Perlahan sangat pelan
Hingga tenang kan menjelang
Cahaya petang kelam mesra menyambut sang petang
Disini kuberdiskusi dengan alam yang lirih
Kenapa matahari terbit menghangatkan bumi
Aku orang malam yang membicarakan terang
Aku orang tenang yang menentang kemenangan oleh pedang.
(Cahaya Bulan, Eross ft. Okta)
Todd mengangguk. Dengan satu ketukan, ia memindahkan layar hologram itu tepat ke depanku.
“Kamu lihat, Rea? Kami berhasil terhubung dengan jaringan yang kalian sebut internet. Dari situ kami mengetahui bagaimana situasi alam di tempat kalian. Satu yang paling dekat kondisinya dengan wilayah dan masyarakat kami di masa lalu adalah negerimu. Maka kami mulai pencarian orang yang cocok menjadi guru kami. Banyak calon bermunculan, tentu saja. Banyak orang hebat sehingga kami harus melakukan seleksi dan diskusi panjang. Akhirnya namamu yang kami rekomendasikan dengan berbagai pertimbangan.”
Aku menatap wajah Todd yang sungguh-sungguh. Mulutnya mengatup rapat saat ia mencari entah apa. Ia menggeser layar ke kanan lalu menunjuk layar itu dengan dagunya.
Aku menatap layar lagi, melihat gabungan beberapa video di satu tampilan. Masing-masing menunjukkan berbagai aktivitasku. Rupanya mereka sudah lama mengamatiku. Ada saat kami sedang menanam pohon tahun lalu. Ada saat aku merawat tanaman obat keluarga di taman mungil rumah. Entah kapan diambilnya video. Aku melakukan itu setiap hari Sabtu dan Minggu. Kebiasaanku membawa bekal ke sekolah untuk meminimalisir sampah. Bahkan Todd juga menayangkan video saat aku menjemur pembalut yang bisa dicuci. Memalukan di satu sisi, tetapi membanggakan karena itu upaya nyataku untuk mereduksi sampah pembalut sekali pakai.
Spontan tanganku menunjuk video ketika aku merangkul Sita saat gempa terjadi.
“Jadi, gempa itu bukan gempa tektonik dari gunung? Apakah itu ulah kalian?”
Mereka tertawa sejenak. Todd mengubah settingan sehingga video itu memenuhi layar.
“Biasanya saat kami mengambil orang, tidak separah itu. Udara berwarna abu-abu itu benar-benar mengacaukan mesin kami. Selain itu, proses harus dipercepat karena ada pihak lain yang menyabotase situasi. Sebagian gempa itu akibat pertempuran.”
“Itu namanya kabut. Separah itukah polusi kalian sehingga tidak mengenal kosakata benda bernama kabut?” tanyaku.
Mereka saling berpandangan dan mengangkat bahu.
“Tidak ada, Rea. Usiaku delapan belas tahun. Aku tidak mengenal kata itu, apalagi pernah melihat bendanya. Aku yakin Tristaz yang sudah 30 tahun juga tidak,” ucap Todd.
Tristaz menganggukkan kepala.
“Lalu, aku harus bagaimana? Berapa lama aku harus tinggal di sini?” tanyaku lebih kepada Todd. Tiga orang yang lain hanya berdiam sepanjang kami berinteraksi.
“Todd akan membimbingmu tentang apa yang harus kamu lakukan. Percayalah. Kami manusiawi. Kami tahu kamu bukan penghuni dunia ini. Kamu berhak pulang kembali. Kami janjikan itu. Kami akan mengantarmu pulang dengan keamanan yang lebih baik daripada saat kedatanganmu,” ucap Tristaz, “Masih ada yang ingin kamu tanyakan?”
“Apakah status saya sebagai tawanan atau b***k?”
“Sama sekali tidak ada tawanan atau p********n di Path 09. Kamu boleh bekerja sesuai jadwal produktifmu. Kamu boleh berhenti bekerja kapanpun kamu lelah. Kamu mendapatkan fasilitas. Kamu boleh meminta tambahan fasilitas sesuai kebutuhan. Kamu berhak liburan.”
Aku menatap Tristaz. Ia sedang serius.
“Tetapi ingatlah, gerakan ini bersifat rahasia. Kami melakukan persiapan pemberontakan kepada pemerintah yang sedang berkuasa. Jadi, disarankan kamu tetap tinggal di markas agar kamu aman. Jikapun suatu saat kamu perlu riset ke lapangan, kami akan mengawalmu dan mengupayakan agar risetmu berjalan cepat dan akurat. Ingat, kami punya teknologi yang jauh lebih maju dari teknologi yang digunakan masyarakatmu. Manfaatkan itu untuk memudahkan pekerjaanmu.”
“Jujur, aku tidak paham mengapa kalian memilihku. Aku hanya siswa SMA anggota pecinta alam. Mengapa kalian tidak mengambil professor ekologi atau ahli lingkungan saja. Banyak sekali orang hebat dan sudah terbukti berhasil di luar sana.”
Mereka saling berpandangan dan tersenyum.
“Boleh dibilang, kami sudah berpengalaman dengan golongan tua. Kami tidak perlu mengulang kesalahan yang sama.”
“Aku yakin ilmuku belum sehebat itu. Sekilas melihat kondisi alam kalian, polusinya sangat parah. Aku tidak yakin hal yang tepat kalau kalian membuat pilihan dan pengorbanan yang besar dengan menghadirkan aku di sini.”
“Kamu tidak harus menghasilkan perubahan besar, Rea. Perubahan kecil yang bisa kami lanjutkan agar kelak menjadi besar saja sudah cukup,” ucap Tristaz.
Todd, Lez, dan Jiz serempak menatapku. Tatapan mereka terlihat heran kepadaku.
“Rea, kami melihatmu tidak sekadar bicara. Kamu melakukan apa yang kamu bicarakan. Kamu mengatakan dirimu pecinta alam. Kamu buktikan itu dengan mengurangi penggunaan bungkus makanan sekali pakai. Kamu menggunakan pembalut yang bisa dicuci. Kamu membuang sampah di tempatnya, bahkan kami tahu kamu memilah sampah di rumah. Kami paling tertarik dengan percobaan-percobaanmu menanam berbagai jenis tumbuhan.” Todd berbicara panjang lebar.
Aku terdiam.
“Hal paling penting, kamu seusia dengan ketiga pejuang ini. Perlu kamu ketahui, jarang sekali kami mencapai usia dewasa sebagai akibat nutrisi, polusi, dan situasi. Pencapaian kamu di usia ini berhasil meyakinkan kami bahwa kamu pilihan yang tepat. Sekali lagi, Rea. Bukan perubahan besar dalam waktu singkat yang kami minta, tetapi ajari kami dari hal kecil yang nantinya bisa kami teruskan agar menjadi besar. Itu saja. Kuharap, itu bukan hal yang terlihat sangat berat bagimu. Ajari kami seperti apa yang sudah kamu kerjakan selama ini.”
Kuhela nafas. Jelas sudah aku tidak punya pilihan. Mereka memang menculikku. Dalam prosesnya terlihat jelas mereka harus berjuang keras agar berhasil menyelamatkanku. Aku pikir, setidaknya aku harus melakukan sesuatu untuk mereka sesuai yang diharapkan. Bisa jadi, jika aku langsung minta pulang sekarang, mereka akan meluluskan permintaanku. Tetapi apakah itu sopan setelah pengorbanan mereka merawatku?
Bisa saja jika aku tidak memenuhi permintaan mereka, mereka tidak akan pernah memulangkanku. Terlihat jelas di depan mataku, mereka memiliki teknologi yang canggih. Mereka bisa mendatangkan aku, maka mereka pasti tidak perlu teknologi untuk tidak mengembalikanku. Kupijit keningku. Kupejamkan mata sambil merapatkan bibir. Kutarik nafas dalam-dalam.
“Kamu sakit lagi?” tanya Todd.
Kugelengkan kepala. Kubuka mata dan kuangkat wajah menatapnya. Todd jadi salah tingkah karena wajahnya begitu dekat denganku.
“Aku berkali-kali melihatmu bangkit dari tidur, kemudian kesakitan sambil memegang kepalamu. Sakitmu itu karena kesalahanku, Re.”
Aku beri dia senyuman.
“Aku tidak pernah menyalahkanmu, Todd. Aku mengerti. Kupikir sudah cukup. Jika ada yang aku tidak paham lagi, aku yakin akan mudah menghubungi Todd,” kataku. Rasanya mulai jengah dengan pertemuan itu. Aku lelah. Tiba-tiba saja aku ingin menyendiri. Mungkin untuk sejenak menyesali beberapa hal, selagi jelas aku tidak tahu aku ada di mana apalagi jalan pulang.
Tristaz mengangguk.
“Terima kasih atas kerjasamamu, Rea. Semoga berhasil.”
Kami semua berdiri.
Todd mengajakku melangkah meninggalkan ruangan Tristaz. Lez dan Jiz tetap tinggal.
Oh, itu dia.