Angga termenung memikirkan perkataan Aila tempo hari. Ia seakan tersadar karena tamparan ucapan Aila. Seharusnya ia ingat bahwa Aila adalah sahabat yang selalu ada disaat kondisi apa pun menyerangnya. Ah, tidak. Kebanyakan Aila menemaninya disaat ia sedang membutuhkan seseorang. Dan disaat ia bahagia, ia lupa akan Aila. Padahal mereka bersahabat sudah lebih dari lima tahun. Angga menarik rambutnya. Ia merasa bodoh, ah lebih dari bodoh. Ia adalah laki-laki breng-s*k dan tidak tahu diri. Kapan terakhir kali ia dan Aila saling melemparkan candaan? Kapan ia meluangkan waktunya untuk mendengarkan keluh kesah Aila? Aila yang selalu ada untuknya. Aila yang dengan tulus selalu menemani Rena kala putrinya itu ingin bermain. Getar handphone Angga menyadarkannya dari kesemrawutan pikirannya. Ia m

