Mertua Kejam

1423 Kata
Happy Reading! Warning: Banyak Typo Untuk mengobati luka yang sedang kau rasakan, maka kau harus melihat luka yang lebih besar lagi dari pada luka kau. Mungkin diluar sana banyak orang yang nasibnya yang tidak lebih baik dari kalian. Aku terlalu terburu-buru menempatkan bahwa akulah manusia yang paling menderita di dunia ini. Sampai saat aku melihat anak kecil yang menyanyikan lagu dengan Nada asal-asalan, mengharapkan uang recehan sebagai pendapatnya hari ini. Sekarang aku menyadari bahwa masih banyak orang yang mengalami luka yang lebih besar dari pada lukaku. Hari ini aku mengunjungi tempat yang akan di sewa untuk di jadikan sebuah Toko Buku. 24 Jam seharian di Rumah membuatku bosan, setelah diskusi panjang dengan Jonathan, ia memberi Ijin untuk membuka sebuah Toko Buku. Aku memandangi ruangan yang sudah berdebu ini, dimana sekarang tempat ini dijadikan juga sebagai tempat tinggal tikus. Kakiku melangkah mengelilingi Ruangan memastikan temboknya cukup kuat kalau ada sesuatu yang menghantam. Sepertinya tempat ini sudah ditinggalkan cukup lama. Dengan berbagai pertimbangan, aku memutuskan untuk menyewa tempat ini untuk di jadikan Toko Buku. Setelah Survey tempatnya, aku pikir tempat ini cukup strategis untuk di Jangkau bagi mereka yang Sarat akan buku atau sekedar ingin membaca Buku. Aku sudahi kegiatan semuanya untuk hari ini. Akupun pergi dari tempat itu. Kakiku berhenti melangkah saat takdir mempertemukan aku dengan seseorang yang rasanya tidak sudi lagi bertemu dengan dia. Pria itu mengacak pinggang sambil menatapku dengan Senyuman sinis. Pria itu tidak mempedulikan jarak, dia melangkahkan kakinya semakin mendekat ke arahku. "Lama tak berjumpa Rose!" Sapanya kepadaku. "Adrian? Iya, sudah lama tidak berjumpa." Jawabku padanya Kaffe DIA Lagu Hug U milik DIA menemani Obrolan kami Di sebuah Kaffe, lagu yang cocok untuk di dengarkan di hari-hari Sulit seperti ini. Rasanya canggung sekali bertemu dengan Adrian setelah waktu membuat kita tidak saling mengabari satu sama lain. "Rose, Kabarmu baik? Kau terlihat baik-bail saj" Tanyanya penasaran kepadaku "Aku terlalu baik-baik saja untuk dikatakan baik Adrian." Jawabku membingungkan Adrian Pertanyaan Adrian menjelema menjadi sebuah Pisau, melepaskan Tali Kecanggungan diantara kami berdua. Dunia ini memang sempit, aku bahkan sudah berulang kali memutuskan hubungan dengan Adrian. Namun Takdir tidak hentinya mempertemukan Kita. "Bagaimana dengan pernikahanmu? Apa kau bahagia bersama dia?" Tanyanya lagi kepadaku "Jika tidak bahagia? Lalu urusan dengan kau apa?" Jawabku sinis. Jujur saja pertanyaan Adrian membuat diri ini kesal sekali mendengarnya, Adrian seperti merencanakan sesuatu yang jahat bertanya seperti itu. Aku menjawab pertanyaan Adrian Sambil menatap tajam untuk membuatnya merasa tidak nyaman. Namun Adrian terlalu kebal untuk itu, ia malah balik menyerang dengan tatapan mematikan membuatku tidak nyaman. Aku alihkan pandanganku kesamping. Adrian meneguk Kopi hangat yang sudah dia pesan, tanpa kusadari momen itu membuatku terperangkap ke masa lalu saat pertemuan pertama kami. Adrian menaruh kembali Gelas yang berisikan Kopi tadi, iapun meninggalkan aku sendirian. "Aku pamit pulang, senang bertemu denganmu Rose." Ucapnya dengan datar Adrian menggeserkan kursinya lalu beranjak pergi meninggalkanku, ia berpamitan kepadaku dengan senyuman manis yang terukir di wajahnya. Aku mendongkak menatapnya, Ku pandangi dia sampai tidak kulihat ujung batang hidung * * * * 'Karena ada pekerjaan yang mendadak, Aku harus lembur malam ini untuk menyiapkan berbagai Laporan.' Sebuah pesan teks dari Jonathan membuat Layar Ponsel menyala. Aku baca pesan itu untuk Membalasnya segera. Syukurlah, Rasanya lega sekali Jonathan Lembur di Waktu yang sangat tepat sekali. Jika dia tahu Hidung Ibu berdarah karena Aku? aku tidak tahu arwah tubuh ini akan berada dimana. Akupun memasuki Rumah setelah membaca pesan dari Jonathan. Aku tanya pembantu memastikan apakah Ibu Mertua Baik-baik saja selama aku tidak ada di Rumah? "Bi? Apa ibu Baik-baik saja selama aku tidak di Rumah?" Tanyaku penasaran. "Anu anu, Ibu belum di Mandiin Non. Ibu bersikukuh tidak mau dimandiin. Kan setiap Hari Non yang mandiin ibu kan non." "Ya ampun bi kenapa belum sih?" Aku melemparkan tasku ke sembarang arah, aku langsung bergegas ke kamar Ibu mertua untuk menggantikan popoknya. Aku terlebih dahulu menyapa Ibu Mertua yang terbaring lemah di Kasur. "Ibu! ibu belum ganti Mandi?" Tanyaku kepada Ibu Mertua. "Kau dari mana saja, kerjaanya keluyuran saja! Jonathan harus tahu kau keluyuran setiap hari." Sinisnya kepadaku. Aku mengabaikan rangkaian kata-kata berduri Ibu Mertua agar tidak memperpanjang masalah. Aku tetap sibuk dengan kegiatanku menyiapkan segalanya untuk membersihkan Badan Ibu. Aku ambil beberapa Handuk, Air, dan yanh lainnya. Aku melepaskan seluruh Pakaian yang menempel di Tubuh Ibu, dengan pelan dan hati-hati aku tarik Pakaian dari badannya. Tubuh Ibu sudah sempurna telan*jang, tubuh yang sudah rayud itu aku bersihkan dari Daki-daki yang menempel. Aku celupkan kain kering ke dalam baskom kecil berisi air hangat, aku putar kain itu memastikan benar-benar kering. Aku mulai mengelap badan Ibu mertua yang sudah bau kayak t*i, daki-daki yang menempel di badannya melawam dengan mengeluarkan Baunya yang hampir membunuh indera penciumanku. Aku menyampingkan badan ibu supaya aku lebih leluasa mengelap badannya. Aku Spons Badan ibu dari kepala hingga ujung kaki. Tidak ada yang terlewatkan sama sekali, daki-daki sudah ku bunuh dengan sentuhan tangan ini. Rasanya benar-benar menjijikan, tapi inilah resiko menantu baik bagi mertua sekejam Ibu. Puncak yang paling menjijikkan adalah penggantian popoknya Ibu. Aku menutup Hidungku Rapat, Mencegah bau t*i menembus indera penciuman ini. Rasanya mau muntah ketika mataku melihat tumpukan si kuning di popok. Dengan terpaksa sambil mata merem aku bersihkan bagian panta* Ibu mertua menggunakan Tissue Basah. Aku lempar Popok dan Tissue basah itu ke dalam tong sampah, aku bergidik jijik. Aku kembali melanjutkan kegiatanku, memasang popok yang baru dan memakaikan pakaian yang bersih untuk Ibu mertua. Tinggal tahapan terakhir lagi yaitu memakaian penutup kepala untuk membuatnya terasa hangat. Sebenarnya dalam hati ini tersimpan ketakutan yang menggerogoti hati ini, aku takut Ibu Mertua membalas dendam karena tadi aku membuat hidungnya berdarah. Aku memakaikan penutup Kepala dengan sangat hati-hati, tapi akhirnya ketakutanku benar-benar terjadi. Saat aku sedang fokus memasangkan penutup kepala itu, tangan Ibu meraih Bunga yang terpajang di atas meja. Pot Bunganya ia benturkan ke Kepalaku dengan sangat keras. 'Ahhhh hhha ahhhh' aku mengerang kesakitan. Scara spontan aku melirik wajah Ibu Mertua yang Murka dipenuhi kebencian. Nafasku terengah-engah saat setelah Benturan itu terjadi. Sepasang tangan aku usapkn di bagian kepala yang sakit. 10 ekor Burung terbang mengelilingi kepalaku. "RASAKAN PEMBALASAN DENDAMKU MENANTU BRENGSEK." Kalimat kejamnya kembali dilontarkan. Aku membantingkan Ciput itu ke Wajah Ibu Mertua, aku berdiri dari ranjang ibu dan menghindari Ibu Mertua Kejam. Aku sudah tidak sanggup lagi dengan sipat liciknya, kalimat tersusun yang sudah aku siapkan meluncur melawan sikap kejam Ibu mertua. Aku menatap Tajam ke arah Ibu mertua, mengucapkan kalimat serampah dengan Bibir bergetar "Apa yang Ibu lakukan? Tidak bisakah membuatku tenang di Rumah ini?" Ibu mengarahkan Jarinya kepadaku "Aku membenci menantu murahan, kau menantu p*****r, kau pikir aku tidak tahu alasan kau menikah dengan Jonathan? Aku tahu Jonathan hanya dijadikan pelampiasan atas Aibmu." "Itu salah paham, aku benar-benar mencintai dia, aku bisa jelaskan semuanya Bu." Tidak percaya akan perkataanku, Ibu mertua semakin murka dengan Jawabanku. Ibu mertua mengambil Gelas yang ada di sampingnya, Ibu melemparkan Gelas itu meluapkan amarahnya yang sudah tidak terbendungkan lagi. Gelas itu mendarat dengan sangat kuat di kakiku, pecah menjadi serpihan kaca yang tajam dan merobek kulit kakiku. Darah segar keluar dari kakiku akibat pecahan kaca yang menancap tajam. Darah kental segar bewarna merah membasahi lantai kamar Ibu. Kakiku mulai melemas dan tidak bisa menopang lagi tubuh ini, aku terjatuh dan tak tahu apa yang harus aku lakukan. Tubuhku bergetar hebat "HENTIKAN LAH IBU, SUDAH CUKUP, SUDAH CUKUP BUAT AKU MENDERITA" Bentaku kepada Ibu "Katamu sudah cukup? Itu masih belum seberapa dengan kau menipu putraku." "Aku tidak melakukan hal kriminal kepada Jonathan, Kenapa Ibu melewati batas?. Setiap hari ibu menyiksaku scara fisik dan mental, kenapa bu? KENAPA? KENAPA?" Aku meremas-remas pahaku sendiri saking Stressnya, wajahku yang dihujani air mata ini terus menatap Ke arah Ibu Mertua. Tubuhku dilumuri banyak darah, aku benar-benar sudah tidak kuat menerima ini semua. Aku Acak-acak rambutku sendiri sambil sumpah serampah menyumpahi Ibu "Kenapa Ibu selalu menyiksaku? KENAPA? setiap hari Ibu membuat aku kesulitan? KENAPA IBU TIDAK MATI SAJA HAH?" Aku keluarkan semua unek-unek yang sudah lama tergudangi di tubuh ini. Seseorang tiba-tiba masuk melerai perkelahian kami. Ternyata Jonathan masuk kedalam kamar, pupil mataku membesar saat memandang wajahnya yang Marah. Perlahan-lahan kelopak mataku menutup, meninggalkan cahaya lampu yang menerangi ruangan ini, kegelapan menjemput mataku entah kemana aku akan di Bawa pergi. Apakah aku meninggalkan dunia ini? Rasanya seseorang memukuli tubuhku berkali-kali. ....Bersambung..... Karakter Visualisasi Mertua  Jangan lupa baca next part, dan Terima kasih yang sudah baca dari awal sampai bab ini, sehat selalu buat para reader.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN