09 PATH 09

1106 Kata
"Alam memiliki kekuatan untuk menyembuhkan karena itu adalah tempat kita berasal, itu adalah tempat kita berada dan itu milik kita sebagai bagian penting dari kesehatan kita dan kelangsungan hidup kita." - - Nooshin Razani.   “Telapak tanganmu sudah ditanami cip yang dapat kamu gunakan untuk membuka pintu kamarmu dan mengakses beberapa mesin lainnya. Cobalah.” Todd menunjuk kotak pemindai di sebelah kanan pintu kamar. Kutempelkan telapak tanganku ke kotak pemindai. Terdengar bunyi bip diikuti aliran hangat merayap hingga pergelangan tanganku. Terdengar bunyi bip satu kali lagi, lalu pintu kamar terbuka. Aku masuk tanpa bisa menyembunyikan perasaan kagum. Ruangan itu berwarna dominan abu-abu. Di kanan pintu ada kamar mandi, persis seperti yang ada di klinik. Di seberang kamar mandi ada lemari yang telah terisi beberapa pakaian berwarna hitam dan putih. Masuk ke area yang lebih lega, sebuah tempat tidur menyambut. Area ini dilengkapi sebuah meja dan monitor setara televisi 30 inchi. Yang paling membahagiakanku, ransel dan jaketku menanti di atas tempat tidur. Aku langsung memeriksa isinya. Masih utuh dan lengkap. Bagian yang mestinya robek atau rusak sudah kembali utuh. Dua botol air cadangan masih penuh di saku kanan dan kiri ransel. “Todd, cobalah air ini.” Dengan ragu Todd menerima botolku. Ia mengambil gelas seukuran sloki espresso dari atas meja dan mengambil air dari botolku. Ia minum dan terpaku. Matanya ke arahku, tetapi tidak menatapku. Ia tengah menganalisis air yang diminumnya. “Beda kan, dengan air hasil sintesis?” tanyaku. Todd termenung, lalu mengangguk. Matanya nanar menatap gelas seolah tidak percaya dengan apa yang baru saja terjadi. Jakunnya turun naik seiring sorot mata yang meluap penuh rasa ingin tahu. Rahangnya mengeras seolah tengah bertekad kuat akan sesuatu. Sebagai peneliti dalam versiku, aku yakin dia sangat hebat. Semangatnya itu bakal membuatnya tidak berhenti berpikir dan menemukan penyelesaian atas masalah-masalah yang mereka hadapi. Dia terlihat sangat hebat. Kuletakkan kedua botol di atas meja. Kupikir, sebelum aku berhasil menemukan sumber air, aku harus menghemat air beneran ini. “Kamu selalu membawa botol besar begitu saat perjalanan?” tanya Todd. “Botol besar, tidak. Tetapi aku selalu bawa walau sedikit. Kalau perjalananku waktu itu, durasinya cukup panjang dan aku tahu sumber air masih jauh. Jadi kami harus membawa bekal air minum dalam jumlah yang cukup.” Todd mengangguk. Ia terus menatapku yang mengeluarkan buku catatan harian, kemudian dompet, dan HP. “Apa itu?” yang ditunjuknya justru dompet. “Ini dompet, tempat menyimpan uang, kartu, juga beberapa hal lain.” Kutunjukkan isi dompetku. “Uang?” “Ya.” Kuambil selembar pecahan lima puluh ribuan. Todd menerimanya kemudian meneliti konten uang itu. “Kulihat kalian sudah menggunakan uang digital. Kenapa masih menyimpan yang seperti ini?” “Di gunung tidak ada sinyal. Uang digital tidak akan bisa digunakan. Lagipula, orang-orang yang tinggal di sekitar gunung juga tidak mengenal alat komunikasi. Itu juga berlaku di banyak tempat. Jadi kami tetap menggunakan uang seperti ini. Bagaimana dengan kalian?” “Kami serba logam.” Todd mengeluarkan beberapa buah logam dari saku jaketnya. Ada yang berukuran sangat kecil, ada yang besar. Kedua sisinya memuat wajah seseorang. Kupicingkan mata. Rasanya aku mengenal wajah itu. “Ini mata uang di tempat Erland. Path 09 tidak menggunakannya, karena kami bekerja sesuai tugas. Kita di sini hidup bersama, tidak ada gaji untuk kerja kita, juga tidak ada biaya sewa kamar atau biaya hidup lainnya. Semua boleh menikmati fasilitas apapun, tetapi semua juga harus bekerja sesuai tugasnya.” “Kalian tidak pernah membeli apapun?” “Tidak ada yang perlu dibeli di Path 09.” Kuanggukkan kepala. “Kalau itu?” ia menunjuk fotoku bersama Mama. Aku merasa dingin saat melihat foto itu. Kuserahkan padanya. Todd mengamati dengan intens. “Ini fotoku bersama perempuan yang melahirkan aku. Bagiku saat ini, dia adalah satu-satunya keluarga yang kumiliki.” Todd terdiam. Aku mendadak sadar ini materi sensitif. Sejauh ceritanya tadi, mereka tidak memiliki orangtua di tempat ini. Jadi aku memilih berhenti dan mengalihkan perhatianku sendiri. “Apakah menyenangkan memiliki orangtua?” tanyanya. Nafasku tertahan. Aku menatap Todd yang juga menatapku. Ia bersungguh-sungguh. “Aku sudah merindukan Mamaku saat ini. Biasanya, saat aku sakit Mama selalu menunguiku. Aku tahu ia seringkali tidak tidur semalaman saat aku demam tinggi. Itu sempat membuatku frustasi saat bangun di klinik tanpa menemukan Mamaku. Kami seperti teman, Todd. Rasanya aku sangat kehilangan.” Todd menghela nafas berat sambil menunduk menatap sepatunya. Satu demi satu rambut depannya berjatuhan menutupi kening. Eh. Kugelengkan kepala. “Boot yang keren,” ucapku. Todd melangkah menuju kursi di dekat jendela. Ia duduk menatap kejauhan sambil merenung. Kuteruskan merogoh isi ransel. Kali ini keluarlah biskuit kemasan tunggal. Bukan aku tidak cinta lingkungan. Aku menggunakan kemasan tunggal yang bisa dicuci sehingga dapat dipakai berkali-kali. Kemasan ini juga hemat tempat sehingga layak menjadi andalan pendaki sepertiku. Kubuka salah satu kemasan. Kutunjukkan kepada Todd. “Ini makanan beneran, Todd. Cobalah.” Todd menatap bungkusan yang kuletakkan di atas meja. Ia mengambil sebuah biskuit, lalu menatapku dengan pandangan ragu. Aku mengambil satu biskuit juga, lalu kugigit dan kukunyah. Kutunjukkan bagaimana aku menelannya. Todd mengikuti apa yang kulakukan. Ia mengunyah dengan pelan, seolah berusaha mengenali aneka bahan penyusun biskuit itu. Rasanya jadi terharu. Kumakan sisa gigitanku, lalu kuakhiri dengan minum air. Todd mengikuti apa yang kulakukan. Ia terlihat bingung. “Bagaimana? Kamu suka?” “Renyah. Manis. Rasanya seperti karbohidrat.” “Memang dia dibuat dari tepung, sumber karbohidrat. Kamu baru pertama kali makan biskuit?” Todd mengangguk. Aku senyum. Kuedarkan pandangan pada isi kamarku. “Jadi, apa fungsi layar ini?” tanyaku. Todd tersadar dari keheranannya. Ia berfokus kembali kepadaku. “Kami juga punya siaran program. Kamu bisa memantau siaran dari Erland di stasiun 1. Stasiun 2 menayangkan kegiatan fisik yang harus dilakukan penduduk negeri ini. Stasiun 3 tentang pola hidup sehat. Stasiun 4, rahasia, adalah stasiun Path 09. Tidak selalu ada siaran, tetapi kamu bisa memantau banyak hal di sana.” “Oke. Akan kulihat nanti.” Kuedarkan pandangan ke langit-langit ruangan. “Apakah ada kamera tersembunyi di sini?” “Ada. Petugas khusus kami bertugas setiap saat memantau kegiatan anggota Path 09. Jadi kusarankan untuk berganti pakaian di kamar mandi.” “Aku paham.” Todd tersenyum. “Aku harap kita bisa melakukan banyak hal untuk memberi harapan baru kepada negeri ini, Rea. Kami menginginkan kondisi yang lebih baik. Semoga kamu mau berbagi ilmu kepada kami.” Aku melangkah mendekati jendela. Pemandangan di luar tidak jauh berbeda dengan pemandangan dari jendela klinik. Yah, tidak heran. Pohon dari pabrik yang sama. “Aku masih tidak mengerti. Jika alam kalian begitu rusak, lalu darimana kalian mendapat bahan baku berbagai pabrik? Darimana energi kalian untuk berbagai keperluan? Mengapa air saja harus disintesis? Tidakkah kalian mendapatkan hujan?”   
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN