AJ#16

1663 Kata
Aku langsung mengambil kalung yang di pegang Zack, memasukan ke dalam saku baju, menatap kesal ke arah Zack yang menemukan kalung yang selalu aku sembunyikan selama ini. Kata kak Fincent, jangan biarin sembarangan orang liat kalung ini, karena berbahaya. “Kamu dapet darimana?” tanyaku dengan sinis. Zack menarik tubuhku, membuat aku terbentur langsung dengan badannya, “Aku tanya ini kalung kamu atau bukan? Kenapa ada kalung itu di kamu Alya?!” tanya Zack dengan penuh penekanan. Aku menghentakkan lengan yang di genggam Zack, “Apa-apaan sih! Kenapa kamu harus marah, kalau itu kalung aku, emang kenapa? Ini kalung yang berarti buat aku!” “Kamu gak tau arti kalung ini apa?” aku hanya diam sebelum menggelengkan kepala, “aku tanya sekali lagi, kenapa kalung itu ada di kamu?” tanya Zack dengan marah, lengannya mencengkram kasar wajahku, membuat aku mengaduh kesakitan. “Sa-sakit, aw.. lepasin Zack.” Lenganku berusaha untuk melepaskan cengkraman Zack yang semakin menjadi di wajahku, mata Zack berubah menjadi merah seketika. “Zack lepasin Alya! Dia udah kesakitan!” teriak Quera yang menarik tubuhku sedangkan Arvi berusaha melepaskan cengkraman yang semakin kuat. Zack melepaskan cengkramannya, mendorong tubuhku sampai aku terhuyung ke belakang. Aku memegang bagian wajah yang masih terasa nyeri, menatap bingung sikap Zack yang berubah tiba-tiba hanya karena sebuah kalung. Quera mengusap bahuku, mencoba menenangkan aku yang masih terkejut. Zifra dan Alyarn keluar dengan wajah panik, menatap ke arahku dengan pandangan khawatir, Alyarn memegang pipiku, menatap nyalang ke arah Zack. “Kamu apa-apaan sih! Kalau Alya kenapa-napa gimana? Mau tanggung jawab?” tanya Zifra yang mendorong tubuh Zack sampai dia terpojokkan. “Kita pulang sekarang! Kondisi Alya sekarang lebih penting!” tukas Lizy yang tiba-tiba muncul. Aku menggeleng pelan, “Kasih aku waktu bentar buat ngomong sama Zack,” pintaku dengan nada lemah, Quera dan Arvi yang di sebelahku langsung menahan lenganku. “Engga Alya! Kamu gak sadar kalau dia mau nyelakain kamu?” kesal Alyarn dengan ucapanku. “Aku mohonku,” pintaku pelan, “aku bakal baik-baik aja, tenang aja.” “Sekali ini aja,” ucap Quera dengan pasrah, menarik lengan Arvi dan Alyarn untuk memberikan ruang untuk aku berbicara serius dengan Zack. Aku menarik napas pelan, “Zack kenapa kamu marah karena kalung yang aku punya?” Zack membuat muka saat aku memegang lengannya. “Aku minta maaf karena udah marah tadi, maaf juga buat temen aku yang udah kasar sama kamu, kalung ini satu-satunya benda yang aku punya,” aku mengeluarkan kalung tadi, “kata kak Fincent, kalung ini udah ada sama aku saat aku bayi. Aku bukan anak asli dari keluarga aku yang sekarang, aku anak pungut yang ditemuin sama ibu waktu pulang dari hutan, dan kak Fincent bilang kalung ini yang membersamai aku selama ini. Aku baru tau tentang fakta ini, satu bulan yang lalu, ternyata gak salah kalau ibu sama ayah gak suka sama aku, ternyata aku cuman jadi beban untuk mereka. Aku salah juga, ngira kalau Aurel itu kembaran aku, ternyata dia lebih tua 1 minggu dari aku,” celotehku yang membuka luka lama. “Dan kamu gak tau arti kalung itu?” aku menggelengkan kepala pelan, “itu kalung yang berasal dari bangsawan terhormat di negara utara, kamu bukan anak negara Timur seperti yang kamu tau.” “Kamu bercanda kan Zack? Ini gak lucu sama sekali,” aku berusaha untuk tertawa karena ucapan Zack. “Apa ada alasan aku bercanda dalam kondisi kita yang kayak gini Alya?” tanya Zack dengan suara datar dan wajah tanpa ekspresi, tepat untuk menghentikan tawaku. Zack memegang lenganku, mengusap bagian wajah yang tadi ia cengkram, menatap nanar ke arahku dan pandangan lain yang tidak aku mengerti. Dia menarik wajahku pelan, menyatukan dahinya dengan dahiku, dalam jarak sedekat ini aku merasakan deru napasnya. Aku bingung sama diri aku sendiri, hitungan detik perasaan aku bisa langsung berubah begitu aja, aku gak ngerti kenapa aku ada di posisi ini, beberapa jam yang lalu, kak Arya yang ngelakuin hal yang sama, meski pun tanpa kekerasan dan memberikan efek besar untuk jantung aku. “Kalau gitu aku pasti bisa ketemu sama keluarga aku kan?” tanyaku dengan semangat, membayangkan bertemu dengan keluarga asli membuat perasaan di d**a langsung meletup-letup. “Engga Alya, kamu gak bisa ketemu sama keluarga kamu?” “Kenapa?!” kesalku, “aku mau ikut sama kamu ke negara Utara, aku mau ketemu sama keluarga aku Zack, aku mau liat ibu sama ayah aku. Gimana mereka, apa aku sama kayak mereka.” “Kamu harus bertahan karena keluarga asli kamu, udah mati dibantai secara sadis di negara utara,” ucap Zack seperti bom yang menghancurkan, meluluh lantahkan harapan yang baru aja aku bangun. “Bercanda lagi kan?” tanyaku dengan mata berkaca-kaca, “aku tau kalau kamu pasti gak suka sama negara Utara, makanya bilang gitu kan?” aku berusaha untuk mengenyahkan pikiran kalau aku sekarang tinggal sendiri di sini, tetap berharap pada harapan yang palsu. Zack menjauhkan wajahnya, mengusap pipiku yang basah oleh air mata, “Aku dari negara Utara Alya, gak mungkin aku benci sama negara aku sendiri. Kamu tadi nanya kan, darimana luka yang aku dapetin ini? Aku boong sama kamu kalau aku pergi ke negara Selatan, sebenernya aku pergi ke negara Utara karena ada konflik baru di sana, dan ternyata keluarga bangsawan di negara Utara di bantai, sekarang mereka nyari bayi yang dulu sempat di buang sama raja.” Aku menangkup wajah dengan kedua lenganku, berusaha untuk meredam suara isak tangis yang keluar dari mulutku. Baru aja aku udah seneng kalau aku masih ada keluarga, dan dalam beberapa detik kebahagian itu langsung musnah gitu aja, bahkan aku sampai sekarang gak tau gimana wajah dari kedua orangtua aku selama ini, gak tau apa aku punya keluarga atau engga. Zack menarik tubuhku, membiarkan bahunya menjadi sandaran untuk aku menangis, lengannya mengusap punggung belakang tubuhku, sesekali aku mendengar helaan napas dari Zack. Sekarang ini aku benar-benar lelah dengan kenyataan yang ada, aku lelah selalu berdiri dengan harapan yang tidak pernah bisa aku gapai. “Kamu gak sendiri Alya, kamu masih ada aku di sini, jangan takut,” bisik Zack di tengah tangisku, menjadi pengantar sebelum kegelapan menjemput. “Alya bangun ini udah siang, kita harus pulang ke kota,” bisik suara Lizy di telingaku, aku hanya bergumam pelan, merubah posisi tidurku. “Aih kebiasaannya muncul lagi kan,” gerutu Quera dengan suara yang memekakkan telinga. Aku berusaha untuk membuka mata, merasakan kepala yang berdenyut nyeri, baru sadar kalau kemarin malam tertidur karena kelelahan menangis di pundak Zack. Aku memegang kepalaku, berusaha untuk membuka lebar mata yang terasa berat. “Alya kamu gak apa-apa?” tanya Alyarn yang sudah duduk di sebelahku, aku menatap kelima temanku yang memasang wajah khawatir, sepertinya Zack udah bilang sama mereka tentang yang sebenarnya. “Kalian udah tau?” tanyaku dengan suara serak, mereka dengan kompak mengangguk. “Kita gak peduli, kamu itu dari negara mana. Soalnya yang aku tau, kamu itu tumbuh di negara Timur, dan kamu itu temen terbaik yang aku punya,” ucap Zifra yang memeluk tubuhku, disusul dengan pelukan lainnya, cukup untuk membuat aku merasa sesak. “Udah udah, lepasin,” aku menggoyang-goyangkan tubuh, “susah napas nih.” “Jadi kan berburu tanaman liar di hutan ini?” tanya Arvi dengan ragu, mungkin karena kondisi aku. “Jadi dong!!” teriakku yang langsung loncat dari kasur, berjalan menuju kamar mandi untuk mencuci muka dan membersihkan badan. “Makasih ya Zack udah bantuin aku sama yang lain buat nemuin bunya Latya ini, aku gak nyangka bunga langka ini tumbuh subur di hutan timur,” ucapku yang berjalan beriringan dengan Zack, kelima temanku masih berusaha untuk mengambil bunga langka yang sulit untuk di petik, kalau mereka salah memegang, nyawa mereka yang bakal jadi taruhannya. “Gak apa-apa, aku malah seneng bisa bantuin kalian terutama kamu Al.” “Sekarang aku jadi bingung harus gimana, harapan yang dulu pupuk karena pengen ketemu keluarga kandung aku harus pupus. Aku di sini sendiri, cuman kalung ini yang aku punya,” ucapku yang mengusap batu permata berwarna merah dan hitam, sangat cantik. “Aku gak nyangka bisa ketemu sama putri bangsawan kayak kamu, semoga aja kamu gak ketemu sama pemburu bangsawan dari negara Utara, kalau sampai iya, nyawa kamu bener-bener dalam bahaya. Kakak angkat kamu bener buat simpen kalung itu, di negara itu kalung itu terlihat biasa.” Aku mengangguk mengiyakan, memasukan kembali kalung peninggalan keluargaku ke dalam saku baju. Zack menarik pelan lenganku menuju batu besar di dekat sungai kecil, aku menatap ke aliran sungai yang sangat jernih, pantulan tubuhku dan Zack terlihat sempurna di sungai. “Sungai ini terhubung ke tiga negara sekaligus, negara Timur Laur, negara Utara, dan negara Tenggara. Banyak desa yang mengandalkan sungai ini sebagai pemasok kebutuhan air mereka, jadi kalau kamu mau ke 3 negara itu, cukup ikuti aliran sungai ini,” jelas Zack yang melempar batu-batu kecil ke arah sungai, riak kecil terbentuk beberapa kali. “Kamu tau dimana pulau pengasingan?” tanyaku yang teringat dengan kak Arya yang mendapat hukuman berat. “Pulau pengasingan ya?” gumam Zack, “itu tempat yang benar-benar jauh dari negara timur, dekat dengan negara Barat dan harus melewati hutan yang mendapat penjagaan ketat negara Barat.” “Emangnya orang yang melanggar seperti apa yang harus di bawa ke sana?” “Orang yang dirasa sudah merugikan negara Al, kamu harus menjauhi orang itu, karena berbahaya.” ‘Maksudnya kak Arya harus aku jauhi gitu? Pasti ada alasan khusus kenapa kak Arya bakal di bawa ke pulau pengasingan itu, kak Arya bukan kriminal!’ “Kenapa kamu tiba-tiba nanya tempat itu?” Zack menengok ke arahku. Aku menggeleng, “Gak apa-apa, cuman kepikiran aja, soalnya aku taunya itu tempat buat pelanggar berat, terus penasaran aja emang dimana tempatnya.” “Mereka yang datang ke sana, gak pernah pulang lagi Al, bisa jadi mereka udah mati di tempat itu, secara tempatnya dekat sama pelemparan bom dari tentara negara Barat.” “Bom? Bukan nuklir kan?” Zack mengangkat bahunya, degup jantungku langsung bergemuruh, kabar kak Arya nanti gimana?
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN