Kuikuti langkah kaki-kaki panjang Todd menuju pintu bergambar tetesan air. Aku bisa merasakan ketiga pasang mata masih mengikuti kami. Todd mendorong pintu dan menahannya hingga aku lewat. Kemudian ia menjajari langkahku.
“Aku akan menunjukkan isi gedung ini, kemudian kita ke tempat tinggalmu,” jelas Todd.
Kuanggukkan kepala. Sejujurnya, kepalaku terasa kosong. Aku masih merasa semuanya dikuras habis oleh kenyataan bahwa aku masih hidup, aku tidak tahu tengah berada di mana, dan jelas aku tidak bisa pulang tanpa bantuan mereka. Kugelengkan kepala.
“Kamu baik-baik saja? Kalau kamu terlalu lelah atau merasa tidak enak badan, kita bisa langsung ke kamarmu. Tur bisa lain kali saja.”
“Tidak, Todd. Lanjutkan saja. Aku tidak ingin nantinya terbangun dari tidur, kemudian keluar kamar dan merasa depresi karena aku tidak mengenal lingkunganku.”
Todd tersenyum. Dari samping, senyumnya terlihat manis sekali. Apa sih?
Kupalingkan muka sambil menahan senyumku sendiri. Sempat-sempatnya perhatianku teralihkan. Yahh, walau aku pikir cowok dengan tinggi badan mungkin mencapai 190 cm ini enak dilihat. Aku membayangkan mungkin di sekolah dia bakal masuk klub sains, pakai kacamata, suka berdiam di perpustakaan, kemudian ikut kompetisi sains, dan bakal menjadi idola dalam versi tersendiri.
“Kamu tersenyum sendiri. Kamu memikirkan apa?” tanya Todd.
Kugelengkan kepala.
“Kamu terlihat seperti tipikal cowok-cowok penggila sains di sekolahku. Rasanya lucu membayangkan kamu memakai kacamata, membaca di perpustakaan, kemudian membuat penelitian. Mungkin kelak kamu akan menjadi guru sains yang kelasnya selalu penuh.”
“Mengapa begitu?”
“Salah satu faktor mata pelajaran sains tidak disukai adalah karena pelajarannya sulit, banyak menghafal, banyak menghitung, dan guru-gurunya tidak menyenangkan. Semua guru sains di sekolahku orangnya menakutkan, wajahnya seram, dan suka sekali memberikan banyak tugas. Jika ada guru sains sepertimu, murid-murid bakal betah.”
Todd tertawa.
“Apakah tipe cowok seperti itu lucu sehingga kamu tadi tersenyum hanya dengan membayangkannya saja?”
“Tidak. Aku tersenyum karena senang walau hanya dalam bayangan. Biasanya sih, penggemar cowok sains tidak sebanyak penggemar cowok jago basket atau jago nyanyi. Tetapi menurutku para penggila sains punya kelas tersendiri. Kalau ada berbagai pilihan cowok yang naksir aku, aku akan memilih jadian dengan cowok penggila sains.”
“Kenapa?”
“Aku menyukai alam dan berada di dalamnya. Penggila sains akan lebih bisa mengerti aku daripada olahragawan atau seniman.”
“Hmm. Menarik. Apa sudah pernah mencoba berbagai jenis cowok itu?”
“Apa maksudmu dengan mencoba?”
“Dekat. Seperti yang kulihat di video-video kalian.”
“Aku tidak tahu video mana saja yang kamu tonton. Tetapi naksir yang aku maksud itu untuk hubungan yang tidak sekadar teman. Lebih dekat, dimana kamu akan merasa sangat nyaman bersama seseorang itu. Saat berjauhan akan terasa ada yang hilang dari dirimu.”
Todd terdiam. Aku tidak yakin dia mengerti.
“Penjelasanmu sepertinya begitu mendetil dan menjiwai. Apa kamu pernah merasakan itu?”
“Aku sedang merasakan itu.”
“Oh ya?”
“Iya. Rasa itu namanya cinta, Todd. Aku sedang merasakannya untuk Mamaku.”
Todd kembali terdiam. Langkahnya pelan saja seiring nampaknya kepalanya tengah berpikir keras.
“Bagaimana di sini? Apa kalian juga dekat dengan seseorang secara istimewa seperti itu?”
Todd sejenak berdiam. Ia menghentikan langkah di depan jendela kaca besar yang menunjukkan lahan kelabu sejauh mata memandang.
“Path 09 baru berumur dua puluh tahun. Itu usia anak pertama yang dibesarkan di sini. Tidak banyak yang kami ketahui tentang reproduksi. Tanpa itu, toh jumlah kami terus bertambah dari waktu ke waktu.”
Aku tidak paham. Tetapi juga tidak ingin bertanya. Jika anak tertua berumur dua puluh tahun, sedangkan ketua mereka berumur tiga puluh tahun, maka bisa saja terlalu dini membicarakan reproduksi di sini. Timbul banyak tanya, tentu saja. Tetapi akan aku simpan untuk berikutnya saja.
“Jadi, apa yang ingin kamu tunjukkan dalam tur kita ini?”
Todd tersenyum. Sekilas kulihat ia menarik nafas lega karena tidak harus menjelaskan tentang urusan hubungan khusus tadi. Kami melanjutkan langkah.
“Kita berada di lantai tiga markas Path 09. Lantai ini tempat Tristaz sebagai pemimpin, ruang rapat dan pertemuan skala kecil, juga mes laki-laki. Mes perempuan di lantai dua, berdampingan dengan ruang pertemuan besar. Lantai satu digunakan untuk pembuatan peralatan dan penelitian. Lantai empat tempat latihan fisik dan ruang pengintaian.”
“Latihan fisik? Pembuatan peralatan?”
“Kita sedang menyiapkan perang. Sebagian dari kami bertugas menciptakan peralatan tempur berteknologi canggih. Kami juga bertugas menemukan berbagai teknologi lainnya agar setelah meraih kemenangan kita tidak sekadar bertahan hidup, melainkan bisa membuat kehidupan yang lebih baik di masa depan. Kami semua menyadari bahwa teknologi canggih tidak akan berfungsi maksimal jika orangnya berfisik lemah. Oleh karena itu perlu latihan fisik.”
“Oke. Aku paham. Tetapi, tidakkah diantara kalian ada anak-anak yang terlahir punya kelainan bawaan? Sebagai manusia, tidak semua manusia fisiknya sempurna.”
“Itu salah satu hal yang membuat kami ngeri ketika kami tahu. Sejak masih di dalam perut, janin sudah dianalisa. Janin yang diketahui punya kelainan, langsung digugurkan.”
Kukerutkan dahi. Itu kejam. Namun ternyata itu belum seberapa.
“Setelah lahir, bayi menjalani serangkaian tes untuk mengetahui kondisi sel dan kecenderungan tubuhnya saat tumbuh dan berkembang. Bayi berumur satu tahun yang hasil tesnya tidak sesuai standar yang ditetapkan akan diperlakukan seperti makhluk hidup lain yang diserang oleh bala tentaranya.”
“Maksud kamu, dimusnahkan?”
Todd mengangguk pelan.
“Aku pernah melihat bagaimana bayi-bayi itu diperlakukan. Aku tidak bisa melupakannya.”
Suara Todd terdengar sendu. Matanya meredup. Ia memalingkan muka seolah berusaha agar aku tidak melihatnya menitikkan air mata. Dunia apa ini?
Kutepuk bahunya. Ia tersentak dan langsung menjauh.
“Eh, maaf Todd. Apakah itu mengganggumu?” tanyaku.
Ia menatapku cukup lama. Lalu ia melirik bahunya, kemudian tanganku.
“Apakah itu yang kau lakukan ketika melihat temanmu sedih? Aku melihatmu melakukan ini kepada teman perempuanmu sesaat sebelum kamu kami tarik. Kamu bahkan melakukan lebih jauh.”
“Iya. Biasanya tepukan di bahu membantu menenangkan seseorang. Terkadang tepukan saja tidak cukup. Orang lain bisa dibantu memperbaiki perasaannya dengan pegangan tangan atau pelukan. Apakah kalian tidak melakukan itu?”
Todd menggeleng.
“Lalu bagaimana kalian berinteraksi?”
“Berbicara saja. Sentuhan fisik semacam itu sudah tidak dilakukan sejak bertahun yang lalu.”
“Mengapa?”
“Erland mengumumkan munculnya virus yang merajalela dan berpindah melalui sentuhan. Virus ini mudah berpindah, sulit dihilangkan, dan saat berhasil menyerang, ia bisa mematikan.”
Kuanggukkan kepala.
“Maafkan aku, kalau begitu. Aku akan berhati-hati di waktu berikutnya.”
Todd mengangguk. Wajahnya nampak serius berpikir.
“Apa kamu melakukan hal itu kepada semua temanmu? Baik dia laki-laki maupun perempuan?” tanya Todd.
“Kalau sekadar tepukan di bahu, aku sering melakukannya kepada teman perempuan dan teman laki-laki yang telah akrab. Kalau yang lebih jauh, hanya kepada teman perempuan. Aku tidak mau dianggap seperti anak perempuan tukang jamah.”
Todd tertawa pelan.
Aihh, tawa pelannya itu manis sekali. Eh.