Walaupun kita pergi mencari keindahan alam, janganlah lupa membawa keindahan diri kita, atau kita tidak akan pernah menemukannya.
(Robert.W. Emerson)
“Apa maksudnya tukang jamah?”
Pertanyaan yang membuatku speechless.
“Kamu tadi tertawa. Aku pikir kamu mengerti?”
Todd mengangkat bahu.
“Aku tertawa karena istilah itu lucu. Aku mengenal kata-kata itu, menganggapnya lucu, tetapi jujur saja aku tidak memahami maksudnya.”
“Maksudmu, kosakata tukang dan jamah itu ada di tempat ini. Tetapi istilah tukang jamah tidak dikenal?”
“Iya. Semacam itu.”
Aku berdiam sejenak. Bisa saja sih di sini tidak ada tukang jamah. Kan menyentuh orang lain saja dilarang. Apakah ini jenis pandemi yang pernah muncul. Ataukah akal-akalan pemimpin untuk menakut-nakuti rakyatnya? Entahlah.
“Jadi, apa maksudnya tukang jamah?”
“Itu istilah untuk seseorang yang suka menyentuh orang lain. Kalau perempuan, terutama suka menjamah pria.”
“Di sini, bisa saja gadis itu mendapatkan hukuman. Apalagi jika terbukti dia menularkan virus berbahaya melalui sentuhannya.”
Kami tertawa.
“Apakah terbukti adanya virus itu?”
“Sejauh aku tahu, tidak pernah. Tetapi ajaran itu sudah mengakar ke kami semua. Walau tempat ini steril, tetap saja itu menjadi kebiasaan.”
Kuanggukkan kepala.
Kami terus melangkah menuju lift.
“Aku yakin tetap ada suatu mekanisme pengaturan yang kalian rahasiakan dariku.”
“Mengapa begitu?” Todd menatapku sambil berdiri santai dua meter dari pintu lift.
Kudongakkan kepala menantang tatapan matanya.
“Dengan seragam yang sama, mana bisa tiba-tiba saja lift mengenali kamu mau ke lantai ini, kemudian ke lantai lain. Aku yakin ada pengaturan sebelum semua dilaksanakan. Jika tidak, kamu menyembunyikan caramu mengatur tujuan lift.”
Todd tertawa senang.
“Aku suka kritis dan logikamu.”
“Ayolah. Aku bakal menghuni tempat ini entah berapa lama. Aku perlu tahu cara kerja kalian.”
“Baiklah. Baiklah. Lagipula aku tidak ingin harus mengawalmu ke mana saja.”
Todd meraih lengan kananku. Pada lengan baju, tepat di belakang pergelangan, ada bagian yang bisa dibuka dan terisi enam tombol. Todd menjelaskan fungsi masing-masing tombol.
“Aku boleh mencobanya?”
Todd mengangguk. Kutekan tombol satu. Lift di depan kami membuka. Kami masuk dan pintu lift menutup. Aku tersenyum sendiri melihat lift bergerak menuju lantai satu, sesuai perintah yang kuberikan.
Dinding logam lift memantulkan wajah Todd yang jelas terlihat tengah menyembunyikan senyumnya.
“Jangan ditahan. Tertawalah saja. Daripada jadi gas,” godaku.
Todd memiringkan kepala.
“Jadi gas?”
“Iya. Terkadang kalau kita menahan tawa, perut jadi tegang. Akibatnya gas di dalam perut terdorong menuju pintu pembuangannya.”
“Ahh. Aku paham.”
“Hmm, dengan makanan seperti itu, apa kalian juga membuang gas?”
“Bentuk makanan itu hanya modifikasi saja untuk efisiensi. Hasilnya sama saja. Tetap ada residu dan gas yang setiap periode harus dibuang.”
Kuanggukkan kepala.
“Biasanya saat membicarakan hal ini dengan cowok, aku merasa jijik. Kenapa membicarakannya denganmu jadi terasa sangat saintifik, ya?”
Todd tersenyum. Pipinya merona.
Tidak lama kemudian, pintu lift membuka. Mataku langsung disambut berbagai kesibukan. Mulai anak-anak muda seumuran atau lebih muda dari Todd yang hilir mudik dengan tugas masing-masing.
“Ada apa saja di lantai ini?” tanyaku.
“Ini bengkel kami.”
Aku melihat bengkel yang tengah sibuk membuat berbagai peralatan. Mulai alat transportasi individual, hingga mobil canggih seperti yang telah digunakan trio menjemputku dari klinik menuju ke tempat ini. Mulai dari sepeda tanpa roda hingga sepeda statis penghasil listrik.
Percikan api mewarnai berbagai sudut selagi mereka menyambungkan logam. Beberapa sedang mencoba hasil kerjanya. Sebagian lain sibuk membuat catatan-catatan.
Bagiku, catatan besarnya adalah tidak ada yang gemuk di tempat ini. Kalaupun memiliki badan besar, perutnya rata dan berotot. Sebagian besar memiliki postur tubuh tinggi dan langsing seperti orang yang sedang berjalan bersamaku.
“Dengan pola makan harian kita yang sangat berbeda, apa kalian juga meneliti mekanisme kerja organ pencernaan kalian? Aku jadi ingin tahu apakah ada perbedaan dengan milikku?”
“Organ tubuh manusia tidak ada perubahan dari waktu ke waktu. Hanya saja di sini makanan diefisiensikan, sehingga kebutuhan nutrisi terpenuhi, tetapi tidak banyak residu. Anak-anak tumbuh dengan baik.”
“Yahh, aku bisa melihat itu.”
Todd membawaku ke laboratorium 3, tempat kerjanya.
“Kelihatannya, kamu seorang peneliti, Todd?”
Todd tersenyum tipis, kemudian menempelkan tangannya ke pemindai. Pintu laboratorium membuka.
“Aku tidak bisa menyebut diriku peneliti, karena bisa jadi yang kamu maksud peneliti tidak sama dengan yang kami sebut peneliti di sini.”
Kuangkat bahu.
“Apa yang kamu kerjakan di sini?”
“Aku merancang alat baru, membuatnya, mencobanya hingga bisa dioperasikan. Terkadang aku mendapat tugas memperbaiki alat atau membuatnya lebih baik. Aku mengajakmu ke sini, karena di ruangan ini, tersimpan mesin transportasi. Aku mengambilmu dari sini.”
Pandanganku langsung mengarah ke mesin berbentuk silinder di tengah ruangan. Tidak kulihat pintu dari mesin itu, tetapi ada kode digital di salah satu sisinya. Aku melihat adanya goresan-goresan di permukaan luar mesin. Goresan itu berwarna sedikit kehijauan, seperti tergores tumbuhan.
“Apakah alat ini muncul di dekatku saat itu?”
“Bagaimana kami mengambilmu jika alat ini tidak muncul di sana?”
Kuangkat bahu. Aku menatap berbagai layar dan panel tombol di sekitar mesin transportasi.
“Apa kamu memantau apa yang kulakukan sebelum mengambilku?”
Todd mengajakku mendekati salah satu layar. Ia menekan beberapa tombol. Layar itu jadi memuat empat video. Di satu bagian, muncullah detik-detik ketika aku berpelukan dengan Sita, seperti yang kulihat di layar Tristaz. Di bagian berikutnya, muncul wajah teman-temanku yang juga tengah berjuang bersama pasangan masing-masing. Kulihat Andre melihat ranselku tertarik ke belakang. Andre berusaha meraihku, tetapi hanya bisa menangkap Sita.
Bagian ketiga menampilkan tubuhku yang tertarik masuk ke sela semak dan pepohonan, lalu hilang ditelan kabut. Proses tarikan itu membuat tubuhku terputar-putar, sekaligus terpukul dahan dan ranting hingga luka di sana-sini. Penderitaanku diakhiri dengan benturan keras saat tubuhku masuk ke mesin. Bagian terakhir menunjukkan wajah khawatir Todd.
Aku merasa nafasku sesak ketika kemudian muncul gambar tunggal saat pintu alat transportasi terbuka di ruangan ini. Muncul gambar Todd masuk, kemudian keluar membawaku yang luka parah. Potongan berikutnya menunjukkan proses luka-lukaku memudar, saat aku tersentak dalam tidur, menangis frustasi, dan obrolanku dengan Mary.
“Apa kalian juga mengamati dan merekam bagaimana aku mandi sebelum kalian menjemputku?” tanyaku.
Todd tertawa. Kuhela nafas.
“Kami juga punya moral, Rea. Tidak sopan melihat kegiatan pribadi orang lain. Tidak ada gunanya juga.”
Kuanggukkan kepala. Aku mengamati berbagai peralatan yang tertata rapi di berbagai bagian ruangan.
“Kamu bekerja sendirian di sini?”
“Terkadang Lez menemaniku. Dengan tugas yang diberikan Tristaz, kamu mungkin akan banyak bersamaku di ruangan ini. Jadi, ayo kita buka akses untuk kamu.”
Todd memprogram mesin pemindai untuk mengenaliku dari telapak tangan, mata, dan wajah. Beberapa menit kemudian, aku sudah bisa menggunakan ketiga cara itu untuk membuka pintu laboratorium. Ia juga menyuntikkan sesuatu ke telapak tanganku. Rasanya seperti digigit semut.
“Todd, jika aku ditarik bersama ranselku, mana dia?” tanyaku.
“Oke. Kita lanjutkan perjalanan.”
Ia mengajakku naik ke lantai dua. Jika di lantai tiga mes laki-laki berupa ruangan besar khas barak, maka mes perempuan lebih baik privasinya. Aku bakal tinggal di kamar nomor 9.