AJ#17

1632 Kata
Aku merapihkan tudung-tudung bekas kami pakai semalam, menjadikannya sebagai luaran yang tidak terlalu mencolok. Melihat sekeliling ruangan gedung, sebelum bersiap untuk pulang ke kota nanti sore, aku terkekeh melihat Arvi yang begitu bersemangat mendengarkan penjelasan Zack tentang tanaman liar yang baru mereka tangkap. “Kalau yang tanaman biru ini namanya apa?” tanya Quera yang memegang bunga beracun dengan kain khusus, aku menyipitkan mata melihat detail bunga cantik itu. “Itu bunga yang baru aku liat selama perjalanan ini, kalian bebas kasih nama apa aja,” ungkap Zack. “Wow keren banget dong, kita bisa kasih nama ini khusus dengan apa yang kita mau,” heboh Lizy yang ikut mengambil bunga beracun itu, “gimana kalau kita kasih nama Zydyan, biar inget sama Zack yang udah bantuin kita ngumpulin tumbuhan-tumbuhan ini,” saran Lizy. “Nah boleh tuh, biar inget sama Zack juga. Nanti kita publish penemuan bunga ini, sekalian nambahin penemuan tumbuhan beracun ke buku,” komentar Alyarn. “Ya udah kita siap-siap dulu, bentar lagi bakalan malem, barang bawaannya jangan sampe ada yang ketinggalan,” ingatku yang mengambil tempat duduk di sebelah Zack, “oh iya Zack nanti kamu bakal kemana udah ini? Lanjut perjalanan atau tetap di hutan timur?” Zack mengambil lenganku, menggenggamnya dengan pelan, “Aku harus mastiin kalau kamu baik-baik aja Al, tapi kalau aku ada di sini terus, nanti terendus sama pasukan negara utara, ujung-ujungnya nyawa kamu dalam bahaya.” “Jadi kamu bakal tetap pergi gitu?” tanyaku dengan kecewa, saking aku udah berharap bisa bertemu lebih sering dengan Zack, mengenal lebih jauh keluarga yang udah tidak tersisa lagi di sini. “Kenapa? Kamu bakal kangen gitu sama aku?” gurau Zack yang mencolek pipiku, aku mendengus, melepas genggaman lengan Zack. “Dih terlalu percaya diri sekali kamu Zack, intinya kamu harus hati-hati kalau mau pergi ke negara lain, jangan terluka kayak gini. Gak ada orang yang mau bantuin kamu juga kalau kamu terluka, aku gak ada di samping kamu buat ikut, masih banyak yang perlu aku urusin.” Zack mengangguk, merentangkan lengannya di belakang tubuhku sebelum pada akhirnya menarik tubuhku untuk mendekat, dia menyandarkan kepalanya di bahuku dengan mata terpejam. Aku melirik sekilas, memastikan kalau posisinya sudah nyaman, setidaknya membiarkan dia beristirahat sejenak sebelum nanti kami berdua berpisah. “Al ayo berangkat,” bisik Zifra di telingaku, dia melirik ke arah Zack yang tertidur pulas. “Bentar,” ucapku tanpa suara ke arah Zifra, aku harus memindahkan Zack dengan perlahan untuk tertidur di sofa, tapi baru aja aku melepas pegangan di lengan, tubuh aku langsung di tarik oleh Zack, dia mendekap erat tubuhku, kalau kayak gini, gimana caranya aku bisa pulang. “Zack aku harus pulang sekarang,” desisku berusaha melepaskan pelukan Zack yang semakin erat. Zack bergumam tidak jelas, “Sebentar aja, 5 menit lagi buat aku tidur.” Aku menghela napas pelan, pasrah untuk menunggu waktu sesaat lagi, membiarkan Zack puas untuk tertidur dengan mendekapku. Sesuai dengan ucapannya, Zack melepas pelukannya setelah 5 menit, dia membuka mata, tersenyum simpul, cukup untuk membuat aku kehilangan fokus. “Aku antar kalian sampai keluar dari hutan ya,” ucap Zack dengan serak ditambah dengan rambut dia yang sedikit berantak, memberikan kesan yang sulit untuk jelaskan. “Terpesona dengan apa yang kamu liat?” tanya Zack yang sudah berdiri, membuyarkan semua lamunan yang baru aja aku bangun, pas untuk membuat pipi aku memerah karena malu! “Alya ayo kita pu- aku tunggu di luar gedung ya, kamu siap-siap aja,” Quera langsung berlari keluar, meninggalkan aku dan Zack berdua di dalam. Aku mengerutkan dahi, bingung dengan sikap Quera yang tiba-tiba bersemu merah sampai aku baru sadar kalau pakaian aku sudah berantakan dengan tudung yang aku jadikan luaran sudah tidak berbentuk lagi! Aku yakin kalau Quera berpikir yang engga-engga! Kota sudah kembali gelap gulita dan sunyi, sama seperti saat aku meninggalkan kota kemarin malam. Aku memasuki rumah sembari memukul pelan pundak karena lelah, mencari kunci di saku celana, berjalan masuk ke dalam rumah yang gelap gulita. “Seneng di luar tadi?” aku terdiam membatu, melihat bayangan hitam yang bergerak mendekat. “Samuel? Kamu kenapa ada di sini?” tanyaku yang menyalakan saklar, melemparkan bekas tudung ke arah Samuel yang tersenyum konyol. “Abisnya bosen banget gak ada kamu Al,” ujarnya dengan muka menyebalkan, mengambil tempat duduk di kursi dekat dengat dapur. “Masih banyak ilmuwan lainnya, lagian hari ini gak ada penelitian juga, jadi kita gak bakalan ketemu Samuel!” dengusku yang mengambil air minum, menegaknya hingga tandas. “Alya aku bosen banget,” gerutu Samuel seperti anak kecil yang meminta permen ke ibunya, “gak ada orang yang aku jailin hari ini, ponsel kamu juga mati, gak bisa aku hubungin sama sekali. Bisa-bisanya kamu bikin aku khawatir, pas tau kalau kamu pergi ke hutan timur, aku sedikit tenang.” “Seorang Samuel yang menyebalkan dan bisanya gangguin aku selama ini, khawatir?” kekehku yang mengacak-ngacak rambutnya, persis seperti yang dilakukan kak Fincent kalau udah gemas. “Alya!!” jeritnya tertahan, mengambil lenganku dan menariknya tubuhku untuk duduk di atas pangkuannya dengan wajah yang langsung menatap ke arah Samuel. “Sa-samuel,” ucapku tergagap, pikiranku langsung terasa kosong saat Samuel menatap dengan dalam. “Kamu cantik kalau diem kayak gini,” komentar Samuel sebelum mendorong tubuhku hingga terjatuh. Satu-satunya laki-laki yang gak punya perasaan dan gak punya perasaan bersalah adalah Samuel, selain menyebalkan dan selalu berbuat onar, mulutnya susah untuk bilang maaf! Aku memberenggut kesal, mengusap punggung yang terasa nyeri karena mencium lantai. “Gak bisa untuk bilang maaf gitu?” hardikku yang melempar bantal di dekatku, aku menahan perasaan nyeri yang semakin terasa saat berdiri. “Dih siapa juga yang salah,” ucapnya yang membuat emosi langsung sampai ke ubun-ubun Aku melangkah masuk ke dalam kamar dengan mata yang berkaca-kaca, baru kali ini aku diperlakukan sekurang ajar seperti ini, rasa nyeri karena punggung benar-benar membuat aku menangis pelan, merasakan nyeri yang terus berdenyut. “Nyebelin! Udah tau salah masih aja kayak gini,” ucapku di sela isak tangis. Pintu kamarku terbuka, menampilkan wajah menyebalkan Samuel yang ingin aku tambahkan luka goresnya dengan pisau! Mataku memperhatikan gerak gerik Samuel yang mencurigakan, dia mengambil tempat di hadapanku, berjongkok di depanku dan meletakan salep untuk pereda nyeri. “Masih sakit ya?” tanya Samuel dengan polos! Tolong garis bawahi, dia bertanya setelah tidak mau mengaku dan mengucapkan kata maaf tadi! Udah jelas sakit, masih aja di tanya. “Menurut kamu gimana? Bayangin aja rasanya nyium lantai dengan punggung, udah asal narik lengan orang terus ngejatohin orangnya gitu aja! Masih waras otak kamu!” dengusku yang mendorong pelan tubuh Samuel, sedikit membuat dia terhuyung. “Aku gak tau kalau rasanya bakalan sakit, aku udah biasa kena hukuman fisik jadi aku kira kamu juga bakal biasa aja kayak aku,” bela Samuel dengan kikuk, lengannya mengusap tengkuk belakang. “Kalau kamu lupa, aku ini cewek yang pasti ngerasa sakit kalau dijatohin kayak gitu.” Samuel hanya bisa meringis, menarik tubuhku ke dalam pelukannya, untuk kesekian kalinya di hari ini, tubuh aku udah beberapa kali di tarik oleh cowok dan berujung ada di dekapan mereka. Lengan samuel dengan perlahan mengusap punggungku, cukup untuk membuat aku meringis kesakitan karena masih terasa ngilu bekas jatuh tadi. “Aku bantu kamu obatin bekas lukanya ya?” tawar Samuel yang langsung aku cegah, enak aja dia mau ngobatin aku! “Engga perlu Samuel, aku bisa sendiri buat ngobatin punggung, sekarang mending kamu pulang dan enyah dari hadapan aku sekarang juga!” usirku yang mengambil salep di lengan Samuel, mendorong tubuhnya untuk keluar dari pintu kamar. Aku langsung mengunci pintu kamar, berdiri di belakang pintu dengan jantung yang berdegup semakin cepat, jantung aku memompa seperti orang yang baru berlari maraton berkilo-kilo. Kenapa dengan hari ini sih? Tadi Zack yang bikin aku berdegup kayak gini, sekarang Samuel! “Kalau kayak gini, gak bagus kesehatan jantung aku kalau berhadapan dengan mereka,” omelku. “Argh nyebeli para laki-laki yang suka bersikap seenaknya, kasian jantung aku yang udah mompa secepat ini karea tingkah mereka,” gerutuku yang masih memegang jantung yang belum mau berhenti berdegup cepat, “ya ampun Alya kamu harus tenang!” Sinar matahari yang masuk degan malu-malu ke dalam kamar lewat goden kamar, aku menarik selimut hingga menutupi kepala, sebelum sadar aku udah bikin janji dengan kak Fincent di cafe Sky untuk membicarakan tentang keluarga kandungku. “Kenapa aku malah milih hari ini buat ketemu kak Fincent sih? Gak tau apa masih ngantuk banget!” Aku masuk ke dalam cafe Sky saat jam mengarah pada pukul 11 siang, kak Fincent duduk dengan seriusnya di meja ujung dekat dengan jendela yang mengarah ke arah jalan. “Udah nunggu lama ya?” tanyaku berbasa-basi, mengambil tempat di hadapan kak Fincent. Kak Fincent menggeleng pelan, “Engga kok Al, kakak juga baru sampe ke sini kok.” “Asli baru sampe ke sini? Tapi kok udah ada makanan sama minuman di sini? Gak mungkin kan kalau setan yang minum dan makann kayak gini, suka ngelucu emang orangnya.” “Hahaha sekarang gak bisa kakak tipu kayak dulu lagi ya,” kak Fincent tersenyum, aku yakin kalau sekarang pikiran kak Fincent tertuju ke masa lalu waktu aku masih kecil, mudah sekali tertipu. “Kak sekarang aku tau sama kalung yang aku punya selama ini, temen aku ngasih tau tentang kalung itu kek aku kak, tapi..” aku merunduk sebentar, “ternyata aku bukan dari negara ini kak, aku malah dari negara yang sekarang lagi ricuh dan dalam bahaya.” “Kakak minta kamu untuk selalu sembunyiin kalung ini, sekarang itu yang kamu punya.” “Kakak udah denger tentang kasus di negara Utara?” kak Fincent mengangguk, “sekarang aku harus kayak gimana kak? Gak ada lagi keluarga yang tersisa karena pembataian itu.” Kak Fincent memegang lenganku, “Masih ada kakak yang bakal jagain kamu Al.”
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN