langsung menghampiri Riana. ***
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN