S E P U L U H

1057 Kata
"Tumben lo ke sini pagi-pagi gini, ada apa?" Salma merebahkan diri di ranjang milik sahabatnya - Naya yang sekarang sedang repot mengurusi buah hatinya yang baru berumur dua bulan. Setelah menikah, Naya memang sudah jarang hangout berdua dengan Salma. Apalagi sekarang setelah memiliki anak hasil dari pernikahannya dengan mantan bosnya. Dia super sibuk sampai di chat pun terkadang baru dibalas setelah beberapa jam. Salma juga tahu diri jika ingin mengajak Naya keluar. Dia lebih memilih langsung datang ke rumah sahabatnya daripada janjian bertemu di luar. Lagipula Naya juga pasti akan menolak jika diajak bertemu di luar, anaknya butuh dirinya dan tidak mungkin ditinggalkan sendirian. "Ngga papa, gue lagi kangen aja sama si kecil. Eh, udah bisa apa aja anak lo?" "Dia baru dua bulan Nyet, yakali ditanyain udah bisa apa aja." Salma menggaruk kepalanya yang tidak gatal. "Ya sori, gue kan gatau." "Makanya cepet nikah, biar bisa punya anak." "Ngga perlu nikah juga bisa punya anak kok." Salma mengedipkan sebelah matanya, menggoda Naya. "Heh! Sembarangan banget lo kalo ngomong!" Salma tertawa. "Lagi deket sama cowok mana ko sekarang? Belum ada yang bikin lo sreg gitu?" Salma mengendikkan bahu. "Lo niat nikah gak sih! Umur udah mau kepala tiga masih aja main-main sama cowok. Cepet tobat lo, keburu tua nanti." "Ah, lo mah kayak nyokap-bokap gue, nasihatin soal nikah mulu! Panas kuping gue dengernya." "Gue bukannya mau sok bijak nasehatin lo supaya cepet nikah, atau apalah. Sebagai sahabat, gue juga pengin lo bahagia, Sal. Gue khawatir sama kelakuan lo yang ngga pernah serius sama cowok. Di umur yang udah ngga muda lagi harusnya lo tau apa yang harus lo lakuin sekarang. Udah bukan waktunya lagi lo seneng-seneng. Udah cukup. Saatnya lo cari orang yang bener-bener serius dan mau diajak hidup bersama sampai tua." "Iya, gue tau kok maksud lo. Makanya gue ke sini mau cerita sesuatu." Naya menaikkan sebelah alisnya. "Cerita apa?" "Gue dijodohin nyokap sama anak temennya." "Terus?" "Gue nolak dia." "Udah gue duga si." Naya menghela napas. "Tapi dia tiba-tiba datang ngasih penawaran ke gue." Salma melanjutkan ceritanya. "Penawaran gimana maksudnya?" "Jadi sebelumnya gue pernah ketemu dia di bar. Dia yang nolongin gue waktu gue muntah-muntah habis mabok." Salma menjeda kalimatnya. "Dan malam itu gue terlibat accident sama dia." "Accident apaan?" "You know lah. Kami berhubungan panas malam itu." "WHATTT??!" Suara tangisan bayi terdengar setelah suara teriakan Naya menggema di ruangan itu. Dengan sigap Naya segera menenangkan buah hatinya sambil dengan rasa menyesal karena sudah mengganggu tidur putra kecilnya itu. "Lo sih, jadi bangun kan anak gue." Naya menyalahkan Salma. "Lah, kok jadi gue anjir. Orang yang teriak juga elo." "Ya lo ngasih kabar yang bikin jantung gue copot. Hubungan panas apa coba, lo udah jebol?" Mereka kembali melanjutkan obrolan setelah Naya berhasil menidurkan kembali anaknya. "Nggak lah! Ngga sampai kebablasan, cuma foreplay doang." "Terus gimana jadinya?" "Ya gitu, paginya gue ninggalin dia di kamar hotel karena malu setengah mati. Lo bayangin aja, gimana shock-nya gue, bangun-bangun udah hampir naked." "Lagian lo kenapa sih, bisa sampe hampir keblabasan gitu. Biasa juga mentok-mentok kiss di lantai dansa doang ngga sampe booking kamar." Salma mengibaskan tangannya. "Entahlah, hari itu gue juga ngga tau akal sehat gue lagi ditaro di mana sampe bisa kebawa nafsu. Dan lo tau ngga puncak komedinya dimana?" "Apa?" "Gue ketemu dia lagi di kantor gue dan dia jadi klien gue sekarang. Apa ngga gila tuh, dari sekian banyaknya kantor konsultan pajak di Jakarta, kenapa gue harus dipertemukan dengan klien yang punya riwayat buruk sama gue." "Itu namanya permainan takdir, Sal. Semesta tuh lagi becandain lo, awas aja kena karma lo sama dia." "Karma maksudnya?" Naya mengendikkan bahu. "Ya bisa aja kan, setelah ini lo jadi bucin banget sama dia." Salma tertawa mendengar perkataan Naya. Bucin katanya? Yang benar saja! Seorang Salma Pangesti yang memiliki predikat penakluk para pria bucin dengan Ardan? It's impossible thing! "Lo ngelawak ya? Yang bener aja gue bucin sama orang itu. Ya nggak mungkin lah!" "Jangan bilang gitu, awas aja kalo lo jadi bucin sama dia." "Nggak, nggak akan pernah!" ucap Salma yakin. Naya memilih tak berkomentar dan memilih untuk menanyakan hal lain. "Jadi sekarang hubungan lo sama si pria bar itu gimana?" "Nah itu, setelah beberapa pertemuan, gue seolah di prank sama semesta. Kebetulan-kebetulan yang entah disengaja atau engga terus berdatangan. Bikin gue mau ngga mau jadi harus terus berurusan sama cowok itu. Terakhir kali dia ngasih penawaran ke gue. Dia minta waktu enam bulan buat bikin gue jatuh cinta sama dia. Sebagai imbalannya, gue boleh manfaatin dia sepuas gue dan dia bakal turutin apa pun kemauan gue. Gila gak tuh!" "Anjir, fix banget dia udah tergila-gila sama lo, Sal!" Naya menganga mendengar cerita Salma. "Terus lo terima tawarannya?" Salma mengedip genit. "Why not? Dilihat dari segi manapun itu menguntungkan bagi gue. Jadi, selagi gue belum nemu om-om tajir yang bisa menghidupi gue tujuh turunan, gue bakal ngeladenin dia." "Anjir sih lo! Otak kriminal lo selalu dapet, dasar!" Salma tertawa. "Dia yang nawarin. Gue mah fine-fine aja selagi itu ngga merugikan." "Tapi jujur deh sama gue Sal. Lo ada interesting ngga ke dia? Dia pasti ngasih effort 'kan, buat deketin lo selama ini. Perasaan lo ke dia gimana?" Salma diam sejenak mendapat pertanyaan dari Naya. Pertanyaannya cukup simpel, tapi butuh waktu lama bagi Salma untuk menjawabnya. Hatinya seperti ingin berkata iya, tapi otaknya menyangkal hal itu. Dua organ itu saling menyangkal satu sama lain, seakan mempertahankan ego-nya masing-masing. "Sal, lo denger gue nggak?" Naya mengguncang bahu sahabat yang masih terdiam sejak Naya melontarkan pertanyaan pada Salma. "Denger kok, denger. Gue nganggep ini have fun aja sih, soal interest atau enggaknya, gue belum bisa nentuin. Intinya gue happy ngejalanin ini." "Apapun itu, gue bakal dukung lo dan soal perasaan lo ke cowok itu, cuma lo dan hati lo yang tau. Pesen gue cuma satu, jangan sampai lo nyesel karena lo ngga jujur sama diri lo sendiri. Apa pun itu lo juga harus sekali-kali ngutamain perasaan lo dibanding logika yang selama ini lo jalani." Salma terdiam mendengar kata-kata Naya. Jujur saja perkataannya itu benar-benar mengusiknya saat ini, membuat otaknya bekerja dua kali lipat lebih ekstra hanya untuk memikirkan sesuatu yang seharusnya tak perlu dia ambil pusing. Entahlah, kenapa segala hal yang berhubungan dengan Ardan selalu berhasil membuat Salma tak tenang. Seakan pria itu memiliki sihir yang mampu membuat Salma terfokus hanya untuk memikirkan pria itu. ***
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN